Leon membantu Feby untuk berdiri, Feby kesulitan untuk berdiri tegak. Beberapa kali ia hampir tumbang. Untung saja Leon sigap menangkapnya.
Seperti saat ini, hampir saja Feby kembali terjatuh, Leon segera menangkap tubuhnya, Feby refleks mencengkram pundak Leon. Posisi mereka seperti sedang berpelukan.
Feby memandangi wajah tampan Leon dari dekat. Wajahnya memerah, baru kali ini ia berada sedekat ini dengan seorang cowok tampan.
"Jangan terpesona, jangan baper, ingat rulesnya." Goda Leon.
Feby buru-buru melepaskan pegangannya, akibatnya ia kembali oleng. Leon kembali menangkap pinggangnya. Feby malu menjadi tontonan orang di sekitarnya. Untung saja malam ini tempat ini tak begitu ramai.
"Fokus berdiri dengan benar, jangan fokus pada wajah gue yang ganteng."
Setelah dapat berdiri dengan benar, Leon mengajari Feby untuk mulai melangkah. Ia maju beberapa langkah meniggalkan Feby.
"Sambut tangan gue."
Leon mengulurkan tangannya, Feby ragu hendak menyambutnya. Ini pertama kalinya ia memegang tangan cowok selain abangnya.
"Tenang aja, tangan gue nggak ada setrumnya kok."
Dengan ragu Feby menyambut tangan Leon. Ia mulai melangkah, Leon setia menuntunnya
"Yah, gitu! Bagus!"
Dirasa sudah cukup lancar, tiba-tiba Leon melepaskan pegangannya. Sontak Feby terjengkang.
"Aduh ...."
Leon segera menghampiri, ia panik saat Feby tak dapat menggerakkan kakinya. Feby meringis memegangi pergelangan kakinya.
"Feb, lo nggak apa-apa?"
"Kaki saya sakit, Mas."
Leon memeriksa kaki Feby, sepertinya terkilir. Leon segera membawa Feby ke kursi. Ia berjongkok di depan Feby, kemudian melepaskan sepatu Feby.
"Aw ...."
"Kayaknya terkilir, sakit banget, ya? Sini aku tiupin."
Leon meniup-niup kaki Feby seolah kaki Feby terkena luka bakar. Konyol, hadeh. Ngapa gue nulis gini, sih? Hehe ....
"Udah, Mas. Dipikir kaki saya lilin ulang taun?" Feby menahan pundak Leon yang akan menunduk untuk meniup kakinya lagi.
"Maaf, ya. Gara-gara gue ngajak lo ke sini kaki lo jadi terkilir kayak gini."
"Nggak apa-apa. Resiko belajar."
"Tenang aja, ntar pulangnya gue gendong."
"Hah?"
"Harusnya tadi gue nggak buru-buru lepasin lo. Gue mentor yang buruk."
"Udah, nggak usah merasa bersalah terus. Saya seneng kok dibawa ke sini. Oh, ya. Saya belum ngucapin selamat ulang tahun."
"Kadonya?"
"Em, itu ...."
Tiba-tiba Leon mendekatkan wajahnya ke arah Feby. Seketika Feby menjadi panik, ia mengira Leon akan menciumnya. Sebagai kado ulang tahunnya.
Tiba-tiba Feby merasa tubuhnya melayang, ia kaget karena Leon menggendongnya secara bridal.
"Ayo pulang."
"Mas, turunin. Nggak usah digendong kayak gini." Feby melihat sekitarnya, ia malu kalau ada yang memergoki mereka.
"Nggak usah baper, gue juga males main gendong-gendongan sama lo. Tapi apa boleh buat, kaki lo 'kan sakit. Ntar kalau lo paksain jalan tambah sakit. Terus kalau lo di amputasi gimana?"
Feby terdiam menanggapi celoteh Leon, ia fokus memandangi wajah Leon dari bawah. Samar-samar tercium parfum mahal Leon yang maskulin.
***
Leon membawa Feby ke kamarnya. Feby jadi panik.
"Mas, ngapain kita ke kamar kamu?"
"Nggak usah mikir jorok. Gue mau ngobatin kaki lo. Gue punya spray analgesik."
"Di kamar saya 'kan bisa?"
"Terus abang lo mergokin kita, gitu?"
"Kaki saya nggak papa, Mas. Dibuat istirahat sebentar juga sembuh."
"Hush, diem! Gue cium juga lo!"
Mendengar ancaman Leon seketika Feby menutup mulutnya rapat-rapat.
Leon menyemprot kakinya dengan spray analgesik. Terasa dingin, Feby merasa sakitnya sedikit berkurang. Leon mengambil perban untuk membalut kaki Feby.
"Ngapain pakai di perban, sih, Mas?"
"Biar lo inget kalau kaki lo lagi sakit. Jangan pecicilan."
Setelah selesai Feby memandangi kakinya yang sudah seperti korban kecelakaan.
"Lo nggak ada niatan ngucapin terima kasih?"
"Oh, makasih, ya, Mas."
"Makasih doang?"
"Terus apa lagi?"
"Di dunia ini nggak ada yang gratis."
Leon mendekatkan wajahnya ke arah Feby. Feby seketika memundurkan wajahnya. Dadanya berdebar kencang. Apa sekarang Leon benar-benar berniat menciumnya.
Ada rasa penasaran di dalam dirinya, bagaimana rasanya dicium pria tampan seperti Leon. Dasar Feby ....
Leon semakin mendekatkan wajahnya, Feby tak dapat mengelak lagi. Ia pun memejamkan matanya. Ia menghitung dalam hati, sebentar lagi ia akan merasakan yang namanya ciuman pertama. Tiga, dua, sat ....
"Mata lo ada beleknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Abang, My Crush (Complete)
RomanceMungkin jodoh tidak datang tepat waktu, tapi jodoh datang di waktu yang tepat.