28. Terlalu Banyak

150K 22.6K 14.1K
                                    

Aku update pukul 22:12 WIB.

Kamu baca dijam berapa?

Selalu vote dan comment yang banyak buat bagian ini ya!

Happy reading 💙

***


Sekarang jam istirahat. Saat ini Agra sedang duduk bersama Barry dan Nevan di salah satu bangku yang berada di pojok kantin. Ojan dan Jagad lagi pergi ke kamar mandi. Sedangkan Sakha, cowok itu tidak ikut ke kantin karena ada urusan di ruang musik. 

Tentang apa yang terjadi pada kertas kuisnya, Agra belum memberi tahu teman-temannya. Baru hari ini dia memberi tahu. Dia butuh ide agar secepatnya masalah itu selesai. Karena sampai detik ini, cowok itu masih tidak terima jika harus remedial. Dan lagi, dia perlu membuktikan kepada ayahnya. Agar tidak dianggap telah membuat malu.

"Sulit buat kita cari tau orang yang udah nukar kertas jawaban lo, apalagi cctv di ruang guru lagi rusak. Kita nggak akan dapetin bukti apa pun," ujar Barry. Cowok itu memberikan minuman dingin pada Agra yang baru dia beli. 

Agra mengangguk setuju. Kemarin, dia sempat menanyakan perihal cctv di ruang guru. Sayangnya keadaan seolah ingin turut ikut campur menjatuhkannya. Sudah berapa hari CCTV di ruang guru rusak dan baru hari ini akan diperbaiki.

“Sebenernya bakal mudah kalo Bu Uni mau percaya sama lo. Jadi lo bisa buktiin langsung dengan ngerjain soal yang sama di depan dia,” ucap Nevan diikuti anggukan setuju Barry.

“Masalahnya nggak mungkin dia percaya sama gue,” sahut Agra. Dia melihat kedua temannya secara bergantian. 

Ini tahun pertamanya menjadi murid Bu Uni. Guru senior itu memang hanya mengajar untuk siswa kelas tiga saja. Jadi sudah pasti tidak terlalu mengenalnya. Paling jika mengenalnya itu pun karena omongan dari mulut-mulut guru lain. Dan tentu saja yang diomongkan tentang dirinya sesuatu yang tidak baik. Seperti sering tidak masuk saat jam pelajaran. Otomatis tidak gampang membuat guru senior itu percaya kepadanya.

“Bu Uni nggak pernah ngajar di kelas kita dulu. Yang dia tau tentang kita cuma anak-anak yang hobi keluar saat jam pelajaran. Jadi otomatis pas nilai gue rendah, dia yakin banget sebabnya karena gue nggak belajar."

Barry dan Nevan kompak mengangguk. Memang susah kalau sudah berurusan dengan guru senior di sekolah mereka itu. Mau menangis pun, kalau sudah dicap sebagai anak yang suka buat ulah, di mata guru tersebut mereka akan tetap buruk.

“Jadi harus gimana? Kita nggak punya musuh di sekolah. Jadi nggak mungkin bisa nuduh sembarangan orang." Barry berkata lagi. 

"Lagian kalo pun ada, nih orang pasti bocil. Nggak pantas bermusuhan sama kita. Caranya aja kayak anak kecil, pakek nukar kertas jawaban orang segala. Harusnya kalo berani, tunjukin batang hidungnya, langsung nantangin ke ring tinju," celetuk Nevan. Cowok itu menggebu-gebu saat mengatakannya. Membuat Barry terkekeh, sedangkan Agra menjadi diam.

"Karena dia tau kelemahan gue ada di Bokap gue. Itu sebabnya dia sengaja nukar kertas jawaban gue. Semacam cara halus buat jatuhin gue dengan mudah. Tanpa perlu mengotori tangan." Agra berbicara dengan tenang. Namun tersirat kemarahan di matanya.

Cowok itu sudah memikirkannya sejak tadi, mencoba memahami apa yang telah terjadi. Mengapa ada orang yang menukar kertas jawabannya. Tidak ada alasan lain, dia yakin sekali. Orang yang menukar kertas jawabannya ini ingin memancing kemarahan ayahnya. 

“Kata lo Zeta yang bawa kertas kuis itu ke ruang guru?” Nevan menjadi lebih serius. Sejak tadi dia merespons sambil memainkan ponselnya, kini cowok itu meletakkan ponselnya ke atas meja.

Garis LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang