Selamat membaca 💙
Kalo malam ini vote bisa nembus 2k dan comment bisa nembus 4.5k. Besok update lagi!
Ayo semangat vote dan comment nya!!!
***
Jika sedang banyak ulangan seperti sekarang, Agra memang jarang berkumpul dengan anak Leander. Meski banyak tingkah dan kerap kali berbuat ulah yang membuat ibunya pusing. Agra masih sadar dengan kewajibannya sebagai satu-satunya keturunan dari Sultan Megantara. Dia harus selalu menjadi yang pertama di kelas, ayahnya tidak pernah memberikan kelonggaran sekalipun yang menjadi lawan adalah sepupunya sendiri.
Maka itu Agra selalu belajar, walaupun dia belajar hanya saat ada ulangan saja. Dia memang sudah mendapatkan prediksi soal dari Zeta, namun dia juga harus mempelajari itu. Agar saat ulangan dia tetap bisa menjawab, meski soal yang keluar berbeda dari prediksi soal yang diberikan Zeta.
Agra duduk di sofa ruang keluarga, sedang sangat fokus memahami soal beserta jawaban yang tadi Zeta berikan saat di sekolah. Lebih tepatnya yang cewek itu berikan karena tidak ingin melihat wajahnya.
"Lagi belajar, Gra?" Itu suara Sultan---ayah Agra yang tersenyum saat menemukan anak satu-satunya itu di ruang keluarga.
Agra menoleh ke sumber suara, mengangguk pada ayahnya. "Iya Pa, ada ulangan semester sebelum ujian kenaikan kelas," jawabnya.
"Kali ini bisa juara satu lagi kan?" lontar ayahnya. Itu bukan pertanyaan melainkan perintah. Jika pun Agra mengatakan tidak, ayahnya tetap akan menekan sambil mengatakan 'harus bisa'.
Agra bosan, dan terkadang dia ingin sekali mengeluh. Mungkin saja kalau dia bukan anak satu-satunya, dia tidak akan dituntut sekeras ini.
Dan lagi kenapa ayahnya menjadi sangat keras kepadanya? Alasannya karena ada Sakha.
Ayahnya selalu menuntut untuk bisa menjadi lebih baik dari Sakha. Tapi sifat dan kepribadian seseorang tetap akan berbeda sekalipun soal nilai Agra bisa melampaui Sakha. Sakha pribadi yang penurut, patuh dengan orang tua, dan bisa bersikap ramah kepada setiap orang, siapa pun akan menyukai bila memiliki anak seperti Sakha. Lain pula pribadi Agra yang tidak suka diatur, dan Agra juga tidak bisa bersikap ramah kepada siapa saja. Agra senang menghabiskan, sedangkan Sakha tidak. Agra lebih manja dengan kakeknya, sedangkan Sakha masih ditaraf normal. Dan juga jiwa pemimpin Sakha lebih baik dari Agra yang hanya bisa marah-marah dan bertingkah semaunya.
Menurut ayahnya, tidak ada yang bisa dibanggakan dari anak sepertinya. Dan Agra tidak keberatan dengan itu. Namun semuanya menjadi sangat berat ketika ayahnya mencoba membuatnya menjadi seperti Sakha kedua. Apa-apa harus lebih baik dari Sakha. Sifat dan kepribadian juga harus seperti Sakha. Apa pun itu harus bisa seperti Sakha. Hanya saat di sekolah saja Agra bisa menjadi dirinya sendiri.
Dan jika ayahnya tahu soal itu, maka saat itu juga Agra tidak tahu bagaimana nasibnya akan berakhir. Mungkin ayahnya tidak mau mengakui dirinya lagi sebagai anak.
Sebab itu, agar ayahnya tidak pernah curiga. Agra harus menutupi dengan nilai yang sempurna.
***
Sudah berjam-jam lamanya Agra menghabiskan waktu untuk memahami soal-soal. Sekarang bahkan sudah hampir masuk waktu isya. Agra memutuskan istirahat sebentar, keluar rumah untuk mencari udara segar.
Biasanya di jam-jam segini ada pedagang sate keliling kesukaannya yang lewat.
Spontan saja bibirnya mengukir senyum ketika melihat Zeta bersama Mbak Laras sedang berdiri di luar gerbang. Pasti sedang menunggu pedagang sate lewat karena Mbak Laras memegang piring kaca. Sedangkan Zeta menggendong anak kucing yang beberapa waktu lalu cewek itu selamatkan dari dalam selokan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Luka
Teen Fiction"Lo suka sama gue kan?" Zeta mengangguk cepat dengan matanya yang berbinar. "Mau jadi pacar gue kan?" Zeta mengangguk lagi. Agra tersenyum, senyum yang begitu Zeta suka. "Kalo lo bisa selesaikan tugas gue dalam waktu satu jam dan gue dapat nilai...