Sejak tadi senyum Dava tidak kunjung putus. Ia mengakui jika dirinya amat bahagia hari ini sampai Dava melupakan jam belajar yang sudah ia susun.
Kedua orang tuanya mengajak Dava pergi untuk makan siang di salah satu resto seafood. Dengan senang hati Dava menerima tawaran itu dan kini mereka sudah ada di tempat.
Kepiting, udang, kerang dan berbagai jenis hewan laut ada di depan matanya saat ini. Makanan yang di sajikan dengan cara di sebar di atas meja berlapis plastik itu membuat selera makan Dava meningkat.
Rasanya satu porsi pun kurang.
Dava mengambil satu udang besar di depannya. Mengupas kulit udang tersebut lalu di berikan pada bundanya yang duduk tepat di hadapan Dava.
"Terima kasih, sayang."
Dava membalas dengan senyum.
Ares - ayahnya tersenyum haru melihat perilaku sang anak satu-satunya yang begitu manis terhadap istrinya. Ares selalu di hantui rasa bersalah ketika sedang berada jauh dari Dava. Ia bahkan tak jarang menyalahkan dirinya sendiri.
Dava anak baik, pengertian dan selalu menurut padanya. Dava juga tidak neko-neko. Tidak ada kata manja bagi Dava walau ia anak satu-satunya. Dava begitu mandiri.
"Bagaimana sekolah kamu, Dav?"
Dava menatap ayahnya dengan tangan memegang cangkang kepiting, "Baik-baik aja, Yah. Seperti biasa."
"Olimpiade sudah ada?"
Dava mengangguk, "Tiga bulan kedepan, antar provinsi." jawab Dava santai. Tangannya kembali mengambil hewan laut yang sudah di masak dengan rasa asam pedas.
"Kamu di tawarkan?" Ares kembali bertanya. Pria empat puluh tahunan itu juga ikut mengambil udang di depan matanya.
"Iya. Tapi Dav belum setuju, Yah."
"Tidak usah di paksa jika kamu memang lelah. Ayah ga pernah target kamu untuk selalu ikut olimpiade. Kalo emang capek, bilang aja, ya?"
Dava tersenyum.
Naomi mengangguk membenarkan ucapan suaminya.
"Benar kata Ayah, Dav. Dava ga perlu paksa otak Dava buat terus bekerja. Dava fokus aja belajar untuk ke jenjang berikutnya." sambar Naomi.
Dava hanya diam menikmati daging kepitingnya.
Ares menyingkirkan cangkang kerang, menarik gelasnya untuk melancarkan tenggorokan.
"Kamu udah nentuin mau lanjut kuliah jurusan apa?" kembali membuka percakapan. Ares memang tipe pria tidak bisa diam jika sedang berkumpul bersama keluarga.
Dava mematung sesaat, bahkan kulit udang yang baru saja ia ingin sisihkan masih menggantung di udara. Ini pertanyaan yang sulit.
Dava berdehem panjang. Sebenarnya ia sudah menemukan jurusan apa yang akan ia ambil nanti. Tapi kembali lagi, ia takut ayah dan bundanya tidak mendukung.
Naomi tersenyum pada sang anak. Keraguan yang di pancarkan oleh wajah Dava terlihat jelas oleh Naomi.
"Ga harus ragu buat bilang apa pilihan kamu, Dav. Bunda dan Ayah ga pernah maksa kamu untuk jadi apa besarnya nanti. Semua pilihan ada di kamu. Masa depan kamu, kamu sendiri yang akan jalani. Kami sebagai orang tua hanya bisa mendukung dan menyemangati Dava," jedanya.
"Dava mau jadi apapun itu, asal Dava sanggup dan siap, Bunda dan Ayah akan dukung."
Ares mengangguk, "Bunda benar, Dav. Bilang, kamu ingin lanjut di bidang apa?" tanya Ares mengejar. Ares penasaran sekali dengan keputusan anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After that [Selesai]
Novela JuvenilSeries # 7 Abila Nafisa Putri *** Setelah kembali dari Belanda, Abila memulai hidup barunya dengan melanjutkan sekolahnya di SMA Merpati. Di nyatakan sembuh dari penyakit mentalnya membuat Abila sangat bersyukur terlebih lagi ia bisa berkumpul deng...