20

2.9K 343 1
                                    

Seperti yang sudah direncanakan sejak dua minggu yang lalu, akhirnya Arya pergi mendatangi kediaman keluarga Om Arif. Lelaki itu akan ikut bersepeda dengan Laras dan keluarga Om Arif pagi ini. Setibanya di kediaman keluarga Om Arif, Arya langsung menemukan Om Arif yang tampak sedang mencari sesuatu di garasi. Kedatangan Arya membuat pria paruh baya itu menghentikan pekerjaannya. Om Arif menghampiri Arya yang sudah turun dari mobilnya, kemudian meminta Arya untuk memarkirkan mobil di halaman belakang karena tidak ada lagi kosong untuk lelaki itu memarkirkan mobil di halaman depan. Dengan begitu, Arya kembali melajukan mobilnya memutari area kompleks untuk sampai di bagian belakang rumah Om Arif. Di sana, sudah ada Laras yang sedang membukakan pintu gerbang untuknya.

Setelah berhasil membukakan pintu gerbang untuk Arya, Laras yang sudah siap dengan pakaian olahraga berwarna abu-abunya itu kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil sepedanya, lebih tepatnya sepeda milik Om Arif. Pamannya yang memang pecinta sepeda sejak lima tahun belakangan itu tentu memiliki sepeda lebih dari satu. Salah satunya biasa Laras gunakan ketika Om Arif mengajaknya bersepeda di akhir pekan, tak terkecuali hari ini. Berhasil mengeluarkan sepeda dari dalam rumah, Laras kemudian menemukan Arya yang masih mencoba menurunkan sepedanya dari pintu bagasi mobil. Dengan sepeda yang dirinya dorong dan helm yang menggantung di lengan kanannya, Laras menghampiri lelaki itu.

"Nggak di kantor, nggak weekend, ketemunya lo lagi lo lagi. Bosen gue," canda Laras ketika melewati Arya.

"Seneng kali, bukan bosen. Jujur aja," balas Arya ketika dirinya berhasil menurunkan sepedanya dari pintu bagasi mobil.

"Bukannya itu lo, ya?" tanya Laras, tidak ingin kalah.

Arya kemudian tersenyum, "Tuh, lo tau jawabannya."

Laras langsung melayangkan tatapan datar pada Arya, "Apa, sih, lo. Basi."

"Gue serius, Ras. Gue seneng ketemu sama lo lagi. Bahkan, gue nggak ngira kalo bakal sesering ini. Gue seneng karena pasti ada aja kejadian sama lo yang bikin gue berasa belajar lagi," jelas Arya.

Laras tersenyum kecil, menyembunyikan jantungnya yang kini berdebar, "Thank you, I'll take that as a compliment."

"Udah pada siap, kan?" suara Om Arif yang berasal dari arah pintu berhasil mengalihkan perhatian Laras dan Arya. Disusul kehadiran Tante Wiwit, Aga, dan Alya dengan sepedanya masing-masing.

"Udah, Om," balas Laras yang kini sudah menaiki sepedanya, "Kita hari ini rutenya mau ke mana aja?"

"GBK," balas Om Arif yang sudah mengayuh sepedanya keluar dari pintu pagar rumah melewati Laras dan Arya.

Alya yang mendengar destinasi akhir kegiatan bersepeda mereka itu pun langsung mengentikan sepedanya keluar dari pagar rumah, "Ayah... Kan, janjinya nggak akan jauh-jauh."

"Ya, elah, Al. Udah pernah juga sampe GBK. Emang mau sendirian di rumah?" tanya Aga yang menghentikan sepeda di samping adiknya itu.

Merasa kesal, Alya mengabaikan sang kakak dan memilih menyusul ayah dan ibunya menuntun sepeda keluar dari halaman rumah.

"Ras, nitip ini dong," cegah Arya ketika Laras sudah akan beranjak dari tempatnya sembari menyodorkan hp, dompet, dan kunci mobilnya pada Laras.

Memberi tatapan jengah, pada akhirna, Laras tetap menerima tiga barang penting milik Arya dari tangan lelaki itu, "Banyak banget, ya, Pak, titipannya."

Setelah Tante Wiwit memastikan bahwa gembok pintu pagar rumah sudah benar-benar terkunci, mereka akhirnya memulai perjalanan mereka menuju Gelora Bung Karno. Udara pagi ini cukup sejuk. Semalam, ibu kota diguyur hujan deras hingga pada akhirnya Matahari memancarkan sinarnya menjelang fajar. Bagi Laras, ini adalah pagi yang benar-benar sempurna untuk memulai hari. Menikmati perjalanan menuju pusat ibu kota, Laras tertinggal cukup jauh bersama Alya yang tampak mulai kelelahan di sampingnya. Om Arif dan Tante Wiwit yang memang cukup rutin bersepeda memimpin di depan. Arya dan Aga menyusul di bekalang.

To you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang