Kak Haris : Kalo udah sampe kabarin Vo
Padahal, Ivory sudah yakin sekali sebelum berangkat tadi. Mama pun memujinya cantik hari ini. Namun, gejala paniknya muncul lagi begitu mobil yang ditumpanginya sudah merapat di depan sebuah rumah bergaya eropa modern, sebuah studio foto, tempatnya hari ini melakukan pemotretan untuk brand pakaian milik Haris.
Perempuan itu bahkan sampai menunduk, bernapas lewat mulut karena tiba-tiba dadanya sesak. Isi perutnya juga mulai memberontak. Jika Ivory tidak bisa mengendalikannya, bisa-bisa perempuan itu akan muntah atau lebih parahnya, pingsan saat itu juga.
Tenang Ivory, tenang. Ini cuma foto!
Ivory buru-buru mengambil air mineral yang Pak Amin sodorkan setelah memaki dirinya sendiri yang tidak bisa diajak bekerja sama sama sekali. Menghirup udara segar banyak-banyak ketika jendela mobil diturunkan. Kemudian, perempuan itu memejam, mulai mengatur napas, dan menenangkan detak jantung yang tidak beraturan.
"Mau pulang aja, Nak?" Pak Amin mulai khawatir. Namun, Ivory hanya mengangkat tangannya, memberikan kode bahwa ia hanya butuh waktu sebentar lagi.
Begitu Ivory mulai bernapas dengan normal, dan tidak ada tanda-tanda isi perutnya akan meledak keluar, Ivory mendesah lega. Ia bersandar dengan kepala terangkat. Masih memejam. Setidaknya, butuh waktu satu sampai tiga menit lagi sampai ia benar-benar siap.
Namun, baru sekejap, Ivory sudah menegakkan punggung, duduk normal kembali, dan segera membuka mata karena terkejut.
"Vo? Lo udah dateng dari tadi? Kok nggak ngabarin?" Belum sempat Ivory mengatasi kemunculan Dela yang tiba-tiba, kakak kelasnya itu sudah lebih dulu melanjutkan, "Gue mau beli camilan dulu nih di depan. Lo mau ikut gue atau langsung ke dalem? Udah ada Haris, kok." Dela berujar panjang lebar karena Ivory tidak terlihat akan segera turun dari mobilnya yang terparkir di depan gerbang yang terbuka.
Kakak kelasnya itu sempat menunggu, yang kemudian hanya Ivory balas dengan gelengan. Mengatakan dengan suara pelan bahwa ia akan menunggu Dela saja nanti.
"Lo mau nitip sesuatu? Biar gue beliin sekalian." Dela menawarkan.
Lagi-lagi Ivory menggeleng. Kemudian, Dela mengangguk mengerti, beranjak pergi. Baru beberapa langkah, Dela kembali berbalik, mengatakan dengan suara agak kencang, "Kalo nggak ke dalem langsung aja, Vo. Ada Diko juga, kok."
Hah?
Diko?
***
Seharusnya Ivory tahu, atau setidaknya curiga bahwa fotografer yang Haris maksud adalah Diko.
Kemarin, saat mereka melihat matahari terbenam dari atas jembatan penyeberangan, di menit-menit terakhir sebelum gelap sepenuhnya merengkuh langit, ketika Ivory hendak mengambil ponsel untuk mengabadikannya, barulah ia sadar tangannya sedari tadi masih belum Diko lepaskan. Kemudian, keduanya saling tatap untuk pertama kali sejak mereka berdiri di sana. Alih-alih merasa canggung, Diko justru mengulas senyum, sebelum akhirnya melepaskan tangan Ivory.
"Nggak setiap hari pemandangan kayak gini bisa lo liat, Vo. Jadi, lo harus foto yang banyak," ujar Diko sembari ikutan mengambil gambar dengan kameranya. "Kapan-kapan, lo harus coba liat sunset dari pantai, atau gunung, Vo. Untuk ngelepas stress. Lo pasti suka." Diko melanjutkan.
Begitu matahari sepenuhnya menghilang, dan hangatnya cahaya senja sudah berganti dengan dinginnya angin malam yang berhembus pelan, Diko yang sudah menyimpan kembali kameranya itu sempat bersandar pada pagar jembatan, menghadap Ivory yang sepertinya masih ingin berdiri di sana lebih lama lgi.
"Yuk, balik. Besok kita ketemu lagi."
Saat itu, Ivory pikir, besok yang Diko maksud adalah Senin saat di sekolah. Bukannya hari Minggu, di mana Diko akan menjadi fotografer dan Ivory adalah modelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IVORY (SELESAI)
Teen FictionKetika Ivory kembali berurusan dengan Silver, mantan pacarnya, tanpa sadar perempuan itu harus siap menerima kemungkinan terburuk untuk diganggu kembali oleh Mint, adik sang mantan pacar penyebab mereka putus. Belum lagi Ivory yang hanya tahu cara...