09

8.1K 662 24
                                    

Pura-Pura Tidak Tau Atau Memang Tidak Peduli

.

.

.

Dengan pandangan kosong, Rali tetap menggerakkan tangannya untuk membuat ukiran berbentuk asal di sepanjang lengan hingga tangannya.

Walau sudah banyak darah mengucur keluar dari setiap goresan panjang di lengan serta telapak tangannya, ia tetap tidak berhenti.

Bukannya merasa sakit, ia malah merasa senang merasakan sensasi luka di tubuhnya tersebut.

Karena hanya ini yang dapat ia lakukan untuk mengalihkan diri atas hatinya yang terluka.

Luka tak kasat mata jauh lebih perih dari luka di badannya tersebut.

Mata pisau ia arahkan ke pergelengan tangannya, tepat ke arah nadi. Hal yang selalu ingin ia lakukan, memotong urat nadi di sana agar ia tidak bernyawa lagi, namun ada sisi lain dalam dirinya yang melarangnya keras. Menahan dirinya.

Tangannya yang memegang pisau gemetar hebat, air matanya yang sedari tadi berjatuhan tidak kunjung berhenti. Ia melempar pisau tersebut lalu memegang kepalanya yang terasa sakit.

Menjerit sekeras-kerasnya. Meluapkan kekesalan, kekecewaan serta rasa sakitnya.

"Aaarrrgggghhhhh!!! Why?!!! Why?!!!"

Darah telah menempel di pakaian serta celana. Bau amis begitu menyengat dalam penciumannya.

Rali merasa sendirian sekarang. Sendirian merasakan sakitnya.

Kalau saja....

Kalau saja ada obatnya. Semahal apapun Rali akan membelinya untuk mengobati luka di hatinya. Untuk menyembuhkan lukanya yang telah membusuk selama bertahun-tahun. Luka yang di torehkan Mami serta luka yang ditorehkan Romero.

Tersenyum pedih, ia tergeletak di lantai kamarnya hingga memejamkan mata tidak sadarkan diri.

》》《《

Dengan tergesa-gesa Romero membawa tubuh Rali yang tergolek lemah. Berteriak histeris menyuruh perawat menyiapkan brankar serta memanggil dokter.

Beberapa menit yang lalu, ia ke unit apartemen Rali karena diliputi rasa cemas. Ponsel Rali tidak aktif serta pesannya tidak dibalas. Sudah ia duga akan seperti ini. Jika Rali tidak bisa dihubungi maka wanita itu sedang menyakiti diri sendiri.

Rali sedang ditangani dokter, Romero duduk menunggu di depan ruang UGD tersebut. Raut wajahnya begitu jelas jika ia sedang khawatir. Dilihat dari banyaknya luka sayatan di lengan serta tangan Rali, pasti wanita itu banyak mengeluarkan darah.

Tidak peduli dengan pakaiannya yang dilumuri darah Rali saat menggendong wanita itu.

"Gimana keadaan temen saya, Dok?" tanya Romero menghampiri dr. Teresa yang menangani Rali.

"Temannya Dokter Romero butuh darah. Dia kehilangan banyak darah." Jantung Romero berdegup kencang. Perasaan takut dan khawatir menyelimuti dirinya.

"Darah ... darah saya sama dengan dia, Dok," ujar Romero terbata-bata karena bibirnya gemetar.

"Masih ada kok stok darah yang sesuai dengan golongan darah darahnya. Bukannya semalam Dokter Romero begadang, kan setelah membantu Dokter Malvin melakukan operasi?"

Dengan lesuh Romero mengangguk. Semalam ia begadang dan seharian ini kurang tidur. Pastinya ia tidak bisa melakukan pengambilan darah.

Untung saja ada stok darah yang cocok dengan Rali.

EXONERATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang