74. Tertangkap

22 5 7
                                    

"Mantap nih, kayak lagi main film action" ucap Putra sedikit berbisik pada John yang ada di sebelahnya.

"Iya kan? Udah macam agent rahasia nih kita" balas John tak kalah semangat.

Hans yang berada di depan hanya menghela nafasnya pelan. Sepertinya menempatkan Putra bersamaan dengan John di satu tempat adalah hal yang salah.

Sekarang, mereka sedang berada di rumah besar yang konon ini adalah rumah milik Derry, musuh Hans. Informasi tersebut bisa Hans dapatkan dalam waktu kurang lebih satu jam dari seseorang yang memang ahli pada bidang nya.

Maksudnya, pekerjaan orang itu memang seperti mata-mata. Atau bisa dibilang dia itu pandai melacak bahkan meretas data-data milik seseorang.

Dan yah, sebagai orang yang ber-uang, Hans sengaja membayar orang tersebut untuk melacak keberadaan Derry.

Orang itu adalah utusan dari sang kakek. Yang jujur, sangat membuat Hans kesal. Kenapa orang seperti ini tidak muncul saja sejak lama? Kan kalau begitu, sudah lain cerita. Hans pasti akan dengan mudah menangkap Derry dari jaman baheula.

Hih, kesel banget Hans tuh.

"Put, foto dulu lah. Lumayan nih buat feed insta" seru John langsung mengeluarkan ponselnya, berniat mengajak Putra berfoto bersama.

"Kuy lah om. Kapan lagi nih pakai baju macem begini gils lah gue keren banget" ucap Putra sembari menatap badannya sendiri dengan tatapan kagum.

Lagi-lagi Hans mendengus. Kenapa anak dan temannya ini jadi katro begini sih. Masa baru pakai baju serba hitam lengkap dengan senjata saja sudah heboh seperti ini.

"Tuan Hans, lapor"

Hans mengabaikan dua orang yang ada di belakangnya, dan mulai fokus pada suara yang keluar dari earphone di telinganya.

"Iya, bagaimana?"

"Saya dan yang lain sudah berhasil menjatuhkan pertahanan di rumah ini. Kalian bisa masuk"

Hans mengangguk, "baiklah, tunggu kami di pagar depan"

"Baik, tuan"

Setelahnya, suara dari erphone itu mulai lenyap. Hans menoleh ke kanan dan kirinya. Melihat-lihat apakah ada orang di sekitar mereka atau tidak.

Karena Hans yakin, kalau saja ada yang melihat mereka berpakaian seperti ini, pasti akan mengira kalau mereka ini adalah seorang teroris atau sebagainya.

Uh, Hans tidak mau dikeroyok warga.

"Ayo masuk, di dalam sudah kosong" ucap Hans pada dua orang di belakangnya yang sedang sibuk berfoto.

"Bentar yah, Putra mau foto dulu di samping pohon" balas Putra tanpa menghiraukan Hans. "Ayo om, foto yang bener! Jangan sampai ngeblur"

"Ya maap Put. Namanya juga udah tua. Jadi tangan suka gemeteran sendiri"

Hans memandang keduanya dengan wajah datar. Memang benar apa kata John tadi siang. Sepertinya Putra harus tes DNA deh. Heran kenapa bisa bobrok begitu, sih?

Sebenarnya Putra tuh anak Hans atau anak John?

"Cepat bergerak!" Teriak Hans pada keduanya.

"Siap ndoro!"

Setelah itu, ketiganya langsung keluar dari balik pohon palm di seberang jarang. Berusaha berjalan perlahan agar tidak memunculkan kecurigaan warga sekitar. Begitulah pikir Hans.

Padahal mah kebalik. Justru lu jalan pelan-pelan begitu malah dicurigain lah dongo.

"Saya sudah sampai gerbang depan, buka dengan perlahan" ucap Hans berbicara dengan earphone di telinganya.

DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang