72. Pulang

39 5 6
                                    

Semenjak ingatan Ran kembali pada saat itu, Putra selaku orang yang sebenarnya diuntungkan atau bisa juga dirugikan, kini sedang dilanda ke-galau-an.

Pasalnya, perempuan itu masih saja bersikap cuek dan sangat membatasi diri ketika sedang bersama Putra.

Ah, bahkan Amira juga merasakan hal yang sama.

Anak gadisnya itu nampak cuek pada Amira. Dan Amira benar-benar sadar akan hal itu.

Setelah mendapati ingatan Ran sudah kembali, Amira yang mendengar kabar gembira itu langsung mengajak anak sulungnya untuk bertemu dengan dokter dan di periksa.

Dokter mengatakan kalau itu memang hal yang wajar. Amnesia yang di alami Ran masih terbilang tingkat bawah. Jadi, tidak heran kalau sewaktu-waktu ingatannya tiba-tiba saja kembali.

Amira senang, Putra senang, Ran tambah cemberut.

Kalau Putra sudah mengetahui alasan mengapa Ran bisa menjadi cuek, berbeda dengan Amira yang sama sekali tidak tau menahu akan apapun hal yang sebenarnya sedang terjadi.

Amira benar-benar clueless. Dia gak peka kenapa anak gadisnya itu bisa jadi seperti itu. Pikirannya sudah terlalu mumet dan penuh dengan nama Derry.

"Haah, Derry kelewat licik" gumam Amira yang kini tengah memijat pelipis nya, pusing.

"Ibu butuh teh? Akan saya buatkan" ucap asisten Amira yang kebetulan berdiri tepat di samping Amira yang secara otomatis bisa mendengar gumam-an Amira.

Padahal Amira lagi duduk di kursi kerjanya. Lah kenapa ini asistennya malah berdiri di samping Amira sih? Kenapa gak ikut duduk aja di kursi yang tersedia di hadapan Amira? Takut banget majikannya itu hilang kayaknya.

Selagi menunggu asistennya pergi mengambilkan minum di dapur kantor, Amira memilih untuk menghubungi Hans yang sebenarnya setelah kejadian Ran diculik belum ada kabar dari pria dua anak itu.

Jelas Amira khawatir akan kondisi Hans. Pasti pria itu sedang banyak pikiran dan juga beban.

Ah, Amira juga.

Dia masih tidak mengerti apa sangkut pautnya dengan Derry. Amira benar-benar tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Dia hanya tau, suaminya tertembak, sudah itu saja. Lagi pula, Hans juga belum memberitahu seluruhnya.

Pria itu hanya bilang, bukan dia pelakunya. Dan dengan bodohnya, Amira langsung percaya begitu saja?

Ey, Amira bukannya percaya pada Hans. Toh, dari awal memang Amira percaya jika Hans ini bukan pelakunya. Karena Amira tau, sedekat apa suaminya dengan Hans dan juga John di masa lalu.

Tidak mungkin kan diantara keduanya ini berkhianat?

Piiipp---

Amira mengerutkan keningnya heran. Panggilannya baru saja dimatikan secara sepihak oleh Hans. Di tatapnya benda pipih itu dengan perasaan khawatir.

Apakah ada hal buruk yang menimpa Hans?

Ah, harusnya John tau alasannya.

Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tid--

Ini pada kenapa sih cowok-cowok? Pada ngambek apa gimana? Amira ada  salah apa sih ini kenapa partner nya jadi pada pundung gini sih?

Au ah, kesel.

***

Suara dentuman musik keras menghiasi setiap sudut ruangan yang didomimasi dengan warna hitam dan juga merah. Puluhan orang meliuk-liukkan badannya riang gembira seperti tanpa adanya beban hidup di bawah redupnya lampu kelap-kelip minim penglihatan.

DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang