39

6.4K 632 4
                                    

Hari ini Tama sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Tapi seminggu sekali Tama masih harus menjalani terapi. Setelah mengurus administrasi mereka bersiap pulang.

Dalam perjalanan pulang, di dalam taksi mereka lebih banyak diam. Mereka larut dalam pikiran masing-masing.

"Kamu bisa pulang setelah mengantar aku."

"Kamu ngusir aku, Mas?" Feby bertanya dengan kaget.

"Aku cuma nggak mau ngerepotin kamu."

"Repot apa, Mas? Cuma aku keluarga kamu, lalu siapa lagi yang mau ngerawat kamu kalau bukan aku?"

"Ada Andin."

Lagi-lagi Feby kaget, karena mendengar nama Andin disebut. Dalam hatinya ia merasa tak terima. Memang siapa Andin? Mengapa ia lebih berhak merawat Tama daripada dirinya.

"Dia saudara kamu, Mas?" sindir Feby.

"Dia udah bilang, dia mau ngerawat aku." Tama berkata datar, ia tak mau menanggapi Feby yang sepertinya marah padanya. Karena apa, ia sendiri tak paham. Seharusnya Feby senang ada orang yang dengan sukarela merawat dirinya.

"Dia istri kamu, pacar kamu?"

"Kalau kamu merestui aku akan secepatnya menikahi dia," jawab Tama, membuat Feby melongo, ia tak dapat berkata-kata.

"Oke, kalau aku nggak merestui?" tantang Feby.

"Atas dasar apa kamu nggak merestui?" Tama mengerutakan keningnya, curiga dengan sikap Feby. Bukannya Feby sendiri yang menginginkan dia segera menikah?

"Atas dasar ...."

Feby kebingungan mencari alasan. Ia sendiri tak tau, mengapa ia kurang senang mendengar kakaknya akan menikah, kan seharusnya ia merasa bahagia? Entahlah, apa alasannya ia tak paham. Hanya merasa tidak senang saja.

"Dia baik, kamu juga udah kenal baik sama dia."

"Ya udah, terserah. Menikah aja sama dia, aku nggak peduli!" Potong Feby. Tama merasa janggal dengan nada bicara Feby yang terdengar ... Merajuk?

"Nanti, setelah kamu menikah." ralat Tama.

"Nggak usah nungguin aku, kalau emang Mas udah nggak tahan, Mas aja duluan."

Tama tertawa mendengar ucapan Feby yang terdengar seperti adik yang sangat posesif.

"Nggak tahan apa, hem?"

"Ya nggak tahan menikah."

"Perjanjiannya tetap sama, kamu dulu yang menikah, baru aku." Tama mengingatkan.

"Gimana mau nikah, orang setiap cowok yang deketin aku kamu nggak suka."

"Maksud kamu Leon?"

"I-iya, siapa lagi?" Feby terbata-bata menanggapi pertanyaan Tama. Ia merasa tak tau diri karena mengakui Leon sebagai pacar, padahal mereka 'kan pasangan bohongan.

"Ya udah, kalau kamu emang udah cinta banget sama dia. Aku bisa apa selain merestui kalian, toh aku ini cuma abang tiri, iya 'kan?"

Feby mengarahkan pandanganya keluar jendela mobil. Entah mengapa hatinya sakit mendengar Tama berbicara seperti itu.

"Segera setelah kamu menikah sama Leon, aku akan melamar Andin."

"Kenapa harus mbak Andin, sih? Kayak nggak ada perempuan lain aja." Feby merasa kesal karena sepertinya Tama ngotot sekali ingin menikahi Andin.

"Kamu tau sendiri aku nggak pintar nyari pacar, saat ini yang deket sama aku ya cuma dia. Apa salahnya? Toh dia baik dan juga cantik."

"Terserah, kalau Mas udah ngebet banget mau nikahin dia, aku bisa apa? Toh aku cuma adek tiri, iya 'kan?" Feby balik menyindir Tama.

"Balas dendam?"

"Nggak, aku cuma mengulangi kata-kata Mas tadi."

Mereka diam selama sisa perjalanan, sampai akhirnya taksi yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah.

Feby merasa kangen dengan rumah itu, rumah yang penuh kenangan bersama ayahnya.

"Nggak mau masuk?" Tama membuka kunci pagar dan mempersilahkan Feby masuk.

Feby memasuki rumah itu dengan canggung, ia melihat keadaan rumah itu. Tak ada yang berubah dari terakhir dia tinggalkan. Rumah itu masih tampak rapi, maklumlah abangnya itu memang orangnya pembersih.

Ia yakin dengan atau tanpa dirinya Tama bisa mengurus dirinya sendiri. Justru selama mereka tinggal bersama, Tama lah yang mengurus dirinya.

"Aku mau bersihkan kamar dulu." Feby beranjak ke kamarnya.

"Kamar kamu udah bersih, tiap hari juga aku bersihkan," ujar Tama.

Benar saja, kamar Feby dalam keadaan rapi. Bahkan sepreinya tampak bersih dan tak berdebu.

"Mas rajin bersih-bersih?"

"Rumah ini selalu bersih, karena jarang aku tinggali. Aku lebih sering tidur di kantor."

"Kenapa?"

"Kalau di rumah sendiri aku merasa sepi, aku juga ... Selalu keinget kamu."

My Abang, My Crush (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang