34. Tinggal Bareng

159K 21.3K 9.8K
                                    

Happy reading 💙

Selalu vote dan comment yang banyak buat bagian ini ya!

***

Agra menaruh ponselnya ke atas meja, menolehkan kepala ke belakang, melihat jam dinding yang terpajang di sana. Sudah pukul delapan. Tapi Bu Ayu belum juga terlihat batang hidungnya.

Dia sudah sangat bosan. Ingin pergi tapi tahu sendirilah, guru satu itu baperan. Terakhir kali mereka hanya menyapa, langsung dihukum hormat di bawah tiang bendera. Jika nanti dia tidak ada di kelas saat guru itu datang. Bisa-bisa dia bernasib sama seperti waktu itu lagi.

Agra melihat ke sampingnya, Sakha sungguh sangat berkonsentrasi dengan game-nya. Agra menelungkupkan kepalanya di atas meja. Memejamkan mata. Lebih baik tidur saja sambil menunggu Bu Ayu datang.

“PAGI ANAK-ANAK PINTAR!”

Suara yang berasal dari toak itu membuat Agra refleks terbangun. Mengelus dada saking kagetnya. Dia pikir guru yang datang, ternyata suara Ojan yang menyerupai suara bapak-bapak.

Semua anak XII IPA 1 kini menatap aneh kehadiran Nevan, Ojan dan Jagad. Apalagi Ojan yang pakai membawa toa sekolah segala.

“Ditatap anak-anak pintar kayak gini gue jadi gerogi,” celetuk Ojan.

“Makanya lo harus ganteng. Biar percaya diri kayak gue,” balas Jagad. Dia mengeluarkan sisir andalannya dari saku celana, berjalan ke arah cermin yang berada di dinding dekat pintu. 

Melihat kelakuan satu teman mereka itu Nevan dan Ojan kompak menggelengkan kepala. Jauh-jauh ke kelas orang, yang dicari Jagad tetap cermin.

Sakha berhenti main game. Mengamati keadaan, dia yakin tiga temannya itu datang membawa masalah.

“Mau ngapain lo bertiga?” tanya Agra.

Nevan merebut toa di tangan Ojan, membuat cowok itu merengut padahal masih ingin merasakan bicara menggunakan toa yang mereka ambil dari meja piket.

“Kita cuma mau kasih informasi kalo Bu Ayu nggak datang hari ini. Soalnya si kecil masih rewel. Jadi beliau masih harus kasih asi eksklusif,” ucap Nevan menggunakan toa. Seperti kepala sekolah yang sedang berpidato di depan lapangan.

Hening.

Nevan dibuat tercengang. Dia sudah memberikan informasi yang sangat bagus. Tapi kenapa reaksinya biasa-biasa saja.

“Kenapa nggak ada tampang bahagia-bahagianya lo semua?” celetuk Nevan.

“Yeee!!!” Ojan di sampingnya yang malah bersorak senang. Langsung Nevan beri pelototan si Ojan biar cowok itu cepat diam. Tingkah Ojan hanya membuatnya malu.

Agra dibangkunya tertawa dengan keras. Kalau masalah mentertawakan kebegoan Nevan serahkan saja pada Agra. Dia rela melakukannya seharian.

“Lo tukang tipu sih, jadi nggak ada yang bakal percaya!” ledek Agra. Diam-diam Sakha mengangguk pelan. Nevan yang menyaksikan semakin terpancing ingin marah. Anak bapak Sultan ini ingin mengajak ribut ternyata.

“Ngatai diri sendiri ya, dek?” celetuk Nevan. Dia memang suka seperti itu kalau ingin memancing emosi Agra, tua satu hari Nevan gunakan untuk mengolok-olok Agra sebagai adiknya.

"Siapa yang adik lo!" Tuhkan Agra terpancing kesal. Gantian Nevan yang sekarang tercengir.

“Sesama tukang tipu jangan saling menjatuhkan!” Jagad di depan pintu angkat suara. Daripada Nevan dan Agra adu bacot lebih baik dilerai duluan. Sakha juga bersyukur, dia juga malas mendengar Nevan dan Agra adu mulut.  Apalagi kalau masalah perbedaan tanggal lahir yang cuma beda sehari. Sampai ayam jantan bertelur pun tidak akan kelar.

Garis LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang