Ketika Lee Ki Yong melajukan mobilnya kembali melintasi jalanan malam ibu kota, ia tidak sengaja melihat sebuah ikat rambut yang tertinggal di kursi mobilnya. Mungkin terlepas saat yeoja itu tertidur lelap, pikirnya. Ki Yong tersenyum miring, ia berencana akan mengembalikan ikat rambut itu padanya.
Namun, lelaki itu memaki tepat setelahnya. “Heol! Babo ... baboo,” seru Ki Yong. “Haisshh, aku lupa menanyakan nomor handphone-nya! Bagaimana caraku untuk mendekatinya, coba?” monolognya tak habis pikir.
Otak Lee Ki Yong berputar, berusaha mencari jalan keluar. Kebetulan belum begitu jauh, namja itu berniat memutar arah dan berbalik menuju apartemen sahabat Suzy. Meskipun akan repot karena ia sendiri jelas tidak tahu di mana letak unit apartemennya.
Baru saja Ki Yong hendak memutar arah mobilnya, mendadak ponselnya berbunyi. Ada chat masuk dari So Hee. Namja itu menerima sepuluh pesan dari kekasihnya itu sejak tadi, ia bahkan tidak repot-repot membacanya.
Lalu, terdengar nyaring suara dering telepon masuk. Awalnya Ki Yong kira kekasihnya itu yang menelepon dan ia berniat mengabaikan panggilannya. Namun, ketika ekor matanya melihat tampilan nama melalui layar headunit mobilnya itu membuat Ki Yong sontak memelankan laju mobilnya dan menepi di bahu jalan.
Panik, buru-buru Ki Yong mengangkatnya pada dering ketiga.
“Bagaimana soal keputusanmu?” tanya Lee Yong Sun langsung di seberang sana.
“Yeh, Harabeoji? Um ... aku belum bisa memutuskan, sebenarnya aku masih butuh waktu—”
Lee Yong Sun memotong. “Harabeoji tidak mau kau menjadi lunak seperti ini. Sesulit itukah untuk meninggalkan yeoja itu?” sindirnya sinis. “Harabeoji berharap kau tidak akan membangkang seperti kakakmu!” tambahnya dengan suara tegas.
Tanpa memberi namja itu kesempatan menjawab, Lee Yong Sun sudah memutuskan sambungan. Ki Yong menelan ludah dengan berat saat bersandar kembali di kursinya. Dia menekan puncak dahinya dengan dua jari dan menarik napas dalam-dalam.
Semangatnya tadi yang menggebu-gebu untuk bertemu lagi dengan Suzy pun kini berangsur-angsur surut. Ki Yong lantas menginjak pedal gas lebih dalam dan melajukan mobilnya dengan kencang menuju ke sebuah kelab malam.
Ki Yong duduk di kursi paling sudut. Jam sudah menunjukkan angka satu, dia menghela napas sesaat. Dibakarnya satu batang rokok dan minuman wiski di tangannya dia teguk. Namja itu tampak merenung.
“Ki Yong-ah, apa rencanamu selanjutnya?” Suara sang kakek yang mendesak kembali terngiang.
Ki Yong kembali menyulut satu batang rokok, asapnya mengepul memberi sedikit perih pada matanya yang masih terbuka. Seketika semua perasaan yang berkecamuk malam itu kembali menjalarinya. Namja itu mendesah kala ingatannya melayang kembali ke waktu dua bulan yang lalu. Percakapannya dengan sang kakek yang berujung mempersulit situasinya demi mendapatkan apa yang diinginkan Lee Yong Sun, kakeknya.
Lee Ki Yong dan Lee Yong Sun duduk berhadap-hadapan di sofa ruang santai. Lelaki itu menyilangkan kakinya, berusaha tampak tenang. Setelah kakeknya menelepon dan mengganggu acara meeting-nya tadi, Ki Yong berjanji akan pulang ke rumah kakeknya lebih cepat untuk membicarakan masalah ini lebih leluasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR
RomansaBagi Suzy, Joo Hyuk adalah sosok sempurna yang sesungguhnya. Seperti petrichor yang mengeluarkan aroma alami yang khas, segar, dan wangi ketika hujan turun. Suzy yakin Joo Hyuk adalah petrichor-nya setelah musim kering berkepanjangan di dalam hidupn...