After : Delapan Belas

856 67 9
                                    

Satpam rumah yang menjaga pintu pagar tiba-tiba berlari dengan napas terenggah masuk ke dalam rumah. Abila dan Humairah yang sedang sarapan terkaget.

"Ada apa, Pak?" tanya Abila penasaran.

Satpam itu masih mengatur napasnya, "Itu Non, ada teman Nona di depan pagar."

"Teman saya? Yang mana? Ririn? Yaudah suruh masuk."

Satpam menggeleng, "Bukan, Non. Itu yang antar Non pulang lagi itu, lho, Non. Yang motornya warna biru." jelas satpam sejalas-jelasnya.

Humairah menatap anaknya, "Siapa?"

Abila diam. Motor biru?

"Astaga! Raka!" teriaknya kaget.

Abila sama sekali tidak berbuat janji dengan Raka. Tapi, bagaimana bisa ia membuat temannya menunggu di depan tembok? Bisa di bilang gila jika ada yang melihat Raka.

Abila dengan terburu meminum air di gelasnya, menyalimi Humairah dan lari keluar rumah membawa tas sekolahnya.

Gadis itu masuk ke garasi, mengambil sepeda lipet miliknya lalu di kayuh dengan kecepatan tinggi menuju gerbang.

"Pak, buka." suruhnya pada satpam yang lain.

Benar, ada Raka yang terlihat bingung di atas motornya.

Selesai mengatur napasnya, Abila mendekat pada Raka.

"Raka, ngapain?"

Raka menoleh, memandang Abila dan tembok secara bersamaan.

"Lo Benar-benar tajir, Bil."

Abila ber-hah-ria.

"Rumah lo benar-benar banget. Dari luar benaran kaya tembok biasa dong sumpah, keren!" kagumnya di utarakan dengan lebay pada Abila.

Abila terkekeh dengan geleng.

"Raka ngapain?" tanyanya untuk yang kedua kali.

"Ah... Ayo berangkat bareng," ajaknya.

"Bila bisa jalan sendiri, kok."

"Ga bisa. Kan gue udah di sini, jadi buat apa jalan sendiri? Ayo."

Raka mengulurkan tangannya, meminta Abila untuk mengamitnya dan naik ke ada motor.

Abila masih bingung. Hal ini tidak membuat Raka baper, kan?

"Ayo... Tangan gue bersih, kok. Tadi habis di cuci pake sabut tiga puluh juta."

"Ah? Emang ada, ya? Mahal banget."

Raka dengan antusiasnya mengangguk, "Ada. Itu, yang mirip punya Siska Khol!"

Wajah Abila berubah semangat.

"Mari kita coba!" ucap mereka bersamaan.

Keduanya tertawa.

"Ayo, adeknya Siska Khol, mau bareng sama Abang brokoli, ga?"

Abila dengan tawa mengamit tangan Raka, naik dengan perlahan ke motor itu.

"Siap, Neng? Abang Brokoli mau jalan, nih?"

Abila menabok pundak Raka pelan, "Ada-ada aja, Raka ini."

AT

Dava baru saja memarkirkan motornya di tempat seperti biasa. Ia duduk dahulu di atas motor merahnya berniat menunggu Keira dan Raka yang seperti biasa akan datang lebih siang darinya.

Sambil menunggu, Dava memilih memainkan ponselnya. Sekolah masih sepi, motor-motor yang terparkir di sini pun masih bisa di hitung dengan jari.

Dava berangkat terlalu pagi.

After that [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang