"Ada yang ulang tahun, Vo?"
Ivory menatap cheesecake dipangkuannya. Menggeleng. "Untuk Tante Addie."
"Tante Addie ulang tahun?"
"Enggak, Pa."
"Terus? Ada acara apa?"
"Ivo dikasih makanan kemaren. Jadi, sekalian mau pulangin kotak makanannya."
Papa ber-oh pelan, tersenyum geli entah untuk apa. Kemudian, kembali fokus di persimpangan depan, sebelum melanjutkan, "Ivory nggak beli untuk Ivory juga? Jangan-jangan udah diabisin, ya? Papa kok nggak dikasih?" Pria itu mencoba terdengar seperti anak kecil yang merajuk, tetapi gagal.
Ivory tertawa. "Nggak, Pa. Kemaren Ivo cuma keinget tante." Dan Fuchsia.
Tangan kiri papa terulur, mengusap-usap kepala Ivory pelan. Mobil yang dikendarainya sudah merapat di trotoar dekat gerbang sekolah. "Ivo kalo mau beli makanan yang Ivo suka juga nggak apa-apa. Beli yang banyak. Nanti kalo uangnya kurang bilang papa. Oke?"
Ivory sempat mengunci pandangannya pada papa. Hanya sebentar karena ia terlalu malu. Kemudian Ivory mengangguk. Mencium tangan, dan keluar dari mobil dengan terburu.
"Salam untuk tante ya, Vo." Papa berteriak pelan. Mengulas senyum sambil menatap punggung Ivory yang mulai menjauh. Setelah beberapa saat, pria itu menoleh ke kursi di sebelahnya. Menyadari ada sesuatu yang terjatuh di dekat perseneling. Sebuah kotak kecil memanjang. Berisi macaron yang Ivory belikan untuk Fuchsia.
Papa menoleh lagi keluar jendela. Ivory sudah tidak terlihat. Ia mengambil ponsel, hendak menelepon anak semata wayangnya ketika tiba-tiba pintu mobil terbuka.
Itu adalah Ivory yang tertawa dengan canggung di sela-sela napas yang tersengal-sengal.
***
Ivory sudah selesai membereskan mejanya. Teman-teman yang mengajak ke kantin pun sudah Ivory usir karena ia harus mampir ke ruang guru lebih dulu. Namun, sekarang Ivory menjadi ragu. Bagaimana cara memberikan macaron itu pada Fuchsia? Datang langsung ke kelasnya jelas bukan pilihan pertama Ivory. Sepupunya itu jurusan IPS, dan kelasnya berada di lorong yang berbeda dengan kelasnya. Belum lagi kemungkinan bertemu dengan Mint yang hampir seratus persen. Kalau pun pada akhirnya nanti terpaksa, Ivory harus membawa serta teman-temannya pergi ke sana. Dan itu artinya, nanti. Sedangkan Ivory hanya memiliki waktu luang saat ini.
Jika menitipkan dengan Tante Addie, sepertinya sedikit tidak sopan. Tantenya itu pasti berpikir hubungan mereka memang seburuk itu hingga Ivory tidak mau memberikan secara langsung. Satu-satunya pilihan yang cukup bagus mungkin mengirimi Fuchsia pesan, dan meminta bertemu di tengah-tengah. Namun, bagaimana jika Fuchsia menolak bertemu? Karena terakhir kali, Ivory justru mengusir perempuan itu dengan kasar.
Ivory mendesah frustrasi. Mengapa selalu sulit baginya untuk memulai interaksi kepada sesama manusia padahal manusia tersebut adalah sepupunya sendiri?
"Nggak makan, Vo?"
Ivory mengangkat kepala, menoleh ke arah Diko yang sudah duduk santai di meja Nina, di sampingnya yang masih sibuk berpikir. Setelah beberapa jenak, perempuan itu hanya mengangguk. Entah untuk apa. Kemudian, memilih pergi-saja-lebih-dulu sambil membawa kotak makan Tante Addie dan juga plastik berisi cheesecake dan macaron yang dibelinya kemarin seolah-olah ia memang sedang tidak ingin berbicara dengan Diko saat ini.
Sedangkan Diko yang melihat tingkah canggung Ivory ikut-ikutan berdiri, berlari kecil, menyusul, menyejajari langkahnya.
"Mau gue bawain, Vo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
IVORY (SELESAI)
Teen FictionKetika Ivory kembali berurusan dengan Silver, mantan pacarnya, tanpa sadar perempuan itu harus siap menerima kemungkinan terburuk untuk diganggu kembali oleh Mint, adik sang mantan pacar penyebab mereka putus. Belum lagi Ivory yang hanya tahu cara...