"Buat gue lo adalah perjuangan, cita-cita dan harapan. Jadi bagaimanapun kondisi gue lo adalah penyemangat gue."
******
"Tau gak, air yang mesra itu apa?"
"Air danau?"
"Bukan!"
"Oh, air laut lah kan banyak orang pacaran di sisi pantai."
"Bukan!"
"Air danau?"
"Terus air apa?"
"Taluk?" Ellen mengangguk simpel.
"Air ... "
"Air ...? Beo Ellen.
" Air love you ... "
"Ah baper!" Ellen menampilkan wajah manyun.
"Selamat menikmati!" Pramusaji tadi datang lagi dengan membawa nampan di tangannya. Meletakkan pesanan, lalu pergi lagi.
DRRRTTT... DRRRTTT...
Ponsel Zha bergetar berkali-kali. Tidak seperti biasanya. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya, seperti ada sesuatu yang tidak beres.
Ia menerima pesan dari neneknya. Katanya cepat pulang, neneknya sudah meminta izin kepada pihak sekolah kalau Zha izin pulang. Ini sangat urgent katanya. Jemarinya mendadak lemas dan seluruh tubuhnya berkeringat.
"Zha... Kenapa?" panik Ellen.
"Gue harus pulang. Penting!" Zha berdiri, dan berjalan cepat keluar kedai.
"Zha, gue gimana dong?" ah, perasaan Ellen jadi jedak jeduk seperti ini. Kalau akan begini, tadi saja ia menolak ikut dengan Zha.
"Lo ikut aja."
"Tap... Tapi, gimana kalau nenek lo marah?"
"Nanti bisa di atur."
*******
Zha dan Ellen keluar mobil bersamaaan. Banyak orang memakai baju hitam dan bendera kuning tertancap tepat di depan rumah bundanya. Siapa yang meninggal?
Lalu, seseorang dari belakang memeluk Zha erat dengan tangisan hebat. Di depan sana juga ada Gino, Fahmi, dan Renal.
"Abang Efall!"
"Bang efal... Hiks... Hiks .... "
"Bang, Bunda ... Bunda tidul telus nggak bangun bangun. Kia atut... Hiks ... Hiks ... "
Ketiga temannya memeluk Zha secara bersamaan. Berbagai kata penguatan pun keluar dari mereka. Sebenarnya ini kenapa? Zha masih belum mengerti.
"Kalian, kenapa ada di sini?"
"Zha kuat ya."
"Gak usah merasa sendiri, kita akan selalu ada di sisi lo."
"Bunda ... " Keringat kembali menjalar membasahi tubuhnya. Ia baru tersadar, apa maksud dari semua ini.
"BUNDAA!" Zha berlari menerobos rumah duka. Terlihat, jenazah seseorang telah di tutup kain samping.
Dibukakannnya samping itu. Tidak, pasti bukan bundanya. Bundanya pasti sedang bekerja di rumah sakit dan kata Rian kemarin bundanya menitipkan salam untuk Zha. Pelan-pelan ia menyibakkan kain itu dengan mata terpejam.
INALILLAHI WA INA ILAIHI ROJI'UN.
Tangan Zha bergetar hebat, hatinya sakit dan kedua matanya berkaca-kaca. Yang sekarang ia lihat adalah Jenazah bundanya sendiri. Mengapa secepat ini bundanya meninggalkannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Garfanzha (TERBIT)
Ficção AdolescenteKita itu seperti pesawat dan langit. Bertemu, namun hanya sekilas. ****** Rhaefal Garfanzha, memiliki masalalu yang buruk sehingga membuatnya trauma akan masalah percintaan. Karena masalalunya Rhaefal menjadi broken home, pemberontak dan cowok berma...