17 - Unknow

9 5 0
                                    

"Terkadang, jawaban dari setiap pertanyaan adalah waktu."

****


Zha mengeringkan rambutnya dengan handuk setelah mandi. Sejak di kamar mandi ponselnya nyala berkali-kali menandakan banyak pesan masuk. Ia kira pesan grup, ternyata banyak nomor tak dikenal yang ngechat.

Zha menyisir rambutnya. Dia memperhatikan dirinya sendiri di cermin besar. Sepertinya baru sadar kalau ia sangat tampan. Luka di wajahnya sudah mulai sembuh lagi.

Tapi Zha sedang malas membuka WhatsApp. Dia malah membuka instagram dan menemukan banyak notif. Ada 82 followers baru hari ini. Hanya memfollback beberapa orang. Yang menurutnya kenal.

Setelahnya, ia duduk di kursi meja bejalar, membuka laptop dan menatap foto-foto lama Alisa. Ditatapnya wajah Alisa lekat dalam foto itu. Zha begitu merindukan senyumnya dan suara lembutnya. Juga merindukan keinginan aneh yang harus dituruti olehnya.

"Al, sorry gue masih belum bisa lepas lo sepenuhnya. Gue masih sayang sama lo." Zha kembali berkaca-kaca. Dadanya kembali sesak melihatnya dalam layar laptop.

Dibalik pintu kamarnya, nenek Zha mendengar suara Zha. Wanita berkepala 5 itu masuk  ke sana.

"Efal, nenek tau kamu masih belum bisa lupain Alisa, Alisa itu gadis baik nenek juga sangat sayang sama dia. Tapi ternyata Tuhan lebih sayang sama dia. Makanya Tuhan ngambil Alisa lebih dulu."

"Iya Nek, Alisa udah tenang di sana."

*****

Ellen sekarang berada di rumah Arian. Malam ini dia diajak makan malam bersama di rumahnya oleh papanya Arian. Toh, hubungan Arian sama Ellen sudah terjalin lama sejak SMP.

Tapi rumah Arian yang ini beda. Ini kali pertamanya Ellen dibawa ke sini, biasanya bukan di sini. Ini sangat beda, seperti bukan rumahnya.

"Sayang, kenalin ini calon mama mertua kamu." Karlan—ayah Arian memperkenalkan Sri pada Ellen.

Ellen tersenyum ramah dan menyalami tangan wanita itu dengan lembut. Senyumannya juga sangat membuat hatinya adem.

"Iya sayang. Kamu baru ketemu Tante ya?"

"Iya Tante. Ellen baru ketemu sekarang!"

"Yasudah kamu makan yang lahap ya. Tante sudah masakin banyak makananan lezat."

"Makasih Tan,"

Kini semua orang yang ada di sana memakan makanan dengan lahap kecuali Arian. Seketika suasana mendadak hening. Hanya ada dentingan suara sendok pada piring.

Arian yang duduk disamping Ellen merasa tidak nafsu makan. Ia teringat akan sesuatu. Sungguh Arian teringat Zha. Disaat keluarga kecilnya menikmati makan malam dengan hidangan lezat seperti ini Zha sama sekali tidak di ajak baik oleh Karlan, Sri dan dirinya. Masalahnya ini acara dadakan.

"Rian, ko kamu nggak makan?" Ellen mengernyitkan dahinya.

Seketika Karlan dan Sri ikut melirik ke Arian. Memang, makanan cowok itu masih utuh. Keduanya saling tatap lalu menghela nafas.

"Rian, masakan Mama nggak enak ya?" Sri.

"Iya Rian, jangan bilang masakan Mama kamu nggak enak. Ayo makan." Karlan.

"Rian masih kenyang."

"Bukannya tadi kamu bilang lapar?" bisik Ellen dengan sangat pelan.

"Itu tadi. Sekarang nggak."

Garfanzha (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang