Ivory yang tadi berjalan cepat, nyaris setengah berlari itu langsung terhenti di depan pintu kelas 12 IPA 4 begitu ia mendapati ada orang lain, selain Silver di sana. Duduk di barisan depan, dekat pintu. Menatapnya sambil tersenyum lebar seolah mereka sudah lama berteman.
"Udah By, cuekin aja. Anggep aja makhluk halus." Silver berujar santai, berusaha menenangkan Ivory yang tiba-tiba terlihat tegang.
"Sialan lo! Gue ikut nyimak ya, Vo. Bosen banget di kelas pendalaman materi." Itu adalah Haris, kakak kelasnya. Orang yang sama yang bertemu mereka di Six in Sundays tempo hari.
"Tapi kita mau belajar saintek wahai calon anak soshum." Silver yang duduk selang dua baris dari Haris itu sudah menopang dagu, melirik temannya itu sambil mengejek.
"Jangankan materi saintek, kalo yang ngajarin Ivory, belajar fisika dengan bahasa thailand juga tetep gue dengerin."
Silver langsung menegakkan punggung, mengepalkan tangan, pura-pura melayangkan tinju dengan mulut komat kamit tanpa suara. Lalu, dibalas Haris dengan tawa.
Ivory yang sedari tadi berdiri di depan pintu itu akhirnya masuk, tersenyum sopan pada Haris yang dilewatinya. Kemudian, terhenti lagi ia di depan meja Silver selama beberapa saat. Matanya bergerak dari kursi di samping Silver, berpindah ke meja di depannya, ke kursi guru, ke meja tempat Haris duduk, meja Silver lagi.
Berpikir.
Perempuan itu ingin duduk di samping Silver, tetapi mereka tidak hanya berdua. Jika mengambil kursi lain dan duduk di depannya, akan percuma karena Haris berada di barisan yang berbeda. Jadi, harus berdiri, duduk, atau dan bagaimana Ivory memulai belajar bersama ini?
Namun, gerak-gerik Ivory yang kebingungan itu justru membuat Silver yang sedari tadi memperhatikan tertawa geli, menatap Ivory dengan lucu seakan pempuan tersebut adalah hewan menggemaskan yang tersesat. "By, jangan panik. Manusia itu tuh anggep aja makhluk halus."
"Iya, Vo. Jangan gugup gitu, dong. Nanti kalo Silver curiga gimana?"
Tidak sampai sedetik setelah kalimatnya berakhir, Haris harus menelan tawanya kembali, dan menutup bibir rapat-rapat. Pelototan Silver itu membuatnya bangkit dengan segera, mengambil tempat duduk bersebelahan. Punggung tegak, tangan terlipat di atas meja, dan senyum yang lebar seperti anak TK yang siap menerima pelajaran.
"Yuk, kita mulai belajar," lanjutnya lagi pura-pura tidak melihat Silver di sampingnya yang masih memelotot.
Setelah kedua kakak kelas di depannya itu cukup kondusif, Ivory menarik kursi dari meja guru. Duduk di depan keduanya. Mengeluarkan buku, kertas, dan juga alat tulis. Mulai menulis sesuatu.
"Kalo gitu, kita belajar TPS--Tes Potensi Skolastik, biar Kak Haris juga bisa belajar."
Silver dan Haris mengangguk-angguk kompak. Namun, begitu Ivory akan melanjutkan, Haris tiba-tiba mengangkat tangan. "Materi TPS saintek dengan soshum memangnya sama, Vo?"
"Lo punya hape, kan?" Bukan Ivory, tapi Silver yang menyeletuk.
Haris menganguk polos.
"Punya kuota?"
Haris mengangguk lagi.
"Tau cara mengoperasikan internet?"
Sebelum Haris mengangguk lagi, Ivory kali ini bersuara, mencoba menengahi, "Eng—ngomong-ngomong, kita belum latihan satu soal pun dan waktu kita udah ... kebuang banyak."
"Gara-gara lo ini, Ris. Gue jadi nggak belajar-belajar. Lanjut, By."
Ivory tertawa kecil. Menunggu sebentar. Setelah dipastikan kedua kakak kelasnya itu tidak lagi bersuara, ia melanjutkan. "Jadi ... materi TPS saintek dan soshum itu sama. Semua empat materi. Penalaran umum, pemahaman bacaan dan menulis, pengetahuan dan pemahaman umum, dan pengetahuan kuantitatif. Singkatnya, kalo materi TKA butuh banget pemahaman materi, sedangkan TPS ini lebih banyak gunain logika dan analisis. Gampang-gampang susah." Ivory sudah selesai dengan pendahuluannya. Sekarang, kegiatan belajar bersama mereka pun dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
IVORY (SELESAI)
Teen FictionKetika Ivory kembali berurusan dengan Silver, mantan pacarnya, tanpa sadar perempuan itu harus siap menerima kemungkinan terburuk untuk diganggu kembali oleh Mint, adik sang mantan pacar penyebab mereka putus. Belum lagi Ivory yang hanya tahu cara...