Mengatur napas sembari menyeka air matanya yang membekas di pipi, Laras melanjutkan langkahnya kembali ke meja dimana Fani dan yang lainnya berada. Tangannya langsung bergerak dengan terburu memasukkan mukena ke dalam tasnya sebelum kemudian meraihnya.
"Dyr, I'm so sorry for making things get worse," ucap Laras pada Dyra sebelum akhirnya berpamitan dengan yang lainnya. "Gue duluan."
Dengan begitu, Laras meninggalkan yang lainnya dalam tanda tanya. Revan yang merasa sesuatu baru saja terjadi pada Laras pun segera meraih jaketnya menyusul perempuan menuju parkiran mobil. Saat melewati meja kasir, Revan yang sudah memakai jaketnya dengan benar berpapasan dengan Arya yang tampak tak bernyawa. Arya yang detik berikutnya menyadari Revan tepat berada di hadapannya itu pun mendongak kemudian mengikuti arah pandang sahabatnya itu. Ia menemukan Laras keluar dari Peace of Cake menuju mobilnya.
Arya kembali menatap Revan, menepuk lengan sahabatnya itu. "Gue titip Laras, ya, Van. She's not fine."
Revan mengangguk pelan. "Duluan, Bro."
Apapun yang terjadi di antara Laras dan Arya, Revan tidak akan ikut campur jika tidak dimintai bantuan. Ia akan membiarkan keduanya menyelesaikan urusan mereka sendiri.
Melanjutkan langkahnya menyusul Laras ke parkiran mobil, Revan menemukan Laras masih berdiri di samping mobilnya. Sepertinya, Laras sedang mencari kunci mobil di dalam tasnya. Revan berdiri tepat di samping Laras di saat yang bersamaan dengan perempuan itu menemukan kunci mobil dari dalam tasnya.
"Ras, siniin kunci mobil lo. Gue anter," ujar Revan mengajukan tangan kanannya meminta kunci mobil Laras.
"Lo, kan, bawa motor. Nggak usah repot-repot, Van. Gue bisa pulang sendiri," balas Laras yang merasa tidak enak jika harus merepotkan Revan di saat dirinya masih baik-baik saja seperti sekarang.
Revan memikirkan cara lain agar perempuan yang pikirannya sedang kacau di hadapannya itu mau dibujuk. "Kalo gitu, gue ikutin mobil lo dari belakang pake motor gue."
"Gue enggak apa-apa, Revan. Lagian rumah gue deket dari sini," balas Laras mencoba meyakinkan Revan.
"But you're not. Pokoknya, gue ikutin mobil lo. Jangan liat gue sebagai sahabatnya Arya tapi gue juga temen lo, plus calon suaminya sahabat lo. Gue nggak mau besok pagi disalahin Nadya kalo lo kenapa-napa padahal gue abis sama lo," ujar Revan beralasan.
Laras pun akhirnya mengalah. "Ya, udah."
"Oke, lo tunggu di sini, ya. Awas jangan kabur! Gue ambil motor dulu," ujar Revan memperingati.
Laras mulai tidak habis pikir dengan Revan yang terkesan cukup berlebihan. "Iya, Van."
Melihat Revan berlari kecil menuju parkiran motor, Laras pun masuk ke dalam mobil. Duduk di balik kemudi, Laras menaruh lengannya pada setir mobil kemudian menundukkan wajahnya di sana. Ia sudah benar-benar lelah secara fisik setelah seharian berkeliling Kota Bandung menemani Andini mengambil pesanan mereka ke vendor kemudian harus beradu mulut dengan Arya yang cukup menguras emosinya. Rasa sesak kembali memenuhi dadanya.
Tak lama kemudian, Laras mendengar suara ketukan di kaca jendela mobilnya. Mengangkat wajahnya, Laras menemukan Revan sudah kembali dengan motornya. Perempuan itu kemudian menekan tombol untuk menurunkan kaca jendela pintu mobilnya.
"Pake seatbelt lo, Ras," ujar Revan mengingatkan. Revan benar-benar yakin jika Laras memang sedang tidak baik-baik saja.
"Oh, iya," dengan segera, Laras memakai sabuk pengamannya kemudian menyalakan mesin mobil.
"Lo beneran bisa nyetir dalam keadaan kayak gini, Ras?" tanya Revan kembali memastikan.
"I'm alright."
KAMU SEDANG MEMBACA
To you.
ChickLit[Daftar Pendek Wattys 2022] Laras baru saja berhenti dari pekerjaannya setelah kontrak kerja tiga tahunnya berakhir. Menginjak usia 27, Laras masih ingin mencari tahu banyak hal tentang dirinya sendiri. Masih banyak mimpi-mimpinya untuk orang-orang...