"Vo, kenalin temen photoshoot lo hari ini."
Ivory yang juga baru selesai bersiap itu menoleh, terpaku beberapa saat sebelum salah satu matanya menyipit untuk memastikan penglihatannya tidak salah. Mengalihkan pandangannya pada Haris yang sedang tertawa, meminta konfirmasi. Kemudian, menatap Dela yang juga sudah tertawa kecil sambil menepuk-nepuk pelan pundaknya.
"Gue dipaksa." Aqil menanggapi dingin dan berusaha terdengar kesal, tetapi justru terlihat seperti seseorang yang sedang menahan diri untuk tidak kabur dari sana karena malu.
"Gue nggak pernah maksa, gue baru ngomong sekali lo udah—aw!" Haris mengaduh kesakitan, berjingkat-jingkat sambil memegangi kakinya yang Aqil injak.
"Gue terpaksa karena lo terlalu pelit ngeluarin duit untuk nyewa model padahal dagangan lo udah laris." Aqil memelotot pada Haris.
"Lo sendiri yang bilang pas gue nggak lolos SNMPTN lo mau ngelakuin apa aja untuk ngehibur gue. Dan kedatangan lo hari ini bener-bener menghibur hati gue yang hancur karena nggak bisa kuliah. Thanks banget, Qil. I love you."
Aqil dengan ekspresi jijik itu segera membuat pertahanan agar Haris tidak bisa menciumnya. "Diem. Enggak usah drama. Dan gue nggak pernah bilang gitu."
Haris yang masih berusaha untuk memeluk Aqil itu berhenti, menoleh pada Ivory yang tiba-tiba tertawa--dan juga langsung berhenti ketika semua orang di sana menatapnya. Lalu, disepersekian yang canggung itu, Ivory dan Haris saling pandang, sebelum akhirnya Haris tersenyum mencurigakan sambil merentangkan tangan, mengganti sasarannya.
"Vo ... i love you."
Belum sempat Haris melangkah mendekati Ivory, Aqil sudah lebih dulu menarik laki-laki itu, sedangkan Dela sudah bergerak lebih cepat untuk memukul kepalanya.
"Ouch! Kalo mau dipeluk juga bilang loh, Sayang. Kalo lo mau bilang i love you juga, tinggal bilang sih, Qil."
"Mumpung suasanya udah bagus, bisa kita mulai?" Diko yang baru selesai berdiskusi dengan teman satu tim yang lain itu menginterupsi. Sekaligus menyelamatkan Haris yang hampir saja mendapatkan pukulan tambahan dari Aqil.
Haris sempat tertawa mengejek Aqil, sebelum menyingkir bersama Dela, dan meninggalkannya berdua dengan Ivory—di depan kamera. Dua orang lainnya bergerak cepat menyusun sebuah meja dan kursi sebagai properti. Satu orang lain yang berdiri di sebelah Diko bergerak agak maju, memberikan beberapa instruksi, dan sesi photoshoot yang pertama dimulai.
***
"Gue udah bilang, mereka berdua cocok." Haris berbisik pada Diko yang sedang memeriksa hasil foto pada layar komputer. Kemudian, keduanya menoleh pada Ivory dan Aqil yang sedang asyik mengobrol di sela jeda istirahat.
Diko sempat memperhatikan sebelum tertawa kecil, kembali memeriksa hasil fotonya "Dan Ivory masih nggak tau kalo Kak Aqil suka dengan dia."
"Atau, pura-pura nggak tau." Haris buru-buru menimpali. "Bisa jadi Ivory nunggu Aqil bilang sendiri, atau dia belum move on dari Silver."
"Lo ahli banget Kak, dengan perasaan cewek."
"Enggak, sih. Dela yang bilang dengan gue."
Diko menoleh—lagi. Entah mengapa, ada sesuatu yang terasa menggelitik melihat bagaimana Aqil memperhatikan Ivory, memastikan tampilan perempuan itu sempurna, sedangkan Ivory mungkin tidak menyadari, bahwa Aqil sampai bertengkar dengan Haris hanya karena ia harus melepaskan kacamatanya dan menggunakan softlens. Agar ia terlihat lebih tampan, di depan perempuan itu.
***
"Cari rokok, Kak?"
"Enggak, cari angin."
Diko di sebelahnya, yang lebih dulu menumpukan kedua lengan pada pagar balkon itu mengangguk. Kembali menatap lurus ke depan sambil memainkan ponsel sesekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
IVORY (SELESAI)
Teen FictionKetika Ivory kembali berurusan dengan Silver, mantan pacarnya, tanpa sadar perempuan itu harus siap menerima kemungkinan terburuk untuk diganggu kembali oleh Mint, adik sang mantan pacar penyebab mereka putus. Belum lagi Ivory yang hanya tahu cara...