29

2K 229 2
                                    

Saat akan kembali ke ruangannya, Arya menemukan Laras yang baru saja melewati pintu masuk kantor bersama Fani. Perempuan itu baru saja kembali dari meeting bersama partner yang akan mereka ajak bekerja sama. Lebih tepatnya, kini Laras dan timnya sedang bekerja keras mencari partner dengan mengajukan proposal kepada beberapa perusahaan yang sekiranya mau membantu mereka mewujudkan proyek ini. Arya langsung melangkahkan kakinya menuju meja Laras. Perempuan berkemeja garis-garis berwarna lilac itu sedang menaruh barang bawaannya di atas meja ketika Arya sampai. Laras menyadari kedatangan Arya dan sempat melirik ke arah lelaki itu sesaat sebelum akhirnya kembali sibuk dengan folder-folder yang kini tersebar di atas mejanya.

"Ras?" panggil Arya mencoba mengambil alih perhatian Laras dari lembaran kertas yang kini ada di kedua tangan perempuan itu.

"Hmm?" gumam Laras masih fokus membaca lembaran kertas yang berisi SOP itu.

Fani yang menyadari jika Arya diabaikan oleh Laras pun menggulum bibirnya menahan tawa dari kursinya. Ketika akhirnya Arya melayangkan tatapan sinis padanya, Fani memutar kursinya menghindari tatapan tajam lelaki itu. Fani menghela napas lega ketika Mas Pandu, Hanif, dan Yoga akhirnya menyusul bergabung ke meja mereka. Mendapat tatapan tanya dari ketiganya karena keberadaan Arya, Fani mendekatkan jari telunjuknya ke bibir memberi petunjuk agar ketiga lelaki itu tidak mengeluarkan pertanyaan apapun.

"Lunch bareng, yuk, Ras," ajak Arya masih berusaha mengambil perhatian Laras yang masih enggan menoleh ke arahnya.

Laras akhirnya menoleh menatap Arya namun dengan tatapan menyesal. "Yah, Ar. Next time, deh. Gue ada meeting lagi jam setengah dua jadi gue mau sekalian lunch bareng Farel. Sorry."

Mendengar penjelasan Laras, Arya jelas kecewa. Lelaki itu bahkan tidak menutupinya dari raut wajahnya. Sejak Laras disibukkan dengan proyek festival musik ini, Arya merasa bahwa perempuan itu perlahan terasa jauh. Rutinitasnya menjemput dan mengantar Laras pulang ke rumah pun seakan mulai menghilang. Di pagi hari, Arya dan Laras sudah punya jadwal masing-masing yang tentunya tidak bersamaan sehingga Laras merasa tidak enak jika Arya harus menjemputnya terlebih dahulu sebelum melanjutkan harinya. Tak berbeda jauh saat jam kerja usai. Arya dan Laras sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Keduanya juga sering terjebak lembur di waktu yang berbeda.

Arya sempat berusaha mengajak Laras untuk pulang bersama karena sudah larut. Arya menunggu Laras hingga perempuan itu benar-benar selesai dengan pekerjaannya. Mengetahui jika Arya seharusnya bisa pulang lebih awal jika tidak menunggunya, di kemudian hari, Laras mengatakan bahwa Arya tidak perlu menunggunya untuk pulang bersama. Laras hanya merasa tidak enak jika harus terus merepotkan Arya dan mengganggu waktu yang seharusnya lelaki itu bisa gunakan untuk beristirahat sebelum kembali bekerja esok harinya. Arya sempat bersi keras mengantar Laras pulang walaupun harus menunggu. Namun, Laras juga sama keras kepalanya seperti dirinya. Pada akhirnya, Arya yang harus mengalah.

"Rel, mau berangkat kapan?" tanya Laras ketika kedua matanya menemukan Farel yang kebetulan melewati meja kerjanya.

Farel yang merasa namanya terpanggil pun akhirnya menoleh ke sumber suara. "Eh, iya. Bentar, Ras. Gue ambil charger dulu, ketinggalan."

"Oke!" seru Laras ketika Farel sudah berjalan menjauh dari meja kerjanya.

Menelan rasa kecewa, Arya mencoba mengerti. Jelas dirinya tidak memiliki hak atas waktu berharga Laras yang jelas sedang fokus dengan pekerjaannya. Arya memberi anggukan sebagai balasan. "Oke, deh. Kalo gitu, gue duluan. Sorry, ganggu. Good luck buat meeting-nya nanti."

Laras mengangguk pelan. "Thank you."

Sebenarnya, Laras menyadari raut wajah kecewa Arya. Namun, dirinya hanya tidak ingin berekspektasi lebih jauh tentang lelaki itu. Laras takut jika dirinya kembali menyalahartikan sikap peduli Arya. Akan sangat tidak lucu jika perasaan sepihaknya itu kembali terulang. Laras tahu jika kini dirinya dan Arya sedang berjarak dan ia membiarkannya seperti itu untuk sementara waktu. Laras hanya ingin menjaga kewarasannya selama proyek ini berlangsung tanpa melibatkan perasaan-perasaan pribadi yang bisa saja mengacaukan segalanya.

To you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang