49. Memelukmu dalam Sunyi

13 3 1
                                    

"Ada hal yang ingin sekali di ungkapkan, namun tertahan oleh keadaan."

******

Suasana rumah Ellen sunyi, tidak ada mamanya ataupun pembantu. Tadi pagi mamanya bilang katanya akan kumpul reuni bersama teman-teman SMA-nya dulu. Dan di sini memang tidak ada pembantu. Nita ingin menjadi wanita multitalent di rumahnya.

Ellen menaruh gelas spesial untuk Zha di meja. Cowok itu masih fokus pada layar ponselnya. Ellen menyita ponselnya lalu mematikan layarnya. Ia tidak ingin Zha lebih memperhatikan ponsel dibanding dirinya.

"Tungguin, jangan kabur. Gue mau masak buat lo." Ellen berlalu. Setelah memastikan Ellen tidak ada, Zha kembali memainkan ponselnya.

15 menit Zha menunggu Ellen, tapi tak kunjung kembali. Zha mengantuk. Menaruh ponselnya di meja lalu memejamkan kedua matanya.

Ellen mencium aroma masakannya yang lezat menurutnya. Menu kali ini adalah nasi goreng sambal ijo. Ia beranjak dari dapur menuju ruang tamu.

Ellen gemas melihat Zha ternyata tidur. Tidak mangap ataupun mendengkur gaya tidurnya sangat perpect. "Lagi bobo aja ganteng."

Disimpannya kedua piring itu ke meja, lalu duduk di samping Zha. Tidak berniat untuk membangunkan. Kasian, Zha pasti lelah hari ini.

"Zha, denger baik-baik."

"Gue sayang banget sama lo, sejak lo pindah ke sekolah gue. Gue jatuh cinta pandangan pertama sama lo walaupun gue punya Arian."

"Tatapan mata lo memikat hati gue."

"Gue takut banget untuk kehilangan lo. Gue selalu semangat berangkat ke sekolah pagi-pagi biar bisa ketemu lo dan mastiin kalau lo masih ada di bumi dan baik-baik aja."

"Gue selalu berharap bertemu lo setiap hari meski hanya satu detik. Setiap pelajaran berlangsung, yang masuk bukan mapelnya tapi lo."

"Gue gatau, gimana nanti kalau lo bener-bener ke Jerman dan ninggalin gue. Apa gue kuat menanggung rindu?"

"Gue nggak ngelarang lo buat ke Jerman. Tapi ... Gue gamau kehilangan lo Zha, gue bener-bener sayang sama lo."

Airmatanya mengalir jatuh ke baju Zha. Biarlah, biar Ellen akan selalu teringat oleh Zha. "Gue nggak mau seperti yang di novel-novel, setelah lo pergi kita hilang kontak."

Ellen memeluk Zha dengan erat. Seolah benar-benar tidak ingin kehilangan cowok itu. Zha  sudah seperti ayah sendiri yang mampu memberikan kehangatan saat bersama. Aroma parfum-nya sangat sopan masuk ke indra penciumannya.

Ellen melepas pelukannya. Merogoh ponselnya di saku lalu selfie kamera depan dengan Zha yang masih tertidur pulas. Mungkin ini adalah poto paling menggemaskan.

Yang kedua, Ellen memoto wajah Zha pake kamera belakang. Kapan lagi lihat cogan tidur secara nyata?

"Zha, masakan gue makan ih. Ko malah tidur?" Ellen menghela nafas kesal. Tapi tidak apa-apa.

"Kasian nasinya nanti nangis karena di kacangin."

Kedua mata Zha terbuka pelan. Mengubah posisi duduknya. "Len..."

"Eh udah bangun?" Ellen kaget.

"Makan nih." Ellen menyodorkan piring nasi gorengnya ke Zha.

"Suapin." Manja sekali.

"Nih..  A." Tangan kanannya menyuapkan sendok ke mulut Zha.

"Gimana masakannya enak kan?"

"Uhukuhuk!"

"Eh! Hati-hati sayang."

"Enak gak?"

"Keasinan," jujur Zha.

"Masa?" Ellen mencobanya dan ternyata...

"Huwek..."

"Ko gini ya rasanya?"

"Tapi buat gue tetep enak. Kan yang masaknya pacar gue." Zha terus memakannya.

"Bilang aja laper. Iya kan?" goda Ellen.

Zha tersenyum. "Tau aja."

Renal menghentikan motornya tepat di depan rumah Ellen. Cowok itu benar-benar prustasi berada di rumahnya. Kesepian tanpa ada yang menghibur. Tapi ... Di sampingnya ada sebuah mobil familiar. Ah mungkin itu mobil Tante Nita, pikir Renal.

Seperti biasa Renal main nyelonong masuk aja ke dalam rumah Ellen. Mau pintunya terbuka ataupun tertutup, karena itu sudah biasa. Kedekatan Renal dan Ellen sudah terjalin sejak kecil. Tapi semenjak Ellen punya pacar, waktu luang bersama Renal jadi jarang.

"Wish ada babang Zha!" Renal mengajak tos tangan ala-ala cowok. Lalu duduk di seberang Zha.

"Apatuh, enak kayaknya." Renal menunjuk piring nasi goreng milik Ellen.

"Mau?" Zha menawarinya.

"Si anying mau lah."

"Enak banget tau," puji Zha. Namun sepertinya mengandung unsur meledek.

"Jangan Nal ..."

"Gue laper belum makan dari kemaren."

"Asin banget," jujur Ellen.

"Gapapa. Gue laper." Renal menerima piring itu dari Ellen.

Dalam waktu 5 menit cowok itu sudah menghabiskannya. Dasar rakus!

"Gimana ke Jerman jadi nggak?" tanya Renal tiba-tiba.

Pertanyaan itu membuat hati Ellen tersayat. Berharap bahwa Zha menggelengkan kepala sebagai tanda kalau cowok itu tidak akan jadi ke Jerman.

"Nunggu situasi," sahut Zha.

"Hebat."

"Lo sendiri, mau kuliah di mana?" Kini Zha balik tanya.

"Gatau. Belum ada rencana."

"Kenapa?" Sambung Ellen.

"Otak kentang gini mana masuk gue ke Universitas?"

"Semuanya juga bisa kalau dibarengi belajar." Ellen bisa mendadak.

"Hmm."

"Awas aja sampe lo lupdir setelah di Jerman," ancam Renal.

"Tenang aja. Gak usah berlebihan."

Zha menghabiskan makanannya. Lalu pamit pulang karena hari sudah sore. Pinter ya Zha setelah makan langsung pulang. Ellen mengantarkannya sampai gerbang, dan Renal melihat Ellen melambaikan tangan berkali-kali ke mobil Zha yang semakin menjauh.

Ada rasa tidak suka di sebagian hatinya. Namun Renal sadar, bahwa cinta tak harus memiliki. Dia tidak mau hubungan persahabatannya hancur jika saja jujur pada Ellen kalau ia menyimpan perasaan untuknya.

"Ada hal yang ingin sekali di ungkapkan, namun tertahan oleh keadaan."





*******

Maaf cuma 800+ words. 🙏

Semoga tetap suka sama Garfanzha yaa.❤

Salam sayang dari acuu

TIKANURHAA. 😍

Garfanzha (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang