24

2.6K 280 2
                                    

Bergabung ke ruang kerja Arya bersama Farel dan Mas Pandu, Laras masih terdiam di tempatnya karena sang pemiliki ruangan yang memiliki kepentingan belum juga membuka pembicaraan. Lelaki itu masih sibuk menerima panggilan telepon di balik mejanya. Mendapati Farel dan Revan tampak serius, sepertinya memang ada sesuatu yang cukup penting untuk dibicarakan siang ini. Laras langsung menegakkan duduknya saat Arya akhirnya kembali dengan wajah tanpa ekspresi. Lelaki itu menatap satu per satu wajah yang ada di ruangannya itu sebelum akhirnya membuka suara.

"Gue langsung ke intinya aja, ya," ujar Arya membuka pembicaraan dengan menatap Laras yang duduk di seberangnya. "Jadi, tujuan utama gue, Farel, sama Revan ngerintis Trimarta sejak kuliah itu karena kita mau Trimarta bisa punya acara tahunan sendiri dan bisa dinikmati masyarakat. Semua karyawan Trimarta perlu terlibat untuk mewujudkan ini. Let's say, kita mau ngadain festival musik. Menurut gue, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mulai proyek ini." Ada jeda sesaat sebelum akhirnya Arya menatap Laras. "Dan gue, Farel, sama Revan butuh lo sama Mas Pandu buat bantu kita. Gimana?"

Mas Pandu yang kemungkinan besar sudah mengetahui rencana besar ini tampak tidak terkejut dengan penjelasan yang baru saja Arya berikan. Namun, tentu berbeda dengan Laras yang kini tercenung di tempatnya. Dalam benaknya, Laras mulai menganggap Arya gila dengan mempercayakan proyek berskala besar ini padanya. Keempat laki-laki yang berbagi ruangan dengannya pun menatapnya pernuh harap karena keputusan ada di tangannya. Laras merasa dirinya masih sangat amatir. Ia akan percaya diri jika kembali diminta untuk memimpin kelompok kecil seperti timnya, namun, tidak untuk yang satu ini. Laras merasa dirinya belum siap untuk memimpin seluruh orang-orang hebat di balik nama Trimarta. Tidak sekarang.

"I'm not sure if this gonna work. I know my own capacity and I don't think this is for me. Gue belum berani ambil resiko buat proyek sebesar ini, Ar. Maaf," jelas Laras mengutarakan keraguannya. Kedua matanya langsung menemukan kecewa di wajah Arya, Farel, dan Revan yang sebelumnya menatap penuh harap.

"Are you sure, Ras? Ini kesempatan emas buat lo," tanya Revan mencoba meyakinkan Laras.

Laras menggeleng dengan senyum kemudian memberikan alasannya dengan tenang, "Nggak, Van. Untuk pegang tanggung jawab sebesar itu gue belum yakin sama diri gue sendiri. Gue baru di sini dan gue juga masih belajar. Lo bisa percayain proyek ini sama Mas Agung atau yang lainnya mungkin. Jelas, mereka lebih punya pengalaman. Gue bakal ambil porsi yang emang gue rasa diri gue mampu."

"Gini aja, Ras. Gimana kalo kita kasih lo waktu seminggu buat kasih keputusan final lo?" tanya Farel menengahi untuk memberi Laras kesempatan untuk membuat pertimbangan. Ia juga ingin memberikan waktu untuk Laras berpikir dengan tenang. Perempuan itu sepertinya masih terkejut karena ditunjuk secara langsung oleh Arya.

Laras kemudian berpikir sejenak sebelum memberikan kesepakatannya, "A week and if I keep saying no, then it means no."

Seminggu berlalu dan Laras belum juga menunjukkan tanda-tanda akan memberi keputusan. Arya mulai khawatir jika perempuan itu ternyata tidak mau menjadi production manager festival musik yang akan Trimarta selenggarakan paling cepat awal tahun depan. Maka, begitu pertemuan terakhir dengan Neo Property berakhir, Arya yang baru saja mengantar Pak Redy dan tim menuju lift langsung mencegah Laras yang hendak keluar dari ruang meeting. Laras hanya mengikuti Arya ketika lelaki itu menarik lengannya kembali ke dalam ruang meeting. Setelah berhasil menutup kembali pintu kaca ruang meeting, Arya mempersilakan Laras untuk duduk di kursi yang bersebelahan dengannya.

Arya memutar kursinya menghadap Laras sebelum bertanya, "Udah punya keputusan?"

Laras sudah akan melupakan tawaran proyek itu jika Arya tidak mengingatkannya kembali. Bukan karena dirinya tidak mau, hanya saja, Laras masih berulang kali memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika dirinya mengambil kesempatan ini. Ia juga memikirkan kemungkinan lainnya jika dirinya berkata tidak. Dan kini, perempuan itu sudah ada dalam fase di mana dirinya lelah memikirkan ketakutannya jika ini tidak berhasil. Jelas Laras menaruh minat pada proyek berskala besar itu. Dirinya hanya tidak yakin apakah dirinya mampu atau tidak.

To you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang