Rotasi dan revolusi bumi

314 65 12
                                    

“Lo pernah denger, kalau rotasi bumi itu hanya perlu waktu 1 hari untuk 1 putaran. Sedangkan revolusi bumi perlu waktu yang lama untuk 1 putaran. Keduanya itu diibaratin kayak kita Ra. Gue rotasinya dan lo revolusinya, yang membutuhkan waktu lama untuk mencintai gue.”

Aldi Pramudi


Natalie tiba-tiba berjalan dengan langkah cepat menuju lapangan. Terlihat dari raut wajahnya yang begitu kesal. Natalie mengambil bola basket yang tergeletak begitu saja. Tanpa berpikir mengenai resikonya. Natalie melempar bola itu ke bawah, hingga bola itu memantul. Seperti hal yang sudah ia rencanakan. Bola itu berhasil mendarat mengenai wajah Aranasya.

Sontak Aranasya terkejut mendapati perlakuan dari Natalie. Hidungnya terasa begitu perih, seolah akan ada darah segar yang keluar.

"Heh, nenek lampir. Maksud lo apa kayak gitu?" tanya Jhihan.

"Gue benci sama cewek so cantik itu, udah tau Dima gak suka sama dia, masih aja dideketin," jawab Natalie.

"Gue tanya sama lo, urusan lo apa hah? Sampe berani ngatur-ngatur kehidupan orang,"

"Udah-udah Jhi," sela Aranasya seraya masih memegang hidungnya yang terasa sakit.

Darah Natalie mulai mendidih. Natalie pun langsung menghampiri Aranasya, lalu menjambak rambutnya.

"Gue benci lo," geram Natalie.

"Aw," ringis Aranasya.

Cuaca kali ini panas ditambah dengan pertengkaran panas antara Natalie dan Aranasya. Suasana lapangan kini penuh dipadati siswa-siswi yang malah menonton pertengkaran itu. Bukannya malah meleraikannya.

Di sisi lain Dima, Gilang dan Galang tengah berada di dalam kelas. Ketiganya tidak ada niatan sama sekali untuk pergi ke kantin. Meskipun kini waktu sudah menunjukkan pukul 10.00.

"Gue gak suka mantan," ucap Gilang tiba-tiba. Suasana kelas hening sehingga suara Gilang terdengar begitu keras.

"Ya baguslah, ngapain harus suka sama bajingan yang kayak setan. Yang rela ninggalin demi orang baru," sahut Galang.

Dima dan Gilang saling melontarkan pandangan satu sama lain. Seperkian detik tawa mereka pecah. Melihat kedua sahabatnya menertawakannya membuat Galang bingung. Apa yang dikatakannya salah?

"Lo percaya si Gilang ngomongin mantan?" tanya Dima dengan nada mengejek.

Galang mengernyitkan keningnya seraya bertanya, "Lah, terus?"

Gilang menghampiri Galang yang tengah bersandar di meja, dengan satu kaki dilipat, dipijakkan ke meja sebagai tumpuan berdiri. "Lo tahu kan bro gue jomblo," ucap Gilang seraya menepuk pundak Galang.

"Yakali gue mikirin mantan yang kayak lo maksud itu. Yang gue maksud mantan itu matematika peminatan," sambung Gilang.

Gilang berdecak sebal seraya berkata, "Gini nih kalau otak ketimbun kenangan mantan, gak bakal jalan."

Pelajaran sebelumnya, yaitu matematika peminatan. Sama seperti namanya yang membuat Gilang benar-benar sangat tidak minat. Bagi Gilang pelajaran itu sangat sulit, sehingga ia memilih untuk tidur daripada mendengarkan penjelasan dari Gurunya.

Terdengar sedikit gaduh di lapangan membuat Gilang penasaran. Gilang pun berjalan keluar kelas memastikan, kenapa orang-orang berlarian melewati kelasnya. Gilang melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar Galang dan Dima untuk segera menghampirinya. Mengerti akan isyarat Gilang keduanya pun langsung menghampirinya.

"Rame banget di lapang, ada apa sih?" tanya Galang.

Gilang berdecak sebal seraya menjawab, "Gue juga gak tahu, mangkanya ayo kita ke sana."

Nervous (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang