31

2K 232 2
                                    

"Mbak, Alya berangkat dulu, ya. Assalamu'alaikum," pamit Alya sebelum akhirnya beranjak keluar dari rumah.

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati," balas Laras yang masih menuruni anak tangga dengan terburu.

Pagi ini, Laras bangun terlambat. Entah kenapa, alarm di ponselnya seakan tidak berhasil membangunkannya pagi ini sampai Alya yang sudah bangun lebih dulu darinya harus turun tangan. Bersiap-siap dengan terburu, Laras sebenarnya tidak yakin jika penampilannya hari ini akan serapi biasanya. Perempuan yang hari ini memilih mengenakan blazer berwarna biru muda dan kulot putih itu akhirnya memilih untuk tidak sarapan di rumah untuk menghemat waktu. Diambilnya satu lembar roti tawar dari kotak roti di atas meja makan sebelum meraih kunci mobil milik Tante Wiwit dari atas kabinet.

Kedua tangan Laras kini benar-benar penuh dengan barang bawaannya. Memastikan pintu rumah sudah benar-benar terkunci, Laras pun beranjak menuju mobil milik Tante Wiwit yang terparkir di halaman belakang rumah. Setidaknya, Laras tidak akan terlambat datang ke kantor jika dirinya berangkat dengan mengendarai mobil. Namun harapan Laras satu-satunya itu tidak bisa diandalkan karena begitu dirinya berhasil duduk di balik kemudi, mobil milik Tante Wiwit itu juga tidak menyala. Mata Laras kemudian beralih pada speedometer yang menunjukkan bahwa tangki bensin mobil ini kosong.

Laras tidak punya pilihan lain selain memesan layanan ojek online dengan ponselnya. Sembari menunggu ojek online yang sudah ia pesan, Laras memakan satu lembar roti tawarnya itu untuk sarapan. Keluar dari mobil dengan barang bawaannya yang cukup banyak itu, Laras kemudian beranjak mengunci pintu pagar dengan gembok dan menunggu driver ojek yang ia pesan sampai. Perjalannnya pagi ini cukup lancar sampai akhirnya ojek yang dinaikinya benar-benar berhenti dan tidak bergerak.

Melihat antrian kendaraan di depannya yang cukup panjang, Laras tidak yakin bahwa dirinya bisa sampai di kantor lebih cepat. Jelas Laras tidak bisa tenang jika dirinya tetap diam di tempat sementara waktu terus berjalan. Pagi ini ada meeting yang sangat penting bagi dirinya dan tentunya Trimarta. Memejamkan mata sejenak, kedua mata Laras kemudian mencoba mencoba mencari alternatif lain untuk tiba di kantor tepat waktu. Menggigit bagian dalam mulutnya dengan, Laras menemukan stasiun MRT terdekat. Hanya satu stasiun dan Laras akan sampai di kantornya tepat waktu.

"Pak, saya turun di sini aja, ya. Pembayarannya udah di aplikasi," ucap Laras turun dari atas motor kemudian menyerahkan helmnya pada sang driver.

Sang driver itu tampak bingung. "Loh, kan, udah deket, Mbak."

Laras tersenyum kecil. "Nggak apa-apa, Pak. Makasih, ya."

Setelah itu, Laras langsung melangkahkan kakinya dengan terburu menuju stasiun MRT yang berada di bawah tanah itu. Laras mengorbankan penampilannya pagi ini demi sampai tepat waktu ke kantor. Menuruni anak tangga, tangan kanan Laras bergerak mencari kartu e-money di dalam tas yang terselip di dalam dompetnya. Laras hanya berharap keberuntungan ada di pihaknya pagi ini supaya saldo di dalam kartu itu masih cukup untuk menemani perjalanannya menuju Senayan. Sampai di pintu masuk, Laras menempelkan kartu e-money miliknya pada pintu RFID yang menunjukkan bahwa saldo kartunya itu masih cukup. Laras cukup bernapas lega kemudian kembali melanjutkan langkahnya menuju peron. Tepat saat Laras menghentikan langkahnya, sebuah gerbong kereta berhenti tepat di hadapannya.

Berhasil duduk di salah satu kursi, Laras memeriksa jam di pergelangan tangannya yang kini menunjukkan pukul 07.46 yang artinya, Laras hanya memiliki waktu kurang dari 15 menit untuk sampai di kantor. Biasa sampai di kantor setengah jam sebelum jam kerja, jelas semua orang kini mencari dirinya yang tak kunjung tiba di kantor. Pesan dari Fani dan Farel memenuhi notifikasi di layar ponselnya. Tidak sempat membalas pesan dari Fani dan Farel, Laras langsung beranjak dari kursinya begitu kereta berhenti di stasiun tujuannya.

To you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang