71. kembali

38 7 13
                                    

"Saya tidak percaya dengan orang jahat seperti kalian!"

PLAK

Nafas Ran sempat berhenti sejenak. Merasakan rasa panas yang mulai menjalar kesetiap permukaan pipinya.

Ares. Laki-laki itu benar-benar kurang ajar. Dia menampar Ran dengan kuat hingga membuat ujung bibirnya sobek dan mengeluarkan darah.

Tenaga Ares tidak main-main ketika menampar Ran. Benar-benar tidak pandang bulu. Tidak peduli lawannya itu perempuan atau laki-laki.

Ran terdiam. Badannya benar-benar membeku. Bahkan, otaknya pun tidak bisa bekerja dengan baik.

Lalu sedetik kemudian, Ran dapat mendengar suara pintu besi gudang terbuka dengan perlahan. Membuat sinar matahari yang cerah mulai masuk menyerang kegelapan yang ada di dalam gudang.

Ran harap, itu adalah sebuah pertolongan.

Dan Tuhan mengabulkan do'a Ran.

Itu adalah Putra bersama dengan gerombolannya. Entahlah, Ran tidak tau pasti siapa saja yang dibawa oleh Putra saat ini.

Yang pasti, orang itu adalah orang yang paling berurusan dengan papah dari Ares.

Yah, ketebak.

Karena, sebelum gerombolan Putra masuk kedalam, Ares beserta papahnya itu sudah pergi terlebih dahulu untuk mengumpat di salah satu tembok di pojok ruangan.

Gak tau, Ran gak ngerti kenapa harus ngumpet begitu.

Namun, Ran sempat mendengar ucapan papah Ares sebelum batang hidung keduanya itu benar-benar menghilang ditelan gelapnya gudang.

"Kena juga kau, Hans"



***


Sudah tiga hari semenjak kejadian dimana Ran diculik oleh Derry. Dan sudah tiga hari juga Ran menjadi lebih pendiam dan tertutup dari biasanya.

Semua orang yang berusaha mendekati Ran akan langsung mendapat balasan cuek dan jutek dari gadis berambut sepunggung itu.

Terutama Amira.

Amira sudah sangat pusing harus berbuat apalagi. Anaknya itu sama sekali tidak mau berbicara dengannya. Bahkan, dengan adiknya pun sangat enggan mengeluarkan suara.

Sempat ada niatan Rina untuk pulang dan bertemu dengan kakaknya. Namun, sang ibu sangat melarang Rina dengan keras karena anak bungsunya itu sedang sibuk untuk kelulusan SMP nya.

Biar Amira saja yang mengurus Ran.

"Ran, makan dulu, ya? Mamah udah masak makanan kesukaan Ran" ucap Amira sembari berjalan mendekat kearah Ran yang tengah duduk di atas kursi belajarnya.

"Hm, mamah duluan aja" balas Ran terdengar dingin.

Amira bingung. Tidak mengerti dengan sikap anak sulungnya ini.

Apa dia berbuat kesalahan pada Ran, ya?

Ya sudah, mungkin Ran masih agak terkejut dengan kejadian tiga hari yang lalu itu. Jika saja Amira adalah Ran, mungkin Amira juga akan berdiam diri atau bahkan bisa saja Amira akan menangis meraung-raung saking kagetnya dengan kejadian yang sangat mendadak itu.

Dengan pelan, Amira mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar Ran. Lalu, tangannya bergerak untuk menutup kamar putrinya itu dengan sangat pelan agar sang pemilik kamar tidak terganggu.

DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang