39

2K 209 5
                                    

Laras ingat betul kali pertamanya bermain ice skating adalah bersama Rika. Saat itu, keduanya masih duduk di bangku perkuliahan. Paris Van Java yang merupakan satu-satunya mal di Kota Bandung yang memiliki ice rink menjadi tujuan mereka. Sama-sama tidak memiliki pacar semasa sekolah, Laras dan Rika memang paling sering menghabiskan waktu bersama. Dimulai dengan hobi mereka pergi menonton ke bioskop bersama sepulang sekolah, mendatangi café baru yang cukup populer saat itu, hingga melakukan hal-hal menyenangkan lainnya, seperti trip ke Dufan, bermain ice skating, pergi ke galeri seni, dan photobox. Bagi Laras, memiliki teman yang bisa diajak melakukan banyak hal saja itu sudah lebih dari cukup. Lalu, untuk apa memiliki pacar jika hal-hal tersebut bisa dilakukan dengan teman-temannya?

Ini adalah kali kedua Laras menginjakkan kaki di dalam ice rink setelah bertahun-tahun lamanya. Laras masih berada sangat dekat dengan pintu masuk rink di saat adik-adiknya sudah lebih dulu menuju bagian tengah rink. Laras juga masih belum berani menggerakan kakinya dan terdiam di pinggiran rink sambil berpegangan pada pagar pembatas. Mengangkat wajahnya, mata Laras langsung menemukan Arya yang kini sedang meluncur ke arahnya. Lelaki itu tampak cukup mahir bermain di atas es, tidak seperti dirinya yang masih kaku.

"Nggak ke tengah?" tanya Arya berhenti tepat di hadapan Laras.

"Lo duluan aja. Gue udah lupa caranya main skating," balas Arya.

Arya yang kini bersandar pada pagar pembatas di samping Laras tersenyum kecil. "Belum pernah main skating lagi sejak yang sama Rika?"

Laras sontak menoleh pada Arya dengan keterkejutan di wajahnya. "Gimana lo bisa tau?"

"Oh, bener, ya?" tanya Arya memastikan.

"Bentar," ujar Laras memutar tubuhnya menghadap Arya. "Itu, kan, udah lama banget. Kok, lo bisa inget?"

Arya terdiam sesaat memikirkan jawabannya. "Tiba-tiba keinget aja sama snapgram kamu yang bareng Rika."

Walaupun belum puas dengan jawaban Arya, Laras hanya mengangguk-angguk sebagai balasan dan tidak bertanya lebih lanjut.

"Kamu sama adik-adik kamu emang deket banget, ya?" tanya Arya menjatuhkan pada adik-adik Laras yang berada di tengah-tengah rink.

Laras mengangguk, "Dulu, hampir setiap akhir pekan kita pasti dateng ke rumah Oma. Bisa dibilang kita tumbuh bareng dari kecil. Setelah Oma nggak ada dan rumah Oma dijual, intensitas kita ketemu makin jarang. Apalagi, setelah kita jadi remaja yang sibuk sama dunianya masing-masing. Tapi, yang namanya saudara dan kita kecilnya bareng, ya, ujung-ujungnya setelah beranjak semakin dewasa, kita balik kumpul bareng lagi."

"Kamu sama Alya bedanya jauh, ya, Ras?" tanya Arya yang senang mendengar Laras bisa becerita tentang masa kecilnya yang sama sekali dirinya belum pernah ketahui.

"Jauh banget, 10 tahun, Ar," balas Laras.

"Wow... Tapi, kok, kamu kayaknya deket banget sama Alya kayak ke adik sendiri?" tanya Arya sembari melambaikan tangan pada Alya yang mengajak dirinya dan Laras untuk segera bergabung ke tengah rink.

"Angga sama Aga seumuran dan mereka sama-sama cowok. Ada kalanya gue ngerasa sendirian dan pengen banget punya adik perempuan biar gue ada temennya gitu. Doa gue terkabulkan waktu Tante Wiwit hamil Alya. Dari kecil Alya emang udah sama gue. Sampe dia kelas 6 SD, kita masih suka gandengan tangan kalo pergi bareng. Nggak kerasa banget dia sekarang bahkan udah punya cowok," jelas Laras.

Tiba-tiba, Arya mengulurkan tangan kanannya di hadapan Laras. Perempuan yang dilanda dengan tanda besar itu kemudian mengangkat wajahnya menatap lelaki di hadapannya dengan kerut di dahinya. Arya malah memasang senyum kecil di wajahnya.

To you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang