[31] Sweet & Sour

683 53 36
                                    

Joo Hyuk duduk di kursi ruang makan dengan meja yang penuh berkas-berkas dan juga laptopnya. Sedangkan Suzy duduk tepat di sebelahnya sambil membuka paket yang ia terima waktu siang tadi, kiriman dari Starla—teman sekolahnya dulu.

Wanita yang berdarah Amerika itu mengirimkan Suzy, satu set produk kosmetik yang akan diluncurkannya bulan depan. Dari awal yang menarik perhatian Suzy adalah kenangan mereka ketika masih duduk di bangku sekolah. Perempuan itu langsung tersenyum geli saat matanya menemukan beberapa jenis lip-gloss dengan banyak pilihan warna milik brand sahabatnya itu.

Setelah membuka satu persatu produk baru yang akan segera dirilis itu, Suzy lantas mencoba salah satu jenis lip-gloss dari sahabatnya itu. Kata Starla, produk yang satu ini memang premium sekali karena tidak hanya memberikan kelembapan namun juga membentuk bibir menjadi nampak indah. Kilauan warna yang diberikan tidak aneh bahkan tidak gampang hilang walaupun digunakan untuk makan. Bentuk kemasannya juga super minimalis namun tampak elegan sehingga memudahkan untuk dibawa sesuai kebutuhan. Produk ini juga dibekali dengan aplikator lembut dan kecil yang mudah sekali dipakai untuk menjangkau bentuk bibir apa pun.

Setelah membereskan barang-barang kiriman dari sahabatnya itu, Suzy kembali duduk di sebelah Joo Hyuk yang masih fokus pada pekerjaannya. Suzy tidak pernah menyangka akan menyukai pemandangan yang ia lihat sekarang. Joo Hyuk tampak sedang membaca dengan serius setiap kalimat yang terdapat dalam laporan tersebut. Kacamata baca bertengger di atas hidung mancungnya. Riap-riap rambut pria itu sedikit berjatuhan di dahinya.

Namun, tak lama kemudian Joo Hyuk berdecak. Konsentrasi pria itu mendadak buyar, Joo Hyuk menatap perempuan itu dengan gusar. Suzy yang sejak tadi menyandarkan kepalanya di atas meja dan menatap calon suaminya, hanya memasang ekspresi tanpa dosa.

“Apa? Kenapa? Aku tidak melakukan apa-apa!” kata Suzy dengan nada bingung.

“Kau terus melihatku, memangnya aku patung di pameran galeri!” protes Joo Hyuk. “Jangan begitu. Mengganggu!”

Suzy mengerucutkan bibirnya. “Ya jangan lemah, dong. Kau harus fokus, Jjwogi! Harus fokus meskipun banyak gangguan!”

Joo Hyuk menghela napas pendek. Dia menuruti instrusksi dari calon istrinya dan kembali menekuri berkas-berkas dan laptopnya.

Tapi, tak berselang lama tiba-tiba Suzy kembali bersuara, “Eh, aku memakai lip-gloss baru loh. Kelihatan tidak perbedaannya?”

Joo Hyuk kembali menoleh sambil mengerutkan dahi dengan keheranan.

Suzy tersenyum. “Aku pikir mungkin aku akan setuju kalau produk ini termasuk premium. Formulasinya super ringan dengan kelembapan yang bagus untuk menutrisi bibir lebih maksimal. Kelembapannya tidak membuat kering maupun terlalu lengket, warnanya juga minimalis dan segar dengan sentuhan buah-buahan. Jadi, kurasa tetap nyaman dipakai untuk makan dan minum,” katanya lagi menjelaskan dengan panjang lebar.

Kerutan di dahi Joo Hyuk semakin banyak. Pria itu masih memasang ekspresi bingung, seolah-olah penjelasan barusan telah membawanya ke dimensi lain. “Hah?” balasnya tidak paham.

Suzy berdecak gemas lalu membetulkan posisi duduknya dengan benar. “Ini adalah produk perawatan bibir yang tadi aku buka. Kiriman dari sahabatku yang tinggal di USA!” terangnya sambil menunjuk kotak box yang ada di atas lemari kabinet.

Joo Hyuk lantas ber-oh panjang dan manggut-manggut. “Temanmu semasa di sekolah asrama waktu di UK?”

Suzy mengangguk tersenyum. “Neh, aku pernah menceritakannya padamu. Kali ini dia benar-benar mewujudkan impiannya untuk membuat produk kosmetik sendiri.”

Joo Hyuk mengangguk sekilas dan hanya mendengarkan.

“Sebenarnya ada kisah lucu di balik impian Starla saat itu. Dulu hal pertama yang dilakukan setiap gadis di sekolah asramaku jika dia terdesak atau tidak tahu harus mengatakan apa adalah mengeluarkan lip-gloss. Jadi, setiap kali kami merasa gugup atau ada orang yang menghina kami, kami langsung mengeluarkan lip-gloss dan mengoleskannya ke bibir,” terang Suzy mengenangnya sembari tertawa.

What?” Joo Hyuk sontak ikut tertawa kecil mendengar penuturan Suzy. “Aku tidak tahu apa hubungannya gugup dengan memakai lipstik?” komentarnya bingung.

Hey, aku bilang lip-gloss bukan lipstik, Jjwogi! Serupa tapi tak sama,” balas Suzy masih dengan sisa tawanya. Dia lalu mengetukkan telunjuknya pada dagu, seolah-seolah sedang berpikir keras. “Kenapa lip-gloss? Ya, mungkin karena itu sebagai media pelampiasannya saja, praktis dan mudah dibawa ke mana-mana. Starla—sahabatku itu menciptakan peribahasa yang selalu berhasil membuat kami bertahan menghadapi serbuan fitnah dan ejekan yang dilancarkan oleh gadis populer dan teman-temannya yang suka mengganggu anak-anak yang berasal dari negara lain. Kata Starla; Kenakan rasa sakitmu seperti mengenakan lip-gloss.” Suzy menutup ceritanya dengan tawa renyah.

Joo Hyuk hanya menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir sambil tersenyum kecil, dia lantas kembali menatap ke layar laptopnya.

Suzy lalu mengeluarkan lip-gloss dan mengoleskannya lagi ke bibirnya. “Jadi, bagaimana menurutmu setelah melihat produk lip-gloss yang kupakai sekarang ini? Kau melihat perbedaannya tidak, Jjwogi?” tanyanya sekali lagi.

Joo Hyuk kembali menoleh, lalu mengamati wajah Suzy dengan saksama, seakan mencari dengan serius di mana letak perbedaannya. Ekspresi polos Joo Hyuk yang benar-benar lucu dan cute, mampu membuat tawa Suzy meledak. Padahal tadi jelas-jelas dia menyuruh calon suaminya itu agar fokus meskipun ada gangguan. Namun, ternyata Kim Joo Hyuk sama sekali tidak menganggap hal itu lucu seperti apa yang ada dalam pikiran Suzy. Masih dengan ekspresi serius, Joo Hyuk lantas menaruh berkas laporannya.

“Hmm, bagaimana ya? Aku mana bisa tahu kalau hanya dilihat?” ucap Joo Hyuk seraya menatap lekat ke arah bibirnya.

Tawa Suzy kontan menghilang perlahan-lahan. Apalagi saat Joo Hyuk melepas kacamata bacanya, lalu mendekatkan wajahnya kepada perempuan itu.

“Kalau ini sih, harus diteliti lebih mendalam,” kata Joo Hyuk sebelum mendaratkan ciuman pada bibir Suzy yang plumpy.

“Ih, mesum ...” gumam Suzy. Namun, dia langsung membalas ciuman Joo Hyuk dengan senyuman yang sampai mata. Suzy mengalungkan kedua tangannya pada leher pria itu, menariknya lebih cepat, lalu meremas rambut Joo Hyuk yang terasa lembut di sela-sela jemarinya. Joo Hyuk menyelipkan lidahnya ke dalam mulut perempuan itu. Ciumannya luar biasa, liar namun terkendali.

“Rasa stroberi?” tanya Joo Hyuk sambil mengangkat sebelah alis.

Kontan saja Suzy memukul gemas dada bidangnya. “Salah, ih. Rasa anggur, tahu!”

Joo Hyuk langsung memasang ekspresi tidak percaya. “Wah, masa sih? Coba sini aku pastikan lagi ....”

Sontak Suzy memukulnya kembali saat Joo Hyuk mengulurkan tangan untuk menarik perempuan itu lebih dekat padanya.

“Aduh!” Joo Hyuk sedikit meringis.

“Jangan modus!” decak Suzy.

Ciuman mereka yang kedua mungkin akan terjadi lagi, kalau saja Suzy tidak mendengar suara-suara dari perut calon suaminya itu.

“Jjwogi, perutmu itu sudah kelaparan. Saatnya untuk segera diisi makanan,” ledek Suzy sambil mendorong halus tubuh kekar Joo Hyuk yang hampir memeluknya.

Joo Hyuk membalas dengan tawa renyah sembari menepuk-nepuk perutnya yang atletis. “Bagaimana, ya? Lapar. Aku juga baru sadar kalau ini sudah waktunya makan malam.”

Suzy berdecak. Dia mengabaikan kata-kata Joo Hyuk dan segera berlalu ke dapur. Perutnya juga mulai merasa lapar. Suzy lantas membuka lemari pendingin dan menemukan beberapa bahan yang dibelinya beberapa hari lalu, dia juga membuka bungkusan yang dibawanya tadi, ada roti gandum prancis. Jadi, Suzy berpikir untuk memasak fettucinne aglio olio.

Pun, Joo Hyuk sudah kembali memakai kacamata dan sibuk dengan berkas-berkasnya.

Saat sedang asyik memasak, ponsel Suzy yang berada di atas meja berbunyi. Dentingan tanda chat pribadi masuk berentetan. Perempuan itu mendesah setengah malas karena kegiatannya sedikit terganggu. Dengan langkah cepat dia mengambil handphone-nya yang berada di dekat Joo Hyuk dan membaca chat.

Sontak Suzy berdecak dan menaruh ponsel itu kembali di atas meja.

“Dari siapa?” tanya Joo Hyuk dengan pandangan yang masih tertuju pada layar laptop.

“Biasalah, Song Kang,” jawab Suzy singkat.

Kontan Joo Hyuk menoleh dengan dahi berkerut lembut. “Oh. Ada apa dengan ekspresi itu?” tanya Joo Hyuk kemudian saat menatap Suzy yang tengah cemberut.

Suzy menggeleng. “Tidak ada. Oh, iya besok aku akan pergi ke rumah sakit, mengantar Song Kang untuk memeriksa kondisi tangannya.”

Kening Joo Hyuk terangkat dengan pandangan yang menyelidik. “Ahh, rupanya itu alasan ekspresimu tadi. Kau dipaksa oleh si berandal itu untuk mengantarnya, kan?” simpulnya tajam.

Suzy menggeleng kemudian. “Eh! Bukan begitu. Uhm ... aku hanya sebal saja, ketika aku menawarkan diri untuk mengantarnya periksa, Song Kang malah meminta lebih—dia ingin sekalian aku menginap di sana untuk merawatnya. Seperti sedang sakit parah saja,” terangnya tak habis pikir.

Joo Hyuk mendengkus. “Itu sih akal-akalannya saja. Dengar ya, aku tidak memberimu izin untuk menginap di apartemen si berandal itu!”

Mendengar larangan Joo Hyuk justru membuat Suzy tertawa kecil. “Kenapa? Kau cemburu, ya, Jjwogi?”

“Untuk apa aku cemburu padanya??” kelit Joo Hyuk sambil berdecih tak suka. “Sebagai sesama namja, aku hanya memberitahumu isi otak mesum mereka. Kau itu suka mengambil kesimpulan seenaknya.”

Suzy mencebik karena Joo Hyuk yang terlalu gengsi untuk mengakuinya. Ya, Suzy juga tidak benar-benar polos, dia paham kok bagaimana kelakuan sahabatnya itu. Suzy memilih mengabaikan kata-kata Joo Hyuk dan berlalu ke dapur. Lalu, perempuan itu melanjutkan kegiatan memasaknya yang sempat tertunda.

Setelah beberapa saat, Joo Hyuk lantas bangkit sembari melepas kacamatanya. Dia segera membereskan semua berkas dan laptopnya yang ada di atas meja ruang makan. Dengan wajah sedikit lelah Joo Hyuk kemudian menghampiri Suzy yang tengah sibuk di dapur.

“Ada yang bisa kubantu, Suzy-ssi?” tanya Joo Hyuk yang berdiri di sampingnya.

“Tidak. Sudah selesai kok masaknya,” jawab Suzy.

Lalu, Suzy mengaduk-aduk fettucinne aglio olio yang sudah jadi dengan topping jamur dan german bratwurst utuh yang agak kecoklatan di bagian tertentu. Suzy menaruh basil di atasnya, kemudian menyajikannya di piring untuk Joo Hyuk dan untuk dirinya sendiri. Pria itu menelan ludah karena aroma bumbu aglio olio yang sudah bercampur dengan oregano dan sosis, sungguh menggoda. Dia menunggu Suzy untuk memulai makan malamnya.

Suzy memanaskan mentega di wajan dan memotong roti yang tadi ia bawa, lalu memanaskannya di atas wajan sebentar. Suzy menyajikannya sebagai appetizer.

“Kata chef selebriti yang aku tonton acaranya, butter itu elemen penting sekali dalam memasak,” ujar Suzy ketika selesai menyajikan appetizer dan main course di atas meja makan.

“Bau mentega itu memang nikmat sekali sih,” balas Joo Hyuk sambil mencomot sepotong roti.

Suzy tersenyum mendengarnya. Mereka berdua seketika larut dalam obrolan ringan seraya menikmati makan malam.

Joo Hyuk lalu berdeham. “Suzy-ssi, aku tidak bercanda soal yang menginap itu. Aku mengizinkanmu untuk mengantar Park Song Kang tapi tidak dengan menginap di tempatnya. Aku keberatan,” katanya sambil menggulung-gulung lembar fettucinne-nya dengan santai namun nadanya terdengar tegas.

Suzy yang duduk di depannya mengangkat sebelah alis. “Wah ... kurasa ini sudah 99% keyakinanku kalau kau memang cemburu padanya, Jjwogi,” sahutnya dengan tawa kecil.

Joo Hyuk sontak mengangkat kepala dan menatap lekat Suzy dalam garis pandangnya. “Terserah apa katamu. Yang pasti aku serius dengan ucapanku tadi. Jadi, apakah kau mau mendengarkanku atau tidak? Semua keputusan ada di tanganmu.”

Suzy hanya tersenyum simpul. Dia tidak lagi menggoda calon suaminya. “Hmm, iya ... iya.”

“Suzy-ssi, enak sekali aglio olio-nya. Serius, ini bukan hanya memuji saja!” kata Joo Hyuk mencairkan suasana sembari mendorong halus piringnya yang sudah bersih.

Gomawo,” jawab Suzy membalasnya dengan tersenyum. Memamerkan jajaran gigi putihnya yang rapi.

Suzy kemudian mengambil piring kotor mereka untuk di bawa ke wastafel dapur. Lalu, ia mengeluarkan dua buah es krim bucket ukuran sedang dari dalam kulkas yang dibawanya tadi bersama roti gandum prancis.

“Jjwogi, kau mau rasa chocolate chip atau salted caramel?” teriak Suzy saat membuka penutup es krim bucket tersebut.

“Rasa apa saja boleh. Eh! Aku pilih yang rasa caramel saja deh,” seru Joo Hyuk.

Suzy manggut-manggut sembari mengambil es krim merk favoritnya yang terkenal sangat lembut dan nikmat itu ke dalam gelas panjang berkaki untuk mereka berdua.

Joo Hyuk mengajak Suzy untuk membawa makanan penutup itu ke ruang tengah. Menikmati es krim sambil menonton televisi.

“Jjwogi, kau suka rasa salted caramel, ya?” tanya Suzy sambil menyendokkan es krim ke dalam mulutnya.

“Tidak juga sih, aku hanya ingin mencobanya saja. Kau sendiri bagaimana? Kan kau yang membelinya,” jawab Joo Hyuk membalas dengan pertanyaan.

“Cokelat memang favoritku, tapi kadang aku suka iseng juga mencoba rasa yang lain. Jujur, aku belum pernah mencoba yang rasa itu,” kata Suzy sambil menunjuk gelas es krim pria itu.

Joo Hyuk mengangguk paham. “Cobalah,” ujarnya sembari menyuapkan es krim miliknya ke mulut Suzy.

“Enak juga,” komentar Suzy setelah merasakan es krim tersebut lumer di lidahnya.

“Di kantorku, di lantai bawah, ada prime bakery shop. Es krim cokelatnya enak tuh.”

“Wah, kapan-kapan kau harus mengajakku ke sana, ya, Jjwogi!” seru Suzy dengan mata berbinar. “Aroma cokelat itu memang enak sih. Kau tahu, kalau orang-orang sukanya kopi atau nge-teh, aku malah sebenarnya lebih suka cokelat meskipun seringnya aku pesan ice Americano,” terangnya sambil menyuapkan lagi es krim ke mulutnya dan menikmati manis cokelat pie yang lumer di atas lidahnya.

Joo Hyuk kontan tersenyum mendengarnya. Suzy ini orangnya cukup unik tapi kalau sudah nyaman dia jadi banyak bicara.

“Gantian, sekarang coba kau yang cerita kesukaanmu, Jjwogi!” Suzy memintanya bercerita.

Joo Hyuk tersenyum tipis. Bingung soal apa yang harus ia ceritakan. “Tidak ada yang menarik. Hmm ... more like a coffe person. Tidak bisa absen minum kopi setiap pagi, agar tidak mengantuk kalau kerja,” akunya terus terang sambil tertawa kecil.

Suzy jadi ikut tertawa. Joo Hyuk menatap perempuan di sampingnya yang sibuk dengan sisa es krimnya beberapa saat sebelum akhirnya pria itu kembali menonton acara televisi.

Layar televisi di depan mereka sedang memutar film romantis dari channel Netflix. Suzy sengaja memutar channel tersebut ketika menemukan film favoritnya diputar di Netfix. Ketika film sampai di bagian si tokoh utama laki-laki dan perempuan melakukan adegan yang cukup intim, Suzy justru membalikkan badannya ke arah Joo Hyuk dan menyandarkan kepalanya ke puncak sofa.

Joo Hyuk yang tadinya asyik menyimak film tersebut seolah terganggu dengan sikap Suzy. “Kenapa? Kok tidak ditonton?” tanyanya bingung.

Suzy hanya tersenyum. Joo Hyuk membalikkan tubuhnya ke arah Suzy dan ikut menyandarkan kepalanya ke sofa. Kini mereka saling bertatapan.

“Nanti aku jadi teringat kalau kita hampir saja bercinta saat kau ulang tahun. Malam itu terasa menyenangkan sekaligus menyedihkan. Kau pasti mengerti maksudku,” ucap Suzy dengan senyuman namun tatapannya terlihat sendu.

Joo Hyuk tersenyum simpul kala mengingat malam itu. Perlahan jemari Suzy dan Joo Hyuk bersentuhan. Pria itu mengangkat telapak tangannya dan Suzy menempelkan telapak tangannya di atas telapak tangan Joo Hyuk. Suzy menatap jemarinya yang kini bersentuhan dengan jemari Joo Hyuk. Sedangkan pria itu menatap mata bulat Suzy yang menari memandang jemari mereka berdua.

Kenapa aku merasa kalau kau selalu menyimpan sesuatu di balik awan kelabu yang terpantul dari sorot matamu, Suzy-ssi? bisik Joo Hyuk dalam hati ketika menatap perempuan itu.

“Tanganku jadi kelihatan kecil jika dibandingkan dengan tanganmu, Jjwogi,” ucap Suzy sambil tertawa kecil.

Joo Hyuk tersenyum mendengar pernyataannya. “Ya kan karena aku seorang namja, Suzy-ssi.”

“Padahal kata Song Kang jariku itu termasuk panjang dan lentik.”

Tanpa sadar Joo Hyuk mendengkus. “Suzy-ssi, aku jadi penasaran kenapa Choi Yong Joon harabeoji-nim tidak menjodohkanmu saja dengan Park Song Kang? Secara kalian berdua itu sudah sangat dekat,” tanyanya tiba-tiba.

Suzy tampak sedikit terkejut ketika mendengar ucapan pria itu. Dia langsung menatap Joo Hyuk keheranan, seolah berkata ‘kenapa kau menanyakan hal itu?’.

Joo Hyuk membalas tatapan perempuan itu dengan menaikkan kedua alisnya seolah bertanya, ‘Kenapa? Ada yang salah?’.

Suzy lantas tersenyum kecil. Dia menundukkan kepala sebentar lalu menatap Joo Hyuk lekat-lekat. “Aku tidak tahu,” jawabnya seraya mengangkat kedua bahu. “Kalau kau lupa, kakekku itu orang yang sulit ditebak. Ingat, bagaimana kau menghadapinya ketika kau menyatakan keberatanmu soal rencana perjodohan kita saat kau datang ke rumah kami? Keputusan kakekku sudah final dengan memilihmu, jadi kenapa aku harus mempertanyakan lagi keputusannya?” jawabnya lugas.

Joo Hyuk sontak tersenyum miring saat ingatannya berjalan mundur ke waktu dirinya makan malam bersama keluarga Choi Yong Joon. Benar, pertanyaannya barusan terasa sia-sia kalau mengingat betapa keras kepala dan egoisnya seorang Choi Yong Joon. Tanpa menunggu jawaban yang tepat Joo Hyuk sudah tahu apa jawabannya.

Pria itu tidak meresponsnya lagi. “Hmm, Suzy-ssi ... btw, aku belum pernah bertemu dengan orang tuamu, dan kau juga tidak pernah membicarakannya denganku,” kata Joo Hyuk mengubah topik obrolan. “Sori, tapi rumor yang kudengar tentang kedua orang tuamu yang sudah lama menghilang dari ruang publik karena mereka telah berpisah. Apa benar begitu?” lanjutnya hati-hati.

Mata bulat perempuan itu sempat membeliak kaget. Suzy menelan ludah dengan susah payah.

Joo Hyuk mengedikkan bahu. “Suzy-ssi, aku tidak bermaksud apa-apa ... aku hanya penasaran saja bagaimana pendapat mereka tentang rencana perjodohan kita? Saat ini orang tuamu ada di mana? Bukankah seharusnya kami sudah bertemu karena bagaimanapun kau itu putri semata wayang mereka, kan?”

DEG!!

Jantung Suzy rasanya mendadak berhenti mendengar pertanyaan beruntun dari calon suaminya. Suzy tidak tahu harus merespons apa. Dia hanya bisa diam ketika Joo Hyuk menyinggung soal orang tuanya. Suzy tidak sanggup menjawab karena pertanyaan itu sering kali menghantui benaknya. Kenapa Tuhan membiarkan keluarganya terpisah? Apakah karena ia tidak pantas untuk memiliki keluarga yang utuh?

Suzy menghela napas panjang. Otaknya berputar keras mencari alasan dan mencoba berpikir untuk menjelaskannya. Suzy tidak pernah bercerita mengenai orang tuanya. Dia selalu bingung merangkai kata untuk bercerita tentang keadaannya. Jari lentiknya kemudian menelusuri anak rambut pria itu di sekitar dahi dan telinga, lalu menyelipkan jemarinya ke sela-sela rambut tebal Joo Hyuk.

“Ya ... tentu saja. Mereka sudah setuju dengan rencana perjodohan ini, apalagi orang tua kita telah bersahabat sejak lama.” Suzy tersenyum manis, berusaha sebiasa mungkin. “Rumor itu tidaklah benar, orang tuaku baik-baik saja. Namun, untuk sekarang mereka tidak bisa tinggal bersamaku karena suatu alasan yang bersifat pribadi. Tapi, jika waktunya sudah tiba aku pastikan akan mengenalkanmu pada mereka,” jawab Suzy diplomatis dengan perasaan yang tidak menentu.

Joo Hyuk menikmati sentuhan Suzy di kepalanya sekaligus mencoba menebak-nebak jawaban Suzy yang terkesan ada yang ditutupi. Wajahnya tidak dapat Joo Hyuk tebak. Lurus, seperti tidak ada nuansa kebohongan atau apa, tapi rasanya memang ada sedikit yang mengganjal.

Joo Hyuk tersenyum simpul. Entah kenapa, meski ia sempat berpikir yang tidak-tidak, hatinya tidak merasa terganggu. Maksudnya, entahlah ... Joo Hyuk bingung, ia juga tidak terlalu berharap dengan hubungan ini. Jadi, Joo Hyuk hanya mengikuti air mengalir. Kata orang-orang terdekatnya, Joo Hyuk harus belajar membuka diri untuk orang lain. Dia hanya akan membiarkan dirinya untuk mengikuti arus kehidupan yang menuntunnya.

<<>>





[ Annyeong yeoreobun .... semoga chapter ini bisa mengobati kerinduan kalian sama cerita ini, ya 🥰 ]




🎬 [September, 2021] ======> [Di-edit, 09/06/2023]

PETRICHORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang