"Lo udah baikan sama Arya, Ras?" tanya Fani langsung menghampiri Laras yang baru saja datang bersama Arya.
Laras mengangguk dengan senyum kecil di wajahnya sebelum kembali melanjutkan langkahnya. Setelah kejadian semalam, pagi ini Fani menemukan Laras turun dari mobil Arya yang baru saja terparkir rapi di halaman kantor Trimarta. Walaupun kedua mata Laras tampak sedikit sembab, Fani benar-benar menemukan kondisi perempuan berkacamata itu sangat berbanding terbalik dengan semalam. Laras terlalu tampak baik-baik saja.
Fani yang masih takjub dengan Laras yang dengan mudah berdamai dengan Arya pun menyusul langkah perempuan itu. "Segampang itu?"
Laras menghentikan langkahnya kemudian memutar tubuhnya menghadap Fani. "No, it's not like that, Fan. Gue sama Arya belum selesai, but we must go to work and make sure that we don't interrupt today's workflow."
"I don't get it, Ras," ujar Fani mencegah Laras melanjutkan langkahnya.
Laras mengernyitkan dahinya bingung. "Why?"
"I mean, how?" tanya Fani menuntut penjelasan dari Laras.
Laras menghela napas pelan kemudian kembali berbalik menghadap Fani. "Fan, Arya paham sama kesalahannya dan minta maaf ke gue langsung pagi ini udah lebih dari cukup buat gue. He's one of a kind yang nggak akan ngulur-ngulur waktu untuk minta maaf kalo dia tahu dia salah and I really appreciate that."
"Tapi, Ras, I'm saying this karena lo sama Arya udah mau nikah. I care about you and Arya. Gue yakin lo juga paham kalo masalah kayak gini enggak bisa dibirain lewat gitu aja. Ini pasti bakal berdampak ke kehidupan pernikahan lo nanti kalo nggak diselesein," ujar Fani tidak bisa lagi menahan rasa khawatirnya.
Laras tersenyum kecil. "Fan, jangan anggep gue maafin Arya artinya masalahnya udah beres. Gue sama Arya masih perlu ngobrol banyak tentang ini. I chose to forgive him for now," jelas Laras dengan senyum kecil kemudian tangan kanannya bergerak menepuk pundak Fani. "I hope it answer your confusion."
"I don't understand, Van. She's so calm, stubborn, and stay professional, even in her romantic relationship," ujar Fani pada Revan yang menggantikan Laras di sampingnya. Ditatapnya punggung Laras yang semakin menjauh dari area halaman kantor.
Hampir dua tahun terakhir bekerja dengan Laras, Fani menjadi semakin mengenal perempuan itu. Laras adalah tipe yang menghindari konflik sehingga perempuan itu hampir menerima semuanya dengan apa adanya. Fani juga jarang menemukan Laras yang melawan atau mengemukakan pendapatnya yang berebeda dengan orang lain sampai harus berdebat hingga berapi-api. Laras terlalu tenang. Perempuan itu lebih banyak menghabiskan waktu untuk berpikir sebelum akhirnya menyuarakan ketidak setujuannya.
"She has her reason, Fan. Her past built her today," balas Revan yang berdiri di samping Fani dengan kedua lengan terlipat di depan dada. "Masuk, yuk! Entar ketinggalan meeting lagi."
Menghela napas, Fani pun akhirnya menyamakan langkahnya menyusul Revan.
Sebelum pindah ke Jakarta, kantor Trimarta berlokasi di sebuah rumah indekos di daerah Cipaganti. Bangunan rumahan yang salah satu ruangannya dijadikan kantor Trimarta di tahun pertamanya itu merupakan milik keluarga Farel sehingga mereka hanya perlu membayar setengah dari harga sewa. Sebelum menempati ruangan berukuran 3x4 meter itu, Arya dan rekan-rekan kerjanya itu bekerja secara nomaden dengan memanfaatkan co-working space yang tersebar di seluruh penjuru Kota Bandung. Jika ada rapat dengan pihak eksternal, mereka melakukannya juga melakukannya di co-working space atau di kantor pihak eksternal yang bersangkutan seperti yang Laras dan yang lainnya lakukan sekarang dengan pensi sekolah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
To you.
ChickLit[Daftar Pendek Wattys 2022] Laras baru saja berhenti dari pekerjaannya setelah kontrak kerja tiga tahunnya berakhir. Menginjak usia 27, Laras masih ingin mencari tahu banyak hal tentang dirinya sendiri. Masih banyak mimpi-mimpinya untuk orang-orang...