Pesta pernikahan Feby dan Tama sudah sejam yang lalu dilangsungkan. Sepasang kakak adik tengah meratapi nasib mereka. Mereka baru saja pulang dari acara resepsi pernikahan yang diselenggarakan di sebuah kafe sederhana.
"Kak, lo nggak papa?"
"Nggak papa gimana maksud lo? Setelah gue melihat gebetan gue menikah dan itu bukan dengan gue. Lo pikir hati gue ini terbuat ember yang anti pecah?"
"Nggak usah nge-gas juga kali, lo pikir Lo aja yang lagi berkabung, gue juga. Mana tadi si Feby keliatan cantik banget. Seharusnya yang ada di sampingnya itu gue, bukan si tua bangka Tama-gochi itu!"
"Kenapa juga kita patah hati bisa barengan gini?" Andin menggelengkan kepala sambil memakan sesendok besar sorbet.
"Mungkin biar kita bisa saling support dan menguatkan, biar cepet move on-nya."
"Hua ... Mas Tama!"
"Udahlah, Kak. Ngapain juga lo nangisin dia. Mending lo sama si Edric aja. Gue rasa lo kualat sama dia, mana main kabur aja pas acara pertunangan."
"Iya juga, ya. Masalahnya gue ilfeel saat dia ketawa, giginya di portal dong!"
"Udah dilepas sama dia, udah gue kasih tau kalau lo ilfeel sama kawat gigi dia."
"Thank's God! Tapi dia masih available 'kan?"
"Masih, dia masih nungguin lo."
"Hua ... Edric, i'm coming! Sekarang gue mau mabora alias mabok dulu."
"Makan sorbet mana bisa mabok, sih?" Leon mencibir tingkah absurd sang kakak.
"Gue mau mabok sehat."
"Whatever."
Dan akhirnya kedua bersaudara itu menikmati kesedihan mereka dengan mengahadapi semangkok besar sorbet melon.
***
"Mas, tadi aku lihat wajah Mas Leon itu kasihan banget deh."
Feby melepas hijabnya satu per satu, semua ada tiga lapis. Pesta pernikahan mereka baru usai satu jam yang lalu. Untuk sementara mereka menginap di hotel, ya hitung-hitung sebagai bulan madu.
Tama malas menanggapi cerita Feby yang menurutnya tidak terlalu penting. Ia melepaskan jasnya dan pergi ke kamar mandi.
Feby mencebik kesal karena Tama malah mengabaikan ceritanya. Ia kembali mendesah lelah saat mengingat betapa menyedihkannya ekspresi Leon saat menyalaminya.
"Masih mikirin si Leon itu?"
Tama keluar dari kamar mandi, ia kesal karena meliahat Feby masih saja melamun. Bukannya siap-siap. Em, siap-siap apa, ya? Hehe ....
"Mandi sana, kamu nggak gerah?"
"Mas, bantuin aku lepasin kancing belakang aku, dong! Susah banget ini, mana banyak lagi. Udah aku bilang mau yang model resleting kemarin, eh kamu maunya yang ini, kata kamu modelnya lebih bagus, ada payetnya ...."
"Udah selesai, buruan mandi, jangan ngomel terus."
Tama memotong ucapan Feby. Kalau tidak dipotong bisa-bisa subuh baru berhenti. Bibir mungil itu biarpun tipis kalau mengomel kuat sekali. Maklum batreinya impor.
"Mas, kamu pesenin nasi goreng dong, aku laper nih, tadi aku makan cuma sedikit." Feby berpesan sebelum masuk ke kamar mandi.
***
Setelah makan malam, yang sudah terlalu malam, mereka berdua duduk di sofa menonton TV.
"Kalau kamu ngantuk, kamu tidur duluan aja, Mas. Aku masih mau nonton."
Tama mendengus mendengar perkataan Feby, ia segera merebut remote TV dan segera menekan tombol off.
"Kok dimatikan, sih, Mas? Aku masih pingin nonton."
"Tidur, udah malam." Tama bukannya tak tau kalau Feby sengaja berbuat begitu untuk menghindari dirinya.
"Aku tidur di sini aja, Mas. Di situ deket AC aku nggak kuat dingin." Feby beralasan sembari hendak membaringkan badannya di sofa.
"Kan ada selimut, nggak usah alasan. Kalau masih kurang juga, aku pelukin kamu supaya kamu nggak kedinginan."
Feby meremas ujung bajunya resah karena mendengar ucapan Tama yang menurutnya terlalu vulgar.
Feby tetap tak mau beranjak dari sofa, Tama menghampirinya dan tiba-tiba mengendongnya.
"Kamu apaan, sih, Mas?"
"Kamu sengaja nggak mau jalan karena nungguin aku gendong 'kan?"
"Apaan, sih? Turunin, nggak?"
Tama meletakkan Feby di ranjang dengan berhati-hati. Muka Feby memerah karena malu.
"Pakai blushing segala? Bukannya dulu aku sering gendong kamu?"
Feby mengingat saat dirinya kecil ia memang sangat manja, terkadang ia minta digendong Tama kesana kemari.
"Kamu nggak ngantuk, Mas?"
"Enggak. Kamu ngantuk?"
Feby menggeleng, kemudian ia menyesali kejujurannya. Seharusnya ia pura-pura mengantuk saja. Bagaimana kalau Tama mengajaknya ....
"Deketan sini, kamu tidurnya terlalu ke pinggir, nanti kamu jatuh."
"Eh, nggak usah, Mas. Di sini aja, biar gampang kalau mau turun ke kamar mandi."
"Kamu takut sama aku?"
"Takut kenapa?"
"Takut aku makan."
Feby melotot mendengar jawaban Tama yang ambigu. Ia malah semakin beringsut ke pinggir. Tiba-tiba ....
"Aduh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Abang, My Crush (Complete)
RomanceMungkin jodoh tidak datang tepat waktu, tapi jodoh datang di waktu yang tepat.