DUA PULUH LIMA

5.1K 1.3K 129
                                    

Pagi ini, ada tiga hal sama yang Ivory lihat seperti kemarin. Silver yang berdiri di dekat gerbang, Diko yang duduk santai di deretan kursi paling belakang, dan juga susu kotak di atas mejanya. Perempuan itu sempat mengedarkan pandang. Sebelum akhirnya menoleh ke arah Diko dan menanyakan hal yang sama, "Ko, lo tau nggak siapa yang naruh ini di sini?"

Dan Diko juga memberikan respons yang sama. "Tadi pas gue dateng, udah ada di sana."

Kali ini, Ivory agak ragu dengan jawaban Diko. Namun, lagi-lagi ia hanya mengangguk, dan menyimpan susu kotak tersebut ke dalam tas—tidak meminumnya sama seperti kemarin.

"Vo, Sabtu ini jadi, kan?"

Ivory yang baru saja duduk itu menoleh, kemudian mengangguk.

"Gue perlu nyiapin apa?" lanjut Diko lagi.

"Bawa laptop aja."

***

Nina dan Janeta langsung menyikut, menepuk, atau melakukan apa pun untuk melampiaskan rasa gemas mereka pada Ivory yang siang ini didatangi Aqil langsung ke kelas, dan mengatakan bahwa Par Ar memintanya untuk ke ruang guru.

"Vo, lo ya ternyata diem-diem, kemaren Kak Silver, sekarang Kak Aqil yang selama ini untouchable pun bisa lo luluhin. Gue nggak mau tau, pokoknya lo harus kasih tau gimana caranya!"

"Caranya lo cuma harus jadi orang pinter, Nin."

"Dukun?"

Ivory tertawa, menggeleng-geleng tak habis pikir mendengar percakapan Janeta dan Nina. Tak pula meladeni teman-temannya yang terus menggoda. Bergegas menghampiri Aqil yang masih menunggu di depan kelas begitu ia selesai membereskan meja.

Laki-laki itu mengulas senyum begitu Ivory menghampirinya.

"Kok nggak chat aja, Kak?"

"Sekalian biar bareng ke sana."

Ivory mengangguk mengerti. Keduanya tak ada lagi yang bersuara. Berjalan bersisian menuju ruang guru. Begitu menuruni tangga, Ivory teringat dengan susu kotak yang ditemukannya pagi ini di atas meja. Kemudian, kepalanya itu sedang sibuk merangkai kalimat, hendak bertanya apakah Aqil yang meletakkannya di sana, begitu kakak kelasnya itu lebih dulu mengatakan, "Vo, gue boleh tanya?"

Kalimat yang sudah disusun di kepalanya itu menguap seketika. Entah mengapa, Ivory menjadi gugup karena suara Aqil yang terdengar serius sekali. Perempuan itu tidak menjawab, hanya menoleh, dan menunggu kakak kelasnya itu melanjutkan.

"Lo deket ya Vo sama Diko?

Ivory mengernyit. "Deket kayak mana, Kak?"

"Kemaren gue liat dia naruh susu di meja lo. Sama dengan yang lo bawa."

Kerutan di dahi Ivory makin banyak. Kakinya yang baru menginjak anak tangga terakhir itu berhenti. "Jadi bukan Kak Aqil yang naruh susu di meja saya?

Aqil menggeleng. "Gue nggak tau kalo lo suka susu."

Ivory tidak menanggapi Aqil lagi. Sambil melanjutkan langkah menuju ruang guru, kepalanya itu sibuk berpikir. Tentang mengapa Diko melakukannya. Dan mengapa laki-laki itu berbohong padanya.

"Vo, gue boleh nggak, tau tentang lo juga?"

Pertanyaan Aqil berhasil menarik Ivory menjejaki alam nyata. Perempuan itu menoleh, dan mendapati Aqil sedang menatapnya dengan serius. Detik setelahnya, Ivory memalingkan wajah, mencoba bertanya dengan santai, setengah bercanda. "Memangnya Kak Aqil mau tau apa lagi tentang saya?"

IVORY (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang