43

6.9K 597 5
                                    

Feby yang sedang tidur-tidur ayam di kamarnya terkejut mendengar suara ribut-ribut dari luar kamarnya. Seperti teriakan Tama. Ia segera keluar kamar dengan panik. Tapi yang ditemuinya adalah Tama yang sedang asyik menonton TV dengan memangku stoples keripik kentang.

"Kamu kenapa, Mas?" tanya Feby panik. Ia memeriksa keadaan Tama dari atas ke bawah, tak kurang suatu apa.

"Nggak kenapa-kenapa." Tama menjawab dengan santai, sesekali memindahkan chanel menggunakan remote.

"Yang tadi teriak-teriak itu?"

"Lagi bosan aja."

"Kamu ngerjain aku, Mas? Bikin khawatir aja!" Feby bersiap masuk kembali ke dalam kamarnya dengan muka ditekuk. Sia-sia saja dia panik.

"Temenin aku nonton, aku bosan nonton sendiri."

"Ya kamu tidur aja, Mas. Lagian kamu 'kan butuh banyak istirahat?"

"Temenin aku."

"Hah?"

"Temenin nonton, bukan temenin tidur! Kenapa muka kamu langsung merah?"

"Si-siapa yang merah? Mana ada?" Feby mengelak, ia mengipas-ngipasi mukanya menggunakan telapak tangannya.

"Duduk!" Tama menarik tangan Feby agar mau duduk di sampingnya. Maunya di pangkuannya, tapi kakinya 'kan sedang sakit. Skip, itu hanya haluan gak jelas author.

Feby menuruti perintah Tama. Ia menemani pria itu nonton TV dengan setengah hati. Mukanya ditekuk, terlihat sekali tidak ikhlas.

Saat ini mereka sedang nonton benteng Takeshi. Tama tertawa terbahak-bahak saat ada peserta yang tercebur ke dalam air. Feby sangat terganggu mendengar tawa Tama yang lepas, ia merasa seolah Tama sedang menertawakan dirinya. Ia kembali teringat peristiwa saat ia menangisi pria itu.

Feby menjambak rambutnya kesal, ia sangat malu mengingatnya.  Andai ingatannya tentang kejadian itu bisa didelete.

"Kamu kenapa, Dek?"

"Aku nggak suka acara ini." Feby merebut remote TV yang ada di pangkuan Tama. Ia mengganti chanelnya dengan kesal. Pencet sana pencet sini, membuat Tama bingung.

"Mau nonton apa, sih? Kalau gitu caranya nanti remote TV aku bisa rusak."

"Ya udah, aku mau mandi." Feby melempar remote TV dengan kesal, kemudian beranjak pergi ke kamar mandi untuk menghindari Tama.

"Sini dulu, ngobrol sama aku." Tama menahan tangan Feby.

"Ngobrol apa lagi sih, Mas?" Feby kembali duduk dengan kesal.

"Yang tadi siang 'kan bel ...."

"Aku nggak mau ngomongin itu lagi, Mas." Feby memotong ucapan Tama. Ia sudah menduga Tama akan kembali membahas topik yang sangat ingin ia hindari.

"Oke, jelasin dulu kenapa wajah kamu tiba-tiba pucat?" selidik Tama.

"Aku nggak papa, Mas. Aku sehat wal afiat gini!"

Kruyukkkk .... (Bukan suara ayam, anggap aja ini suara perut, ya)

Feby memalingkan wajah karena malu, perut sialan. Memalukan saja, makinya dalam hati.

"Makan dulu sana, cacing-cacing di perut kamu sudah mulai berorasi." Tama menyindir Feby yang mukanya sudah semerah tomat.

"A-aku nggak lapar!" sanggah Feby.

"Yang tadi itu suara apa? Guntur? Apa mau aku suapin?"

"Kamu apaan sih, Mas?" Feby merasa risih dengan sikap Tama yang akhir-akhir ini banyak berubah. Suka menggombal tak jelas, membuatnya baper saja.

Baper? Sama abang sendiri? Oh, yang benar saja. Kurasa otak ini perlu di-up grade, pikir Feby.

"Kenapa malu? Dulu waktu kecil kamu nggak mau makan kalau nggak aku siapin, ingat nggak?" Goda Tama.

"Nggak!" Feby segera melepaskan diri dari Tama dan berlari ke kamarnya.




My Abang, My Crush (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang