Happy reading 💙
***
Suasana hati Agra sedang sangat buruk malam ini. Dini hari dia masih berkumpul bersama keempat temannya. Padahal kalau ayahnya tahu, dia bisa diusir dari rumah lagi.
Agra ikut menghentikan motornya di pinggir jalan saat tiba-tiba Ojan mengeluh sakit perut.
“Lo tahan aja lah, Jan,” ucap Nevan. Sebenarnya mereka hanya sedang berakting, sengaja menyuruh Ojan tiba-tiba merasa perutnya mulas, hingga terpaksa membuat motor mereka berhenti tidak jauh dari gang kecil rumah Kia. Dari kemarin-kemarin mereka gagal terus membawa Agra keluar malam, dan tadi tiba-tiba Agra ingin keluar, jadi mereka tidak akan menyia-yiakan kesempatan ini.
“Bisa lo tahan nggak, Jan? Ini udah jam tiga pagi. Gue bisa langsung dihapus dari KK kalo makin lewat dari ini,” ujar Agra.
Ojan turun dari motornya. Pura-pura kesakitan, tapi cowok itu malah bukan seperti orang sakit perut.
“Lo sebenernya sakit perut apa sakit jantung?” celetuk Jagad. Dia bermaksud menyadarkan Ojan kalau cowok itu salah pegang, bukannya memegang perut malah mengelus dada. Daripada Agra menjadi curiga, dan rencana mereka akan gagal lagi. Karena belum ada tanda-tanda kemunculan Kia.
“Oh gue sakit perut.” Ojan dengan cepat mengubah posisi tangannya. Pura-pura meringis agar aktingnya lebih alami.
“Udah cari WC lo sana!” suruh Barry.
“Mana ada warung yang buka lagi jam segini,” sahut Agra.
Nevan mencagak motornya. Turun dari motor, dia mengambil plastik yang berserakan di jalan.
“Boker di sini aja, Jan. Lebih praktis. Habis itu tinggal lo bawa pulang,” ucap Nevan. Cowok itu membuat Agra, Barry dan Jagad terkekeh dengan kelakuannya. Sedangkan Ojan yang sedang berakting terpaksa mengumpat di dalam hati.
“Ngomong-ngomong si Sakha lagi apa ya sekarang?” Jagad mengalihkan pembicaraan. Agar terlihat lebih natural sambil menunggu Ojan yang sekarang sedang pura-pura mencari warung yang masih buka.
“Lagi tidurlah,” balas Barry yang mengerti.
“Pasti posisi tidurnya rebahan.” Nevan menimpali sambil celingak-celinguk melihat jalanan yang cukup sepi.
“Lo kenapa liatin jalan terus, Van?” Agra menegur karena Nevan begitu aneh.
“Ngantuk gue,” jawab Nevan cepat.
“Makanya langsung pulang. Ini ngapain pakek cerita berhenti di sini segala.”
“Yah kita kan lagi nungguin Ojan buang hajat.”
“Udah tinggalin aja. Tuh anak udah gede, udah bisa cari jalan pulang.”
“Janganlah. Kasian ini udah pagi. Kalo dia tiba-tiba diculik gimana?” balas Jagad. “Walaupun modelannya kayak gitu, tapi dia tetep anak kesayangan Uminya.”
Agra pasrah. Dia menunggu sambil membuka ponselnya.
“Wih mobilnya alphard.” Suara Jagad yang heboh.
“Banyak di rumah gue,” balas Agra tanpa melihat.
“Gila tuh cewek di antar om-om.”
Celotehan Ojan yang pura-pura baru saja kembali dari toilet membuat Agra berhenti bermain ponsel, melihat Ojan sebentar. Lalu ikut memperhatikan ke arah temannya memandang.
“Asek cium pipi kiri kanan,” lontar Nevan heboh.
“Usap-usap kepala,” sambung Barry.
“Wah dikasih apa tuh?” pekik Jagad.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Luka
Teen Fiction"Lo suka sama gue kan?" Zeta mengangguk cepat dengan matanya yang berbinar. "Mau jadi pacar gue kan?" Zeta mengangguk lagi. Agra tersenyum, senyum yang begitu Zeta suka. "Kalo lo bisa selesaikan tugas gue dalam waktu satu jam dan gue dapat nilai...