1

32.2K 1.7K 45
                                        

"Dek, uang saku kamu aku taruh atas kulkas, ya? Di bawahnya mangkok."

Tama mengetuk pintu kamar mandi Feby. Gadis itu sudah setengah jam di dalam sana, entah apa yang dilakukannya. Tama melirik arlojinya, hari ini dia ada meeting pagi.

"Em, iya, Mas."

"Sarapannya udah aku siapin. Dimakan, ya. Jangan sampai enggak."

"Iya."

Tama sudah menyiapkan sarapan berupa nasi goreng untuk adiknya yang manja itu. Alih-alih Feby yang memasak untuknya, malah dia yang harus melayani gadis itu.

"Aku berangkat dulu, ada meeting pagi ini. Kamu nanti berangkatnya naik ojol aja, ya?"

"Nggak mau."

"Dek?"

"Ya iyalah, aku naik ojol. Masak mau pinjem pintu ke mana saja punya Doraemon."

Tama menggelengkan kepala dengan jawaban adiknya yang absurd itu. Ia kembali melihat arlojinya, sudah tidak keburu.

"Ya, udah. Aku berangkat, ya?"

"Udah, buruan sana. Aku nih nyikat gigi nggak kelar-kelar lho, jawabin kamu terus."

***

Feby pergi sekolah menggunakan ojol sesuai instruksi abangnya. Biasanya mereka berdua berangkat bersama. Ia masuk ke dalam kelas dengan terburu-buru, untung saja tidak telat. Ini semua karena ia ngotot luluran sebelum berangkat sekolah.

"Feb, hari ini tanggal 20 'kan?" Nita, teman sebangku Feby bertanya.

"Iya, emang kenapa?" Feby yang sedang memeriksa penampilan di layar ponselnya balik bertanya.

"Bukannya Mas Tama ulang taun?"

"Ya Allah, lupa aku." Feby menepuk dahinya sendiri. Ia belum menyiapkan kado untuk abangnya itu.

"Tahun ini kamu mau ngasih dia kado apa?"

"Apa, ya? Bingung aku. Kamu ada ide?"

"Gimana kalau tas laptop?" usul Nita.

"Itu udah dua tahun yang lalu. Yang lain, dong?"

Nita tampak berpikir keras, begitupun Feby. Ia sedang memikirkan kado yang sesuai budgetnya, lagipula Tama akan marah kalau ia memberi kado yang mahal-mahal, jangan menghamburkan uang, katanya.

"Em, gimana kalau sepatu?" saran Nita.

"Kan taun kemarin."

"Nggak papa, kemarin 'kan sepatu kerja. Gimana kalau taun ini sepatu kets?"

"Em, iya, deh. Kamu bantuin aku nyari sepatu, ya?" pinta Feby dengan poppy eyes nya. Padahal tanpa dia begitu toh Nita akan mengantarkan secara sukarela.

"Oke. Tapi nggak gratis loh." Nita memanfaatkan keadaan.

"Nanti aku traktir es boba."

"Boba aja?"

"Sama batagor, deal!"

"Oke."

***

"Tam, nanti malam 'kan ultah kamu, kita mau jalan ke mana?" Silvia, kekasih Tama yang baru dipacarinya selama 5 bulan, bertanya.

Gadis itu selalu saja menempel pada Tama saat jam istirahat seperti ini. Sebenarnya Tama merasa risih, ini kan sedang di kantor. Ia tak mau menjadi bahan gosip teman-temannya.

Ia sudah pernah menasehati Silvia, tapi gadis itu masih saja seperti itu. Ia memang tipe gadis yang suka mengumbar kemesraan di depan umum.

"Em, Sil. Sebenernya tadi adekku baru nelpon. Dia mau nyiapain pesta di rumah. Mau masak dan bikin kue juga. Kita rayain di rumah, gimana?"

Tama menyingkirkan tangan Silvia yang menggelayut di pundaknya, ia juga menggeser duduknya sedikit menjauh.

"Em, oke."

Silvia tampak kecewa dengan usul Tama, sebenarnya ia ingin merayakan ulang tahun Tama berdua saja. Tapi calon adik iparnya itu membuyarkan impiannya.

Selalu saja seperti ini, Tama selalu mementingkan adik tirinya itu. Kali ini ia tak akan tinggal diam. Ia akan melakukan sesuatu.

***

"Nit, akhirnya selesai juga kita bikin kuenya. Makasih, ya. Udah bantuin aku."

Setelah mencari kado Feby dan Nita bekerja sama memasak makanan untuk merayakan ulang tahun Tama. Tak banyak yang mereka masak hanya cap cay, mi goreng, serta ayam goreng. Mereka juga membuat brownis instan yang hanya dihias parutan keju di atasnya.

"Kalau bikin kue gitu doang mah, kecil." Nita berjalan ke ruang tamu mengambil tasnya. Feby mengikutinya.

"Loh, mau pulang?"

"Iya, sorry aku nggak bisa ikut makan-makan di sini. Bundaku tiba-tiba nelpon. Aku harus pulang, salam buat mas Tama. Bilang happy birthday dari Nita, gitu."

"Iya, Nit. Makasih, ya."

Feby mengantar kepergian Nita sampai ke depan rumah. Tiba-tiba ponselnya berdering. Panggilan dari Silvia.

"Iya, mbak?"

"Dek, untuk ultah Mas Tama kali ini, Mbak pingin ngerayain di luar berdua, kamu nggak masalah 'kan?"

Feby agak kecewa mendengar permintaan kekasih baru kakaknya.

"Em, iya, Mbak. Nggak papa."

"Makasih ya, Dek. Atas pengertian kamu."

"Oh, iya, Mbak. Santai saja."

"Mbak boleh minta tolong sama kamu, nggak?"

"Apa, Mbak?"

"Kamu bilang sama Mas Tama supaya jangan pulang. Bilang aja kamu nggak jadi bikin kuenya, gitu."

"Oh, oke, Mbak."

"Makasih, ya, Dek."

Feby segera melaksanakan instruksi dari Silvia. Walau hatinya kecewa karena sedari tadi sudah lelah menyiapkan segala sesuatu, tapi ia harus mengalah dengan kekasih abangnya.

"Mas, aku cuma mau ngasih tau. Nanti aku ada kursus sampai malam, kayaknya aku nggak jadi bikin kue, deh." Feby berbicara sambil memegangi dadanya, baru kali ini ia berbohong pada Tama. Semoga saja Tama tidak curiga.

"Nggak papa, Dek. Kita beli aja di luar."

"Em, kayaknya aku bakal nginep juga di rumah Nita. Soalnya mau kerja kelompok gitu." Feby mencari alasan.

"Oh, gitu, ya?"

"Mas, nggak papa 'kan ngerayain ultah tanpa aku? Kan masih ada mbak Silvia?"

"Tetap aja lain, Dek. Kan biasanya tiap tahun aku ngerayainnya sama kamu."

"Yah, gimana dong, Mas?"

"Nggak pakai nginep emang nggak bisa, Dek?"

"Pulangnya malam banget, Mas."

"Nggak papa, nanti aku jemput. Oke?"

"Em, ya udah kalau gitu."

"Begitu selesai kamu telpon aku, ya. Langsung aku jemput."

"Oke, Bos!"

Feby menutup panggilan. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mau diapakan makanan sebanyak itu?

My Abang, My Crush (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang