20. Mengalah

226K 30.1K 7.2K
                                    

Selamat membaca 💙

Jangan lupa untuk selalu vote dan spam comment ya.

Tinggalkan jejak dulu. Kamu baca bagian ini jam berapa?

***

Saat ini Zeta sedang berada di kantin bersama Icha. Tadi sebelum jam istirahat Icha menghubunginya, meminta pergi ke kantin bersama. Zeta dan Icha bukanlah teman dekat. Mereka layaknya teman biasa yang jika bertemu akan saling menyapa dan obrolan mereka selalu tidak jauh-jauh dari membahas yang berkaitan dengan ekskul cheerleader.

"Jadi lo kenapa tiba-tiba mau makan bareng gue?" Zeta bertanya saat mereka selesai memesan bakso. Dan sekarang sedang menunggu pesanan datang. "Jangan bilang mau bahas tentang cheers ya. Gue sekarang udah resmi keluar," ucap Zeta sengaja mengingatkan kapten cheers sekolah mereka itu.

Icha tertawa kecil. "Jadi lo nggak ada niatan balik ke ekskul cheerleader lagi nih ceritanya?" Cewek itu sengaja memancing.

"Nggak ada," balas Zeta cepat. Membuat keduanya kompak tertawa.

Icha yang lebih dulu berhenti, pura-pura menatap Zeta serius.

"Keliatan banget lo senengnya udah lepas dari club cheers," celetuk Icha.

Tidak membalas, Zeta tersenyum saja. Dia mengaduk-aduk es tehnya menggunakan sedotan. Icha anaknya asyik. Dengan siapa pun gampang bergaul. Mungkin itu sebabnya, meski tidak terlalu sering berkomunikasi. Zeta nyaman-nyaman saja jika duduk di kantin bersama Icha.

"Gue mau konsultasi," ucap Icha lagi.

Tertawa Zeta mendengarnya. "Gue bukan guru BK," ledeknya.

"Makanya itu gue tanya sama lo."

"Masalah pelajaran?" tebak Zeta. Tapi setahunya Icha tidak pernah punya masalah dalam nilai. Cewek itu terbilang bisa mengontrol nilainya, meski sibuk dengan kegiatan di ekskul cheerleader.

Icha mengangguk membenarkan. "Gimana sih caranya biar bisa pintar, Ta?" tanya cewek itu.

"Belajar," jawab Zeta cepat.

Icha mengangguk kecewa. Kalau itu pun dia tahu.

"Memangnya nggak ada cara lain ya?" Cewek itu kekeh bertanya.

Salah satu alis Zeta mengerut mendengar pertanyaan Icha.

"Enak nggak sih jadi anak pintar?" Icha bertanya lagi.

Zeta tidak bisa menahan tawanya mendengar pertanyaan Icha barusan.

"Lo cuma mau bicara gitu doang sama gue?" celetuknya.

"Kenapa?"

Zeta tersenyum.

"Keliatan banget kalo sebenernya lo nggak punya pembahasan buat diomongin sama gue," celetuk Zeta. Icha tertawa dibuatnya. Begitu lepas hingga sebagian mata di kantin melihat ke arah mereka.

"Dasar," umpat Icha saat berhenti tertawa. "Tadi gue cuma mau basa-basi doang."

"Ya lo ngapain pakek basa-basi? Kayak kita baru kenal hari ini aja," balas Zeta.

Icha cengengesan.

"Tapi kalo lo mau konsultasi tentang cowok, lo salah tempat. Gue nggak ahli  dalam begituan," sambung Zeta. Tepat sasaran karena Icha langsung kicep.

"Kasus gue nggak berat kok, Ta. Lo denger dulu."

Zeta menghela napasnya. "Ya udah apa? Senggaknya gue bisa jadi pendengar yang baik," ucapnya.

Garis LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang