24. Tekanan Baru

180K 24K 4.8K
                                    


Rencana mau double update. Tapi aku nggak mau update dalam waktu bersamaan. Jadi bagian 25 nya aku update jam sembilan ya.

Tapi kalo bagian ini bisa nembus 3k vote sebelum jam sembilan. Aku langsung update!

Ayo absen dulu. Jam berapa kamu baca bagian ini?

Happy reading 💙




***

Apa rasanya jadi senior? Mungkin merasa paling berkuasa di sekolah, jalan di mana pun tidak kenal rasa segan, dan paling penting disegani adik kelas.

Agra sudah menunggu dari berbulan-bulan yang lalu untuk menjadi siswa kelas tiga. Dia paling malas berurusan dengan senior yang sok asyik, maunya selalu dihormati, kalau bertemu harus disapa, dan yang paling membuat kesal ketika menemukan kakak kelas yang gila senioritas. Berani menatap langsung ke mata saat bertemu di jalan. Siap-siap bakal dikira nantangin. 

Saat menjadi siswa kelas tiga, Agra tidak butuh itu semua. Tidak perlu menyapa atau bersikap ramah saat berpapasan dengannya. Paling tidak jangan mengganggu ketenangannya di sekolah. Cukup itu saja!

Menjadi siswa kelas tiga tidak membuat Agra sebahagia itu. Dia semakin disegani junior memang. Namun bebannya bertambah semakin banyak. Semuanya karena tiga hari yang lalu, saat hari pertama masuk sekolah setelah liburan panjang. Namanya berpindah ke kelas lain. Awalnya Agra itu IPA 2, bisa-bisanya namanya berpindah ke kelas IPA 1. Agra tidak masalah di mana pun dia dipindahkan, asalkan tidak ada si pintar Zeta. Ini bukan karena hubungannya masih belum baik dengan cewek itu, masalahnya dia selalu dituntut untuk menjadi yang pertama di kelas. Dia bisa gila kalau harus bersaing dengan Zeta. Belum lagi Sakha juga pindah ke IPA 1.

Setelah nilai ujian semesternya turun, ayahnya tidak akan memberikan kelonggaran lagi untuknya. Dia ingin bersenang-senang di kelas tiga, membuat banyak masalah agar masa putih abu-abunya lebih berwarna. Tapi sekarang keinginan itu hilang. Mulai dari sekarang dia harus fokus belajar, paling tidak, dia harus bisa diposisi nomor dua setelah Zeta.

"Gimana dengan kelas barunya Agra?" 

Remaja bernama Agra itu menghentikan aktivitas makannya. Menoleh ke samping dan melihat ayahnya. 

"Semuanya lancar, Pa," jawabnya. 

Sultan menganggukkan kepala. "Papa sengaja minta kepala sekolah pindahkan kamu dan Sakha ke kelas unggulan."

Fakta itu membuat Agra diam. Pantas saja dia bisa pindah kelas, saat anak-anak yang lain masih berada di kelas yang sama. Semuanya atas perintah ayahnya.

“Mulai sekarang semua nilai kamu akan Papa awasi. Dari nilai latihan biasa, ulangan harian, evaluasi bulanan, sampai ulangan semester. Tidak ada waktu buat main-main karena Papa mau kamu lulus dengan nilai terbaik.”

Agra tidak menjawab ayahnya. Cowok itu melihat ibunya yang duduk tepat di hadapannya. Meminta dimengerti meski hanya dari tatapan saja.

Fanya mengerti anaknya, wanita itu tersenyum hangat, menganggukkan kepalanya.

“Papa jangan terlalu seperti itu. Agra tau sama kewajibannya, dia tau kapan dia harus belajar dengan keras. Selama ini nilai Agra sudah sangat memuaskan untuk Mama. Jadi tidak perlu semakin ditekan untuk mendapatkan nilai yang lebih bagus lagi,” ujar Fanya membela anaknya.

Sultan berdecak. Melihat anak satu-satunya yang saat ini tidak ingin menatapnya.

“Jangan minta tolong Mama kamu buat kesalahan yang kamu buat. Nilai terakhir kamu turun, karena Papa terlalu membebaskan kamu. Terakhir kali apa yang Papa bilang Agra?” ucap Sultan begitu tegas. “Papa nggak mau punya anak yang tidak bisa dibanggakan.”

Garis LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang