Selamat Membaca 💙
***
Saat melihat anak-anak cheers sedang latihan, Agra lantas mendekat ke pinggir lapangan. Berkacak pinggang, cowok itu tersenyum melihat Kia begitu lincah bergerak bersama teman-teman cheers-nya yang lain.
Memperhatikan anak cheers yang sedang latihan. Agra jadi menyadari keberadaan Zeta yang tidak ada di antara anak cheers yang lain.
Dia tidak pernah sepenasaran ini, apalagi yang menyangkut tentang Zeta. Tapi hari ini Agra ingin tahu di mana cewek itu berada. Kepala Agra celingak-celinguk, melihat ke sudut kanan lapangan, lalu ke sudut kiri. Tetap tidak melihat sosok cewek pintar itu.
"Kamu cari siapa sih?" tanya Kia. Dia yang ingin mengambil minuman di pinggir lapangan, heran melihat kelakuan kekasihnya itu.
"Zeta. Dia nggak latihan?" Agra berterus terang.
"Oh Zeta," seru Kia. Dia meneguk air minumnya. Kemudian melihat Agra kembali. "Kamu nggak tau? Dia kan udah keluar dari club cheers, makanya balik ke ekskul musik," ujar Kia.
"Keluar?" ulang Agra. Jelas sekali kalau cowok itu masih tidak percaya. Agra pikir Zeta hanya sekadar kembali ke ekskul musik, dia tidak berpikir cewek itu melepaskan club cheers sebagai gantinya.
Kia mengangguk. "Iya keluar, udah lebih seminggu sih. Tapi kalo sekarang memang anaknya nggak datang sekolah. Nggak tau kenapa," ucap Kia lagi.
Agra mengangguk-angguk paham. Hal itu membuat Kia tersenyum.
"Gra, nanti ke mal lagi yuk? Barang yang aku pingin banget beli kemarin nggak ada. Baru hari masuknya," pinta cewek itu. Matanya menatap Agra penuh harap, sengaja memajukan bibir bawahnya satu senti, agar terlihat menggemaskan di mata Agra.
Agra balas tersenyum, mengusap puncak kepala Kia.
"Jangan hari ini ya, nanti aku mau langsung pulang."
"Yah, jadi kapan?" rajuk Kia. "Besok ya?"
Agra tersenyum. "Hm, besok," ucapnya. Membuat Kia tersenyum senang. Langsung memberikan Agra pelukan singkat.
Di koridor lima anak Leander menggeleng kompak melihat kelakuan Agra yang masih tidak peka sedang dibego-begoin Kia.
"Sumpah gue mulai nggak tahan! Agra itu memang ngeselin, bawaannya kalo bicara sama dia gue mau adu tinju mulu. Tapi dia itu tetep sohib yang baik buat gue! Gue nggak mau liat dia dibego-begoin kayak gini terus!" ucap Nevan menggebu-gebu. Dia tadi duduk di bangku panjang bersama Ojan, dan Jagad. Kini ikut berdiri seperti Sakha dan Barry.
Nevan mengambil ancang-ancang pergi ke lapangan menemui Agra. Tapi lagi-lagi Sakha menghentikannya.
"Lo kenapa sih, Ka? Mau kekayaan keluarga lo habis dimakan tuh cewek ular?" kesal Nevan.
"Bener, woy, Ka! Tunggu Agra sadar mau sampe kapan? Lo tau sendiri tuh anak kepekaannya cuma satu persen. Dua tahun lagi pun gue nggak jamin Agra bisa sadar," ucap Barry ikut-ikutan kesal.
Sakha diam saja mendengar keluhan teman-temannya. Dia memperhatikan Agra yang masih bersama Kia di lapangan. Dari banyaknya cewek, kenapa sepupunya itu harus terjerat dengan cewek yang seperti Kia itu. Jujur Sakha juga mulai bosan. Karena cewek seperti Kia itu bukan yang pertama mencoba mendekati Agra hanya demi uang. Sudah ada beberapa kali atau bahkan sering. Tapi selama ini dia yang mencegah agar Agra tidak terjerat dengan cewek-cewek seperti itu. Ketika dia bilang cewek itu tidak baik, maka Agra langsung menjauhi cewek itu. Tapi ketika Agra dekat dengan Kia, dia memang tidak mencegah sepupunya itu untuk berhubungan lebih jauh dengan Kia. Walaupun sebenarnya dia sudah tahu dari jauh-jauh hari sebelumnya, kalau Kia itu tidak baik. Namun karena berpikir kali ini Agra harus mampu menilai semuanya sendiri, siapa yang baik dan siapa yang buruk untuknya. Dia malah membiarkan Agra berhubungan dengan cewek seperti Kia itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Luka
Teen Fiction"Lo suka sama gue kan?" Zeta mengangguk cepat dengan matanya yang berbinar. "Mau jadi pacar gue kan?" Zeta mengangguk lagi. Agra tersenyum, senyum yang begitu Zeta suka. "Kalo lo bisa selesaikan tugas gue dalam waktu satu jam dan gue dapat nilai...