"Lagi masak apa?"
Feby kaget ketika Tama memeluknya dari belakang dan mencium pipinya. Sudah dua bulan mereka menikah, tak ada yang berubah dari hubungan mereka berdua. Kecuali Tama yang kini selalu menempel padanya, sedikit-sedikit peluk, sedikit-sedikit cium.
Feby ingat, dulu Tama selalu marah kalau Feby tak sengaja menyentuhnya seperti memeluk, mencubit pipi. Sekarang malah dia yang nyosor duluan.
"Mas, kamu kenapa, sih, dulu marah banget kalau aku peluk kamu, cubit pipi kamu?"
"Kapan aku marah?"
"Iya, kamu marah. Kamu langsung buang tangan aku, terus pergi."
Tama memijat tengkuknya karena gelisah, ia menjawab dengan perlahan.
"Itu karena aku takut tergoda sama kamu."
"Jadi dari dulu kamu memang mesum, Mas? Makanya kamu nggak ngijinin aku keluar kamar pakai pakaian minim?"
"Bukan mesum, aku ini 'kan laki-laki normal juga. Kalau digituin terus ya ...."
"Apa? Bilang aja kamu mesum. Orang aku nganggep kamu kakak, eh kamunya ...."
"Apa?"
"Udahlah." Feby tak meneruskan kata-katanya. Ia mematikan kompor, cap cay yang dimasaknya sudah matang.
Ia mulai menyabuni perabot dapur yang kotor. Ia kaget saat kedua tangan Tama melingkari pinggangnya.
"Mau apa, Mas?"
"Bantuin kamu cuci piring."
Feby merasa geli karena Tama berbicara di dekat telinganya. Ia merasa tak leluasa bergerak karena Tama selalu menempel padanya.
"Sejak kapan sih kamu jadi kayak gini? Perasaan kamu kalau sama pacar-pacar kamu cuek banget."
"Aku gini sama kamu aja."
"Pas pacaran itu kamu ngapain aja, Mas?"
Tama tersenyum mendengar pertanyaan Feby. Ia merasa ada sedikit nada kecemburuan di sana.
"Nggak ngapa-ngapain, pegangan tangan aja, itupun ceweknya yang gandeng aku."
"Masa? Ci-ciuman nggak pernah?" tanya Feby ragu, ada rasa ingin tahu yang besar di dalam dirinya.
"Nggak pernah, baru sama kamu aja."
"Udah, nggak usah dibahas." Potong Feby gelagapan.
Feby merasa risih ketika rambut panjangnya jatuh ke dahi, ia kesulitan membenahinya karena kedua tangannya kotor.
Tama merapikan rambut Feby dan menggenggamnya dengan sebelah tangannya. Sebelah tangannya meraih pita rambut yang tergeletak di meja dapur.
"Kenapa rambutnya nggak diiket? Sengaja, ya?" Tama mengikat rambut Feby dengan telaten, kemudian dengan santainya dia mencium leher Feby.
"Upah."
Tama pergi meninggalkan Feby begitu saja. Feby menggelengkan kepalanya, bagaimana mungkin Tama yang dingin bisa berubah jadi mesum seperti ini. Atau memang ini karakter aslinya?
***
Setelah mencuci piring Feby menonton TV di ruang tengah. Kini mereka tinggal di sebuah perumahan sederhana yang dibeli oleh Tama. Rumah mereka yang lama sudah dikontrakkan.
"Dek, ambilin remote TV di situ."
Tama yang sedang duduk di samping Feby memerintah. Sebagai istri yang baik Feby menurut.
"Ganti Indosiar."
Feby memindah chanel sesuai instruksi Tama, kemudian ia kembali duduk sambil terus melihat ke arah TV.
Ia kaget ketika sofa yang didudukinya berubah jadi paha Tama. Ya, dia kini duduk di atas paha Tama.
"Ih, apaan, sih?" Feby bersiap turun dari pangkuan, tapi pinggangnya ditahan oleh Tama yang sedang tersenyum jahil.
"Gini aja nontonnya."
"Nggak mau, aku mau turun."
"Udah, gini aja."
Wajah Feby memanas karena malu, akhir-akhir ini Tama memang jadi selebay ini. Ia kadang merasa kesusahan melakukan penyesuaian diri.
"Badan aku bau bawang, Mas. Kan habis masak."
"Masa? Coba aku cium." Tama mengendus-endus ke arah leher Feby. Membuat Feby merasa kegelian.
"Halah, modus! Turunin, aku mau mandi."
Tama merasa apa yang diucapkan Feby adalah kode keras untuknya.
"Oke, bersama." Tama tiba-tiba menggendong Feby ke kamar. Membuat Feby kaget dan panik.
"Mas, mau ngapain?"
"Biar cepet rilis, Tama mini-nya."
"Dasar! Tamagochi! Turunin nggak? Tamaraaa ...."
End
Gerah ya, Bun? Hehe
Akhirnya selesai juga cerita gue ini, cerita yang gue tulis asal aja, karena gabut. Moga ada yang suka, ya ...
Sory kalau alurnya rada aneh atau gimana, mohon dimaklumi, ya
Cerita gue yang lain boleh ditengok lah, ya. udah pada tamat semua kok, tinggal baca aja.
Kalau suka cerita ini Vote sama komen jangan lupa😁
Terimakasih buat yang udah baca cerita ini sampai selesai, kalian hebat deh ...
Yang tau Tamagochi artinya kita seumuran. Btw nama lengkap Tama bukan Tamara, ya. Nggak pernah gue bahas, ya. Em, anu ... Sebenernya gue males ngarang nama. Ada yang mau nyumbang ide? Nama cast lain sekalian juga boleh, gue ngelunjak 😁
Sampai jumpa di cerita gue yang lain, Mantan Kampret mau 3M lho, Alhamdulillah. Udah dilamar 24 penerbit, gue tolakin semua. Ini semua demi kalian, perez .... Yah, gue belum kepikiran bikin buku.
Kata laki gue belum afdol penulis belum punya buku hehe, dahlah ya😁
Sebenarnya gue punya satu lagi cerita yang udah end di draft gue, tinggal revisi aja sih. Publish jangan? Judulnya "Teman Tapi Mupeng" setelah yang itu kelar gue lagi kepikiran mau nulis cerita tentang perjodohan, mau gue kasih judul "Suami dari Neraka."
Terus gue juga kepikiran mau bikin cerita tentang kang kredit yang tampan judulnya "My sweet sugar Daddy" jangan ketipu ama judul, kagak ada anuannya kok.
Masa gue juga kepikiran bikin cerita berlatar game, jadi cowoknya gamer gitu, dia direndahin camer karena dianggap nggak punya masa depan, tuh camer belum kenal sama Jess No Limit aja. Rencananya mau gue kasih judul "Ursa Gaming."
Oh, ya bikin cerita tentang tukang ojek bisa seru juga kayaknya, mau gue kasih judul "Grab it fast"
Hadeh kebanyakan proyek, ntar belum ape-ape ide gue udah diplagiat. Pede gila hehe😁
Yaudah, pilih aja, kalian pingin proyek mana yang pingin gue kerjain lebih dulu. Terus kalian follow gue, bukannya apa ... Biar notifnya masuk ke kalian kalau gue update cerita baru, modus lancar jaya ya, Bun😁
Ig gue ada juga, tapi sepi, gue jarang nyetatus, ga tau mau di isi apa (aslinya malu kalau kagak ada yang like mwehehe)
Dahlah, panjang amat closing gue. Intinya mampir ke cerita gue yang lain, udah pada tamat, ga usah takut dighosting ama gue pokoknya mah. Bye ....
love you all 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
My Abang, My Crush (Complete)
RomanceMungkin jodoh tidak datang tepat waktu, tapi jodoh datang di waktu yang tepat.