18

2.8K 339 1
                                    

Menyelesaikan dandanannya, perempuan yang kini sudah tampil cantik dengan blouse putih tulang berbahan katun crepe dan celana kulot hitamnya itu pun beranjak keluar dari kamarnya. Sesuai janjinya dengan Yura, Laras akan pergi ke acara resepsi pernikahan perempuan itu bersama Arya siang ini. Arya juga sudah menunggunya di ruang tamu sejak setengah jam yang lalu. Ibunya memberitahu jika Arya sudah sampai saat dirinya masih mencoba memasangkan lensa kontak di kedua bola matanya. Berjalan menuju ruang tamu dengan menenteng pointed heels hitam kesayangannya itu di tangan kiri, Laras tahu jika dirinya tidak bisa lagi bersantai-santai setelah melihat jam di pergelangan tagannya sudah menunjukkan pukul sebelas lewat.

"Ma, Laras pergi dulu, ya," pamit Laras pada sang ibu yang kini malah mengikuti langkahnya menuju ruang tamu.

Arya yang mendapati Laras berjalan menuju ruang tamu pun langsung beranjak dari duduknya, "Om, Tante, berangkat dulu."

"Oh, iya. Hati-hati, ya, Nak," balas Lia yang berdiri di samping suaminya.

"Jangan kemaleman pulangnya," tambah Indra memberi peringatan.

"Siap, Om," balas Arya.

Laras dan Arya kemudian bergantian mencium punggung tangan Lia dan Indra sebelum akhrinya meninggalkan ruang tamu. Masuk ke dalam mobil, Laras langsung memakai sabuk pengamannya. Sementara Arya di sampingnya sedang menyalakan mesin mobil. Setelah memutar balik mobil, Arya menurunkan kaca jendela di sisi Laras kemudian mengangguk pelan ke arah teras di mana kedua orang tua Laras berada.

"Sorry, tadi nunggu lama, ya?" tanya Laras yang merasa tidak enak pada Arya.

"Nggak juga. Si Om ngajak ngobrol. Jadi nggak kerasa kalo ternyata gue nunggu lo setengah jam di ruang tamu," canda Arya.

Laras menghembuskan napas pelan, menatap Arya malas.

"Diajak ngobrol apa aja tadi sama Papa?" tanya Laras setelah hening beberapa saat.

Arya menoleh sesaat pada Laras sebelum akhirnya kembali menatap jalanan di depannya, "Ngomongin kerjaan."

"Nggak ada yang lain?" tanya Laras memastikan.

"Emang harusnya ada yang lain?" tanya Arya balik.

Laras sontak menggeleng, "Ng-nggak."

Laras jarang mengundang teman laki-lakinya ke rumah. Bahkan, semakin jarang dan tidak pernah saat dirinya beranjak semakin dewasa. Teman dekat laki-laki saja Laras hampir tidak punya, apalagi pasangan yang sangat diharapkan kedua orang tuanya itu. Saat Arya datang pertama kali ke rumahnya, Laras sudah takut jika orang tuanya mulai menaruh harapan pada dirinya dan Arya yang saat itu memang hanya berteman. Laras yakin jika kedua orang tuanya bukan tipe yang seperti itu. Namun, perasaan khawatir tidak bisa dihindari karena ia tidak ingin kedua orang tuanya kecewa dengan hasil akhirnya nanti. Laras dan Arya masih ada pada tahap awal yang tidak tahu akan berakhir bagaimana. Maka, saat mengetahui bahwa sang ayah yang akhirnya mendapat kesempatan mengobrol langsung dengan Arya ternyata tidak bertanya macam-macam mengenai hubungan mereka, Laras bernapas lega.

"Tapi tadi gue minta izin ke si Om buat deketin anaknya," celetuk Arya mematikan mesin mobil ketika berhasil memarkirkan mobilnya di area parkir.

Laras sontak menoleh pada Arya dengan kedua mata terbuka lebar. Namun ternyata, lelaki itu sudah berhasil lebih dulu turun dari mobil. Dengan berbagai pertanyaan yang tersimpan di kepalanya, Laras akhirnya menyusul Arya turun dari mobil. Hendak bertanya lebih lanjut, Arya malah meraih telapak tangannya dan mengenggamnya hingga mereka berada di dalam gedung tempat dilaksanakannya resepsi pernikahan Yura dan sang suami.

"Ar," panggil Laras pada akhirnya, "Lo tadi bercanda, kan?"

"Bercanda apaan?" tanya Arya masih menggenggam tangan Laras dengan tangan kanannya.

To you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang