TUJUH

7.5K 1.8K 46
                                    

Halooo, aku mau kasih tau untuk kamu yang minggu lalu tidak dapat notif update, silakan kembali ke bab sebelumnya dulu yaaa.

Selamat membaca 😊

Ivory mendesah frustrasi.

Gue lagi ngapain sih?

Perlahan-lahan, Ivory mulai kehilangan minat atas apa yang sedang dilakukan: mencari tahu tentang kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolahnya atau yang Ivory sebut sebagai observasi.

Padahal, satu-satunya ruangan ekskul yang baru Ivory masuki hanya ruang musik. Bertemu langsung dengan anggota The Effecs yang terkenal itu ternyata cukup membuat jantungnya lelah karena harus bekerja lebih keras. Berkesempatan untuk bertanya dua-tiga hal dan menyentuh alat musik secara langsung-yang entah mengapa, Ivory tidak menemukan ketertarikan di sana, juga cukup untuk menurukan antusiasnya.

Mungkin, bukan musik.

Sebelum kepala itu dipenuhi oleh pikiran-pikiran yang mampu menghentikan Ivory mencari tahu kegiatan ekskul yang mungkin akan disukainya, segera perempuan itu bergerak. Melanjutkan langkah sambil memeriksa daftar yang sudah dibuatnya. Menuju ruang ekskul tari tradisional, tepat di sebelah ruang musik.

Sambil mengintip dari jendela, Ivory mulai mencari-cari di suatu sudut dalam pikirannya, di antara rak-rak tata cara berteman : kalimat pertama yang harus diucapkan ketika bertemu dengan orang asing tanpa terlihat aneh.

Pertama, pembukaan. Memperkenalkan diri dengan bahasa yang sopan.

"Halo, gue Ivory." Atau, "Hai, gue Ivory."

Ivory berpikir sejenak. Sepertinya terlalu kaku. Mungkin ia bisa mengadopsi gaya Janeta sebentar. "Kalian udah pasti kenal gue dong. Jadi gue nggak perlu memperkenalkan diri lagi." Tidak. Gaya Janeta terlalu bar-bar dan terkesan sombong. Jika Ivory mengatakan hal seperti itu, sudah pasti Ivory langsung diusir tanpa memiliki kesempatan mengatakan apa pun lagi. Bahkan bisa-bisa ia langsung masuk daftar hitam sebagai siswa yang tidak pernah diperbolehkan bergabung dengan anggota tari.

Mungkin, Ivory bisa memakai gaya Nina yang sedikit lebih kalem. "Hai temen-temen, kenalin, gue Ivory."

Tidak. Tidak. Tidak semua. Sangat canggung. Kemungkinan besar jika Ivory mengatakan kalimat pembuka sejenis di atas di depan orang banyak, pasti akan terlihat sangat random. Semua orang yang sedang bersiap-siap dengan kain yang dililitkan di pinggang mereka itu pasti langsung menatap Ivory aneh seperti alien yang entah muncul dari mana dan menyasar di ruangan mereka.

Ivory mencoba memutar otak. Saat ini ia kelas sebelas, dan mereka sudah memasuki semester genap. Kemungkinan sebagian anak kelas sepuluh-anggota tari yang berada di dalam ruangan-itu tahu namanya. Jadi, ia bisa melewatkan bagian perkenalan.

Bagian kedua-melewati perkenalan: basa-basi.

"Kalian lagi apa?" Tidak. Terlalu basa-basi karena siapa pun yang melihat mereka pasti tahu kalau mereka akan latihan. Kalau begitu, mungkin, "Kalian mau latihan ya? Gue boleh liat nggak?" Tidak juga. Pasti mereka akan berpikir, lo siapa dateng-dateng sok kenal. Apalagi kalau, "Kalian mau latihan nari apa? Dari daerah mana? Untuk acara apa?"

Ivory menjambak rambutnya.

Di saat seperti ini, Ivory sungguh-sungguh mengutuk diri sendiri yang tidak pernah bisa seberani orang-orang, atau setidaknya memiliki sedikit jiwa sosialisasi yang dimiliki anak-anak IPS itu. Kalau bisa, memiliki banyak kenalan dari berbagai kelas. Jadi, Ivory bisa memanggil salah satu anggota tari tradisional yang berada di dalam ruangan itu dan bertanya dengan nyaman tanpa perlu banyak berpikir, seperti tadi ketika ia bertemu dengan Aksal. Atau setidak-tidaknyanya, tahu caranya berbasa-basi dengan orang asing tanpa terlihat pucat seperti terkena serangan panik. Seperti Navy yang tidak pernah bertukar sapa dengannya tetapi mau menawarkan bantuan.

IVORY (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang