Arya mengernyit bingung ketika mendapat tepukan tangan meriah dari Nadya dari balik layar laptopnya setelah menceritakan seluruh kejadian yang bersangkutan dengan Laras. Jarak Bandung-Jakarta dan kesibukan pekerjaan keduanya tak menjadi penghalang karena Arya dan Nadya menemukan cara lain untuk saling berbagi cerita. Melakukan panggilan video seperti ini dengan Nadya sudah menjadi kegiatan yang cukup sering Arya lakukan ketika butuh pendapat lain tentang persoalan yang sedang ia hadapi. Nadya adalah salah satu dari sekian temannya yang selalu memiliki pandangan yang sangat bertolak belakang dengan dirinya namun tetap bisa membuat dirinya menerima pandangan perempuan itu. Bisa dibilang, ia hampir menceritakan seluruh persoalan hidupnya pada Nadya sejak dirinya mengenal perempuan itu.
"Kenapa lo pake tepuk tangan sengala?" tanya Arya menatap layar laptopnya tanpa minat.
Nadya masih terbengong di tempatnya sebelum akhirnya kembali memuji keberanian Arya. "Wah, lo keren pol pokoknya, Ar."
"Why is that?" tanya Arya masih tidak paham dengan reaksi Nadya yang terkesan cukup berlebihan itu.
"Gue tau sisi lo yang perasa karena lo nunjukkin itu ke gue, tapi lo juga tau gue nggak pernah setakjub ini. Kenapa? Jawabannya karena ini tentang lo sama Laras. Demi apapun, Ar, gue masih nggak nyangka you have that kind of feeling ke Laras, sahabat gue." Nadya masih sibuk mengutarakan keterkejutannya dibanding menjawab pertanyaan Arya. "One thing, Ar, you must have courage for her."
"Then, tell me how," desak Arya.
Nadya tampak membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegak kemudian memasang wajah serius, jari-jari tangannya saling bersentuhan satu sama lain, "Oke, gue di sini memposisikan diri sebagai sahabat lo dan juga sahabat Laras. Pertama, ada beberapa hal yang emang perlu lo pastikan sendiri ke Laras dengan ngobrol tentunya. Well, kalo lo belom tau, Laras itu sebenernya suka ngobrolin banyak hal. Gue cuma akan cerita gimana sosok Laras yang selama ini gue kenal juga dari beberapa obrolan kita. Mungkin lo juga udah tau karena jelas lo kenal Laras jauh lebih dulu daripada gue."
"Oke, go on," balas Arya menyiapkan telinganya dengan seksama untuk mendengar cerita Nadya.
"The most important thing you need to know and you need to put on your mind is that Laras owns herself. Sejauh apapun lo masuk ke dalam kehidupannya, lo nggak akan punya power untuk maksa dia, terlebih kalo dia udah punya keputusan sendiri. Laras, tuh, bebas. Dia terbiasa hidup kayak gitu karna sejak kecil dari keluarganya pun nggak pernah menuntut. Jadi, yang gue mohon dengan sangat amat ke lo adalah kalo lo emang yakin sama Laras, jangan pernah kekang dia, jangan paksa dia kalo dia nggak mau. Dengerin alasan dia. Lo juga harus paham kalo Laras itu anak pertama di keluarganya. Mungkin itu yang jadi salah satu alasan Laras belom siap selain karena hati. Terlepas dari dia adalah seorang perempuan, Laras pasti tetep mikul tanggung jawabnya sebagai anak pertama. Adiknya masih kuliah, Ar. Walaupun orang tuanya jelas masih mampu untuk membiayai pendidikan Angga, Laras yang udah punya penghasilannya sendiri pasti merasa bertanggung jawab untuk bantu," jelas Nadya yang kemudian terdiam menyadari sesuatu. "Oh my God, Ar, gue sendiri baru sadar kalo Laras serumit itu."
Mungkin bukan hanya Laras yang rumit karena hampir seluruh individu yang sudah Arya kenal lebih jauh juga sama. Manusia yang diciptakan bersama dengan akal dan rasa pada dasarnya memang rumit. Ini tentang bagimana Arya bisa menerima itu.
"Ar, Laras punya skala prioritasnya sendiri. Selama gue kenal sama dia, kayaknya gue belom pernah denger Laras pengen punya pacar atau pasangan. Yang artinya, itu belom jadi prioritas dia. You better ask her about that," saran Nadya.
KAMU SEDANG MEMBACA
To you.
ChickLit[Daftar Pendek Wattys 2022] Laras baru saja berhenti dari pekerjaannya setelah kontrak kerja tiga tahunnya berakhir. Menginjak usia 27, Laras masih ingin mencari tahu banyak hal tentang dirinya sendiri. Masih banyak mimpi-mimpinya untuk orang-orang...