Prolog

1.4K 117 17
                                    

Langit malam di Seoul seakan membentang tak terbatas, memancarkan kehangatan ke seluruh dunia, bergulung di atas samudra dan menjangkau negara-negara di belahan lain. Choi Suzy membayangkan udara yang ia embuskan dari napasnya bertiup sampai ke tempat kedua orang tuanya—tempat di mana mereka berada, tapi Suzy tidak tahu lokasi keberadaannya.

Setelah keduanya cukup lama saling diam tanpa obrolan sepatah kata pun, yeoja itu mencoba sedikit melenturkan sikapnya pada Joo Hyuk. Suzy melirik namja yang baru saja ia kenal malam ini. Kim Joo Hyuk, putra sulung dari salah satu chaebol di negara ini.

Namja itu berdiri di sampingnya di balkon ini, memandang belantara gedung tinggi yang berubah menawan dengan kilau-kilau lampu yang terlampau semarak. Keindahan panorama Seoul semakin lengkap malam ini dengan kehadiran bulan purnama di langit. Rambut namja itu berantakan tertiup angin dan jatuh di wajahnya, lengan jasnya sedikit terlalu pendek. Suzy memandang tangan namja itu, tangan yang besar dengan jemari panjang dan ramping.

Joo Hyuk menoleh padanya dan tersenyum tipis. Suzy berkedip, lalu mundur selangkah darinya dan mengalihkan pandangannya ke pemandangan dari balkon. Anehnya Suzy mendadak salah tingkah, lalu tiba-tiba ia menggigil walaupun angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya hangat dan lembut.

“Kau kedinginan?” Joo Hyuk bertanya, beranjak mendekatinya.

Aniyo,” kata Suzy buru-buru. “Gwaenchanayo,” tambahnya sambil tersenyum tipis.

“Kau mau kembali ke restoran?” tanya Joo Hyuk lagi sambil merapikan rambutnya.

Suzy sontak menggeleng dan menolak halus tawaran Joo Hyuk. “Kita masuk saja bagaimana? Rasanya sayang melewatkan begitu saja suasana indah di tempat ini,” ajak Suzy dengan tersirat, ia masih ingin bersama dengan Joo Hyuk lebih lama, berdua lebih lama.

Mulut Joo Hyuk mengatup membentuk garis dan keningnya berkerut sebentar. “Sure. Aku juga ingin membicarakan sesuatu denganmu,” katanya, terdengar lebih serius daripada sebelumnya.

Suzy mengangguk sekilas, berusaha menanggapi seserius namja itu.

Kemudian Joo Hyuk mengarahkan langkah kaki Suzy menuju area indoor dari bar and lounge di gedung ini. Mereka memilih meja dengan sudut terjauh dari pintu, namun masih bisa menikmati pemandangan kota yang menawan dari balik dinding kaca, gedung-gedung pencakar langit tampak mungil dan pendek.

Sepuluh menit berlalu. Waitress yang tadi bertanya, kini sedang menyajikan minuman yang mereka pesan.

Saat berangkat tadi, entah disengaja atau tidak, Choi Woobin memberitahukan soal rencana kakeknya yang akan menjodohkan dirinya dengan Kim Joo Hyuk, putra sulung dari keluarga pemilik JG Group. Suzy tidak tahan—dan mulai mengamati Joo Hyuk dengan saksama setiap detailnya. Begitu pun sebaliknya, Joo Hyuk juga memperhatikan Suzy dengan cermat.

“Kau tahu apa alasan utama keluarga kita makan malam bersama hari ini?” tanya Joo Hyuk dengan suara baritonnya yang berat dan dalam.

Suzy mengerutkan kening sesaat. “Mmm,” jawabnya pendek. Lantas ia mengedikkan bahu. “Kau akan jadi calon suamiku,” kata Suzy lagi dengan ekspresi tenang.

Napas Joo Hyuk tercekat. “Kau ... kau tahu?” katanya ketus.

Suzy mengangguk ringan. “Santai saja, aku tidak akan memintamu secepat itu untuk jadi suamiku. Sampai waktunya tiba, mungkin kita bisa tunangan lebih dulu,” jawabnya kalem.

Kim Joo Hyuk menggemeretakkan gigi kuat-kuat, sampai tanpa sengaja menggigit lidahnya sendiri. Rasa asam dan asin memenuhi mulutnya. Namja itu menarik napas dalam-dalam, berusaha keras mengendalikan emosi.

“Wacana konyol itu sudah aku anggap seperti angin lalu, jadi tolong kerja samanya untuk menolak rencana perjodohan ini!” seru Joo Hyuk tidak setuju dengan jari telunjuknya yang menekan permukaan meja. Matanya berkilat tajam menatap yeoja di depannya.

Choi Suzy mengernyit samar. Tiba-tiba ia merasa seperti wajahnya ditampar oleh respons yang diberikan Kim Joo Hyuk. Pernyataan itu menghantam benaknya. Tetapi masih dengan ketenangan yang luar biasa, Suzy menyerap kata-kata tersebut.

Betapa Suzy berharap kalau sekarang ini ia ingin berteriak menyetujui penolakan dari Joo Hyuk. Apa yang dipikirkan kakeknya itu? Semua petunjuk berseliweran di dalam benak Suzy. Sebagian seolah mengutuk ketamakan dan keegoisan kakeknya. Pemahaman mengendap di kedalaman dirinya. Yah, Suzy yakin jika kakeknya itu pasti punya alasan yang kuat saat memilih namja di hadapannya ini sebagai calon suaminya.

Suzy lantas tersenyum dan menggeleng pelan. “Mianhaeyo, aku tidak bisa,” jawabnya lugas.

Mata Joo Hyuk menatapnya tak percaya. Napas namja itu naik turun dengan cepat. Marah adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan seluruh emosi Kim Joo Hyuk saat ini. Namja itu bertanya-tanya, apa yeoja itu sudah gila sampai tidak tahu malu begitu?

<<>>




🎬 [28/01/21] ====> [Di-edit, 14/07/22]

PETRICHORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang