Malam ini bertepatan dengan malam minggu, malam yang paling dinanti-nantikan bagi para remaja lainnya. Jika kebanyakan dari para remaja memilih untuk pergi keluar bersama teman atau pacar. Berbeda dengan halnya Aranasya yang memilih untuk berkumpul dengan keluarganya di rumah.
Baginya berkumpul dengan keluarga lebih asyik ketimbang pergi keluar. Jika kalian bertanya mengenai posisinya saat ini, kini Aranasya sedang berada di ruang tamu bersama Ibu dan Dika. Mereka tengah menunggu kedatangan ayah, yang katanya sebentar lagi akan pulang.
Sempat terlintas di pikirannya kini tentang kisah Ibu di kala remaja. Apakah kisahnya sama seperti Aranasya sang pemalu, atau berbanding terbalik?
"Ibu Ara mau tau dong kisah Ibu waktu remaja," ujar Aranasya yang tengah berbaring dengan kepala berada di pangkuannya.
"Sama ayah maksudnya?" tanya Ibu.
Aranasya mendongakkan kepalanya, menatap pada Ibu. "Iya dong Bu sama siapa lagi," jawab Aranasya.
"Dika jadi kepo, siapa yang duluan nembak Bu waktu itu," tanya Dika.
Ibu tersenyum menanggapinya. "Ayah. Jadi waktu itu," tutur Ibu.
Ibu menceritakan tentang kisahnya pada waktu remaja. Cukup unik sih kisahnya. Ibu yang pemalu bertemu dengan ayah yang bergengsi tinggi. Aranasya bisa membayangkan di kala itu, mungkin sangat sulit untuk berinteraksi dengan sifat keduanya. Tapi, jika sifat keduanya berbanding terbalik akan mudah untuk berinteraksi.
Kata Ibu, waktu itu pertemuannya dengan ayah dengan cara tidak terduga. Ibu yang dulu bekerja di sebuah toko emas, sedangkan ayah bekerja di sebuah toko sepatu. Toko keduanya saling berhadapan.
Waktu itu ayah mengirimkan surat untuk Ibu, katanya itu surat pemberian dari teman ayah. Aranasya terkejut kala mendengar kisah dari Ibu, Ia pikir itu surat dari ayah.
Ibu juga menceritakan tentang dimana di kala itu Ibu dan ayah resmi berpacaran. Ini kisah yang unik menurutnya, berbeda dengan para insan yang sedang dimabuk cinta yang lainnya.
Ibu sendiri yang bilang bahwa ia benci dengan ayah. Ibu juga bilang, Ibu iri kepada teman Ibu sendiri. Jika teman-teman Ibu dijemput oleh pacarnya dengan menggunakan sepeda motor, berbeda dengan halnya Ibu. Ayah menjemput Ibu dengan cara berjalan kaki.
Dan Aranasya benar-benar terkejut ketika tahu, Ibu dan ayah berjalan kaki pulang ke rumah dengan jarak saling berjauhan. Ibu berada di posisi depan, sedangkan ayah berada di belakang. Aranasya kesal sendiri, seharusnya lelaki yang berada di posisi depan sebagai pemimpin, bukannya di belakang.
Kata Ibu, di kala itu ada seorang preman yang mengganggu Ibu. Preman itu berpikir bahwa Ibu tidak memiliki pacar yang nyatanya punya. Ibu diganggu habis-habisan oleh preman itu. Saat itu ayah yang tidak tahan, karena Ibu diganggu oleh lelaki lain. Ayah pun langsung menyamai langkahnya dengan Ibu. Tanpa sepatah kata atau dua kata, preman itu pun menjauh.
Aranasya salut sama ayah, secuek-cueknya lelaki seperti ayah. Akan ada masanya peduli, apalagi menyangkut keselamatan seseorang yang ia cintai.
Beberapa minggu kemudian, ayah datang bersama keluarganya dengan membawa bingkisan ke rumah Ibu. Sudah bisa Aranasya tebak, di saat itu ayah akan melamar Ibu. Ibu bilang, Ibu tidak berpikir bahwa ayah adalah jodoh Ibu. Ibu berpikir yang akan menjadi pendamping hidupnya ialah teman dari ayah.
Bisa Aranasya simpulkan bahwa memang benar manusia hanya bisa merencanakan, sedangkan sang penciptalah yang menentukan. Dan manusia juga tidak tahu rencana di esok hari, bukan hanya di esok di beberapa detik saja tidak ada yang pernah tahu.
Ibu bilang bahwa ayah mencintainya, begitu pun juga dengan Ibu. Meskipun ayah terlihat begitu acuh, tapi di dalam lubuk hatinya yang paling dalam tersimpan rasa sayang untuk keluarga.
Seketika terlintas di pikirannya tentang Dima. Ada persamaan antara ayah dan sosoknya. Dari luar terlihat begitu cuek, tapi entah di dalam hatinya. Apa mungkin suatu saat nanti kisahnya sama seperti Ibu? Dan apa mungkin Dima adalah jodohnya?
Ada apa dengannya? Kenapa Aranasya terlalu berpikir berlebihan? Tidak baik berpikir terlalu berlebihan. Ia hempas jauh-jauh pikiran itu.
"Assalamualaikum," salam Ayah yang tengah berada di ambang pintu.
"Waalaikumsalam.”
Aranasya pun langsung membenarkan posisinya menjadi duduk. Terlihat Ayah berjalan menujunya dengan membawa sebuah tas juga sebuah kantung plastik putih. Bisa Aranasya tebak di dalam kantung plastik itu berisikan martabak keju kesukaannya dan Dika.
Tiada hari tanpa absen setiap pulang kerja, Ayah selalu membawakan makanan terutama martabak keju. Mungkin bagi orang lain itu hal yang biasa, tapi baginya itu hal yang luar biasa. Walaupun sederhana, tapi itu sungguh enak luar biasa.
"Lagi bahas apa?" tanya Ayah seraya mendudukkan pantatnya di kursi bernotabene di samping Dika.
Aranasya dan Ibu saling melontarkan pandangan seraya tersenyum.
"Jangan bilang kalian nyeritain Ayah yang ganteng kayak Dilan, iya?"
"Ayah ini pede banget," sindir Aranasya.
Ayah menyugar rambutnya seraya berkata, "Jelas dong, kata Dilan juga harus percaya diri."
Aranasya terkekeh pelan mendengarnya. "Yah tau gak, tadi ada preman yang takut sama seseorang, padahal orang itu gak bilang apa-apa ke premannya."
Ayah memutar bola matanya ke atas berpikir sejenak. Seketika Ayah terdiam seribu bahasa.
"Kenapa Yah?" sindir Aranasya sengaja.
Ayah beranjak berdiri seraya membawa tasnya. "Sudahlah jangan bahas itu," ucap Ayah seraya berlalu pergi menuju kamar.
Di sisi lain Aranasya, Dika dan Ibu tertawa lepas melihat Ayah yang mulai salah tingkah.
Tinggalkan jejak dengan cara vote dan komentar
Terimakasih ❤
![](https://img.wattpad.com/cover/230926716-288-k801126.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nervous (Completed)
Teen Fiction"Mencintai seseorang itu sama seperti daya dalam fisika, sama-sama membutuhkan waktu dan usaha." ~~~ Persamaan itu sama seperti ketika sedang menaklukan hati seseorang, dimana perlu waktu untuk mencintainya dan usaha untuk membuat hatinya luluh. Sos...