Saat sampai di kamarnya, Feby kembali memikirkan perkataan Leon. Selama ini memang Tama tidak suka jika ia terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Apakah artinya itu cemburu?
Abangnya itu juga terlihat gugup saat ia memakai pakaian yang terbuka saat di dalam rumah. Ia juga menghindari kontak fisik yang terlalu berlebihan dengannya. Seperti memeluk, mencium. Kecuali saat mereka naik motor. Abangnya akan membiarkan ia memeluk pinggangnya.
Padahal 'kan kalau mereka memang sebatas kakak adik tak masalah jika melakukan kontak fisik seperti itu?
Feby memukuli kepalanya, tak mungkin abangnya memiliki perasaan seperti itu padanya. Ia jadi merasa bodoh karena terpengaruh dengan ucapan Leon.
***
Saat jam istirahat Leon memanggil Feby untuk duduk bersamanya.
"Feb, sini!"
"Kenapa, Mas?" Feby menghampiri Leon dengan penasaran.
"Duduk, gue mau gombalin lo."
"Eh, apa, Mas?"
"Lo mau nggak gue gombalin?"
Wajah Feby bersemu merah. Leon ini paling bisa membuatnya tersipu. Apa jadinya kalau ia digombali pemuda tampan sepertinya, ia takut kebaperan.
"Lain kali saja, Mas. Saya sibuk."
"Sibuk apa? Istirahat gini. Bilang aja kalau lo takut baper." Tantang Leon.
"Saya nggak gitu."
Feby berusaha mengelak. Ia malu kalau terlihat seperti gadis polos di depan Leon. Pasti Leon akan semakin semangat mengerjainya.
"Ya udah, makanya duduk sini."
Feby terpaksa menerima tantangan Leon. Ia sudah menyiapkan diri jangan sampai tergoda dengan gombalan Leon.
"Feb, lo tau, nggak?"
"Tau apa, Mas?"
"Ish, diem dulu."
"Eh, iya."
"Jeruk, jeruk apa yang ...."
"Kerja, jam istirahat udah habis!"
Andin menghampiri mereka berdua. Leon kesal karena kakaknya selalu menggangu kegiatannya mengganggu gadis polos seperti Feby.
"Feb, tunggu!" Andin mencegah Feby yang berniat pergi ke dapur.
"Iya, Mbak."
"Lain kali kalau adek gue gombalin lo, langsung lo tampol aja."
"Kok gitu, Mbak?"
"Ini demi keselamatan lo. Asal lo tau, ya. Adek gue 'tuh playboy kelas kakap. Udah banyak cewek yang dibaperin sama dia. Mantannya bejibun. Kontak ponselnya udah kayak asrama putri."
"Eh, iya, Mbak."
Feby tak begitu terkejut dengan fakta yang baru saja diungkapkan oleh Andin. Leon memang tampan, justru aneh kalau dia tak memiliki banyak penggemar.
***
"Kak, maksud lo apa ngejelekin gue di depan Feby?" Leon tak terima dengan ulah Andin yang menurunkan pasarannya.
"Biar dia nggak baper sama lo."
"Baper juga nggak papa."
"Gila lo, ya. Udah gue bilang jangan ganggu dia. Gue naksir abangnya, Onel!"
Andin memukuli punggung Leon dengan buku tebal yang selalu dibawanya ke mana-mana. Sudah seperti rentenir saja.
"Ya nggak papa lah. Lo dapat abangnya, gue dapat adeknya."
"Nggak! Nggak boleh. Bakal ruwet itu. Pokoknya lo harus jauhin dia."
Andin mengancam Leon dengan mengangkat tinggi buku tebalnya, bersiap memukul lagi.
"Nggak mau!"
"Onel!"
"Kasih gue dua juta dulu."
***
Jam kerja telah usai, Feby mengerjakan tugas terakhirnya, yaitu mengepel lantai. Ia melihat Leon masih ada di kafe itu, ia menghampirinya.
"Mas, kamu lagi main apa?" Feby menegur Leon yang sedang asyik bermain game di ponselnya.
"Main game seru, sini gue ajarin."
Leon menarik tangan Feby agar duduk di sampingnya. Feby duduk dengan gugup sambil melihat ponsel Leon.
"Gini cara mainnya." Tangan Leon melingkari pundak Feby. Membuat Feby semakin gugup.
"Ehem ...."
Feby menoleh ke arah pintu masuk, tampak orang yang selama ini menjadi beban pikirannya berdiri di sana.
"Mas Tama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Abang, My Crush (Complete)
RomanceMungkin jodoh tidak datang tepat waktu, tapi jodoh datang di waktu yang tepat.