LIMA

8.8K 2K 102
                                    

Ivory membiarkan tatapan Silver yang menunggu jawaban itu tidak bersambut. Sibuk menaikkan tali ransel yang melorot ke bahu. Melirik ke balik tubuh mantan pacar yang jauh lebih tinggi darinya itu sambil mengira-ngira bagaimana caranya untuk kabur.

"Hape aku di tas. Aku nggak tau ada telepon." Ivory beralasan.

Silver tahu Ivory tidak pandai berbohong. Selain karena perempuan itu terlihat gelisah dan tidak berani menatapnya, ia melihat sendiri dengan jelas saat panggilan teleponnya sengaja diabaikan tadi, dari luar jendela.

Jika saja Silver tidak ingat perempuan di depannya adalah Ivory yang menutup hati sama seperti ketika pertama mereka saling kenal dulu, laki-laki itu akan mendebatnya hingga keduanya tidak bisa saling debat lagi. Jika saja Silver tidak ingat perempuan berambut sebahu itu sikapnya sudah kembali menjadi dingin seperti pertama kali ia dekati, akan didekapnya Ivory hingga pertanyaannya terjawab.

Jadi, mencoba tidak melakukan itu semua, Silver melanjutkan dengan nada selembut yang ia bisa, terdengar setengah memohon, "Pulang sama aku, ya?"

Ivory terlihat menimbang, masih tanpa menatap Silver, menjawab dengan cepat, "aku ada les hari ini," dan mengambil kesempatan tersebut untuk buru-buru pergi. Takut jika semakin lama mereka bersama, Ivory akan goyah.

Sayang, menghindari Silver kali ini tidak akan mudah karena lengannya sudah lebih dulu tertangkap.

"Kamu nggak ada les hari ini, By."

Ivory menggigit bibir. Memeras isi kepalanya. Mencari alasan lain yang lebih masuk akal agar ia bisa pergi. "Aku udah dijemput."

Masih tanpa melepaskan pegangan tangannya, Silver mengambil ponsel di saku, menggulir layar sentuh itu dengan cepat, dan menempelkannya di salah satu telinga.

"Halo Pak Amin, apa kabar? Iya Pak, ini Silver. Bapak udah di depan, ya?"

"Iya, Pak. Jadi Ivo lupa bilang kalo dia hari ini pulang sama saya."

"Iya, Pak. Maaf ya, Pak. Makasih, Pak."

Untuk pertama kalinya, Ivory menatap Silver. Dahinya berkerut. "Apaan sih, Bu? Pak Amin udah jauh-jauh dateng ke sini kamu suruh pulang? Memangnya siapa yang mau pulang sama kamu?"

Silver tidak langsung menjawab, tidak tersinggung, tidak pula melepaskan pegangan tangannya seolah takut perempuan itu akan lari. Beberapa detik, manik mereka akhirnya bertaut. Ivory tidak menghindar kali ini. Cukup lama hingga murid terakhir dari kelas 11 IPA 1 itu keluar, menginterupsi keduanya yang masih berdiri di depan kelas. Di tengah koridor yang sepi.

"Permisi, Kak. Duluan ya, Vo."

Berlalu begitu saja laki-laki yang menenteng tas kamera di tangan kanannya itu tanpa dicurigai. Dihiraukan pula oleh Silver dan Ivory yang masih belum berubah posisi.

"Berenti ngehindarin aku, By. Kamu mau bohong soal apa lagi biar bisa pergi dari aku?" Silver melanjutkan, mengeratkan genggamannya.

"Kamu tau aku bohong dari tadi?" Ivory bertanya sangsi. Menatap Silver dengan ... dirinya sendiri tidak tahu bagaimana ia menatap Silver saat ini.

"Kamu nggak bisa bohong, By."

"Terus kenapa kamu nggak tau kalo aku nggak bohong saat aku bilang aku nggak pernah selingkuhin kamu?"

Skak mat. Pertanyaan Ivory yang seperti anak panah itu tepat sasaran. Berhasil membuat Silver bungkam.

Ivory menangguk-angguk paham. Seolah-olah diamnya Silver adalah jawaban yang diucapkan secara lantang. Membenarkan apa yang ia pikirkan. Di saat yang sama, genggaman tangan Silver melonggar, dan Ivory mengambil kesempatan tersebut untuk menarik tangannya tanpa pergi.

IVORY (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang