Tugas selesai

307 72 13
                                    

"Karena tidak semua orang yang terlihat baik-baik saja, itu kehidupannya berjalan seperti air yang mengalir begitu tenangnya. Terkadang mereka menyembunyikan beberapa hal. Karena mereka tidak ingin dikatakan lemah. Yang paling sulit itu, ketika kita bersikap tegar di depan orang banyak, padahal sebenarnya hati kita rapuh."

Adima Daenandra Dzavier

"Ibu, lihat charger Ara gak?" tanya Ara seraya berjalan menuju ruang tamu. Karena ia tahu Ibunya pasti berada di sana.

Dugaan Aranasya mengenai Ibunya yang berada di ruang tamu itu salah besar. Langkah Aranasya terhenti ketika melihat seorang lelaki tengah duduk di sofa tamu. Lelaki itu dengan asyiknya berbincang bersama Ayah. Bagaimana lelaki itu bisa seakrab dan sehangat itu pada Ayah? Padahal kalau bersama Aranasya lelaki itu sangat dingin.

"Ibu gak lihat charger kamu, mungkin dipinjam sama Dika," jawab Ibu seraya melewatinya dengan membawa nampan berisikan dua gelas air putih dan kue nastar.

"Sini," ajak Ibu seraya menepuk sofa mengisyaratkan agar Aranasya duduk di sampingnya.

Dengan langkah ragu Aranasya pun menghampiri Ibu. Untuk apa sebenarnya Dima datang ke sini? Rasanya Aranasya malu harus bertemu Dima di depan Ayah dan Ibunya. Dan Aranasya tidak tahu, apakah penampilannya terlihat rapih atau justru malah terlihat buruk di depan Dima.

Dima berdeham seraya bertanya, "Maaf Om, Tante. Saya datang ke sini tiba-tiba, sebenarnya saya ingin mengajak Aranasya untuk pergi jalan-jalan. Jika tidak keberatan bolehkah saya membawanya pergi?"

Aranasya membelalakkan matanya terkejut. Apa kini lelaki yang di hadapannya adalah Dima? Aranasya benar-benar tidak percaya akan hal ini. Aranasya mencubit tangannya sendiri, memastikan bahwa ini bukan mimpi. Aranasya merasakan sakit, ia meringis di dalam hati. Ternyata dirinya tidak bermimpi.

Ayah Aranasya menoleh kepadanya. "Boleh, Om izinkan Ara pergi kalau Ara juga tidak keberatan," jawab Ayah Aranasya.

Bagaimana Ayah bisa mengizinkannya untuk pergi bersama lelaki yang baru saja Ayah kenal? Kejadian hari ini benar-benar tidak bisa dipercaya. Tidak seperti biasanya Ayah mengizinkannya untuk pergi, apalagi bersama lelaki. Kenapa dengan Dima Ayah malah memberikan izin? Ah, ini benar-benar aneh.

"Gimana Ra?" tanya Dima.

Sontak Aranasya tersadar dari lamunannya. Aranasya mengangguk pelan seraya menjawab, "Ah, Iya."

"Yaudah kalau gitu, tunggu apalagi?" sindir Ayah.

"Entah apa yang merasuki Ayah hari ini," umpat Aranasya dalam hati.

"Ara ke kamar dulu ya, mau bawa handphone sama tas," pamit Ara pada Dima yang dibalas anggukan olehnya.

Aranasya dengan langkah gontai berjalan menaiki anak tangga. Sampai tiba di kamar bernuansa putih hitam bertemakan panda. Aranasya duduk di kursi rias seraya menatap pantulan bayangan dirinya di depan cermin.

"Dia beneran Dima kan?" tanya Aranasya bermonolog.

"Ara cepat kasihan Dima udah nunggu," teriak Ibu.

Aranasya berdecak sebal. Aranasya pun mengambil sisir, lalu merapihkan rambutnya. Aranasya tersenyum melihat bayangan dirinya di depan cermin. Ia terlihat begitu cantik dan rapih. Aranasya rasa dirinya sudah cukup baik, tidak perlu mengaplikasikan makeup di wajahnya lagi.

Aranasya mengambil tas selempang kecil dan juga ponsel yang tergeletak di atas ranjang. Kembali ia pergi ke bawah untuk menemui Dima.

Dima beranjak dari sofa kala melihat Aranasya yang berjalan menujunya. "Om, Tante kami pamit," pamit Dima seraya menyalami kedua orangtua Aranasya. Diikuti oleh Aranasya dari belakang.

Nervous (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang