33

8.4K 740 30
                                    

Hadapi, Jangan Dilawan. Itu Hanya Akan Membuatmu Terluka [1]

.

.

.

"Hei!"

Sapaan tersebut membuat Romero memutar tubuhnya. Senyumnya tidak bisa ditahan, ia segera menghampiri Rali kemudian membawa wanita itu masuk ke dalam pelukannya.

"I really miss you,..." bisiknya tepat di telinga Rali. Mendekap erat tubuh wanita itu.

"Me too."

Meski hubungan mereka tidak seperti dulu yang tiap harinya sering bertemu dan berkomunikasi, tapi sekarang mereka tetap bersahabat. Meski komunikasi mereka tidak seintens dulu. Hanya sesekali.

"Dari bulan lalu aku tungguin kamu!" Rali cemberut sembari mengurai pelukan, tidak lupa memberi pukulan ringan di dada Romero yang sontak tertawa.

"Sorry. Naina habis lahiran, gak mungkin kan aku tinggalin dia."

Anak pertama Romero lahir dalam keadaan prematur karena kondisi Naina saat itu lemah. Untung saja anak mereka selamat.

"Congratulation! Sekarang keadaan mereka gimana?" tanya Rali.

Romero tersenyum. Sekarang ia tidak melihat raut kepura-puraan Rali saat menanyakan wanita yang dicintainya. Tidak seperti dulu.

"Mereka baik. Makanya aku ke sini."

"Naina gak pa-pa kan kalau kamu ke sini?"

Romero tidak langsung menjawab dan Rali tau jawabannya, "Romi, kamu gak boleh gitu. Aku gak pa-pa kok. Lagian di sini ada Om Rai yang jagain aku. Kamu gak perlu khawatir tentang kelainan aku. Ya, walaupun aku belum sepenuhnya pulih, tapi aku bisa kok tenangin diri tanpa melukai diri."

"Kamu tau, Ral. I... like a father worrying about his daughter."

Rali tertawa, ia mencubit pelan lengan Romero.

"Astaga! Asik ngobrol sampai lupa bawa kamu masuk. Come on Romi!" Rali menggaet lengan Romero memasuki rumah Rainer tersebut.

Rali menyuruh Romero duduk di sofa ruang tengah bersamaan dengan keluarnya Rainer yang menggendong Belva.

Kembali Romero berdiri dan tersenyum pada Rainer. Mereka bersalaman sejenak.

"Apa kabar Om?"

"Baik. Sudah lama ya kita tidak bertemu?"

"Iya Om." Lalu Romero beralih pada Belva.

"Hai manis. What is your name?"

"Belva," balas Belva seraya tersenyum malu-malu, lalu menatap sang Papi.

Mendengar suara deru mesin mobil membuat Belva memekik, meronta ingin turun dari gendongan Rainer.

"It's coming! It's coming!" seru Belva girang seraya berlari keluar.

Rainer pamit sejenak pada Romero dan mengekori Belva, menegur putri semata wayangnya tersebut agar tidak berlari.

"Duduk Romi," ajak Rali, tidak lupa menyuruh Romero menikmati hidangan yang disuguhkan ART saat mereka mengobrol tadi.

Rainer dan Belva kembali masuk, bukan hanya mereka, tetapi beberapa orang yang mendorong sebuah piano baru.

Kening Rali mengkerut heran, ia memperhatikan Rainer yang memerintah orang-orang tersebut menempatkan piano di sudut ruangan. Letaknya strategis di ruang tengah antara ruang tamu.

EXONERATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang