"Manusia itu sama seperti kerucut, memiliki dua sisi dan satu titik. Dimana terdapat sisi negatif dan positif, sedangkan titiknya adalah kelemahan."
~ Aranasya Putri Meganyta ~
Olahraga, itulah yang tidak Aranasya sukai. Kenapa? Karena setiap materi yang berkaitan tentang olahraga, ia selalu tidak bisa. Apalagi harus mempraktikannya.
Semua siswa 10 IPA 3, kini tengah berbaris di lapangan sedang melakukan pemanasan. Itu hal yang terpenting sebelum memulai olahraga.
"Baik karena sudah pemanasan, hari ini materinya tentang basket. Bapak harap pada saat bapak menerangkan, di antara kalian tidak ada yang mengobrol," tutur Pak Bagus.
"Baik pak," ucap semua serempak.
Pak Bagus pun menjelaskan teknik awal memulai dari teknik passing, catching, dribbling dan shooting. Rata-rata kesulitan terbesar, yaitu ketika melakukan teknik shooting atau memasukan bola ke dalam ring.
Pertandingan pertama dimulai dari tim laki-laki terlebih dahulu. Pertandingan mulai memanas ketika terjadi perebutan bola dari tim lawan dan tim kawan.
Terdengar sorak-sorak di setiap penjuru lapangan. Pertandingan dari tim laki-laki terlihat lebih seru, berbeda dengan halnya tim perempuan.
Tak terasa waktu pertandingan sudah habis. Kini tim perempuan yang akan bertanding. Baru saja memulai sudah riuh. Hal unik ketika tim dari perempuan bermain, yaitu ketika bola di ambil satu orang ke sebelah barat, semua pun langsung mengejarnya. Itulah yang membuat semua orang yang tengah menonton pertandingan tertawa lepas.
"Ara ambil!" teriak Jhihan seraya mengoper bolanya kepada Aranasya.
Dengan cepat Aranasya meraih bola itu. Ia pun langsung menggiring bola ke sana kemari. Dan saat ia mau melemparkan bola itu kepada tim kawan, tiba-tiba melesat menjadi ke sesorang yang tengah berjalan melewati lapangan. Bola itu berhasil mengenai kepalanya.
"Aw," ringisnya seraya memegang kepalanya.
Aranasya pun langsung menghampiri seseorang itu. "Maaf aku gak sengaja," ucap Aranasya.
Terlihat dari raut wajahnya yang memerah, seakan kemarahannya akan meledak dalam waktu singkat.
"Lo kalau main yang bener dong, jangan ngebahayain orang!" bentaknya.
"Baiklah anak-anak pertandingan selesai, kalian boleh pergi ke kelas," ujar Pak Bagus.
Semua siswa pun bergegas untuk pergi ke kelas. Sedangkan Aranasya dan Jhihan masih berada di lapangan.
"Heh, lo cewek lemah, dia bilang kan gak sengaja, lagian dia udah minta maaf," sahut Jhihan.
"Beraninya lo sama gue."
"Gue gak takut karena sama sama terbuat dari tanah."
"Udah-udah lebih baik kalian ke kelas. Dan untuk kamu Natalie benar apa yang dikatakan Jhihan, Ara udah minta maaf, lebih baik kamu memaafkan kesalahannya," ujar Pak Bagus.
Namanya Natalie Renata, dirinya satu kelas dengan Dima. Kata orang dia menyukai Dima sejak masih dibangku SMP.
Wajah Natalie kini memerah bak cabe, seakan kemarahannya akan meledak. Tanpa berpamitan pada Pak Bagus Natalie pun pergi.
"Makasih Pak," ucap Aranasya.
"Sama-sama, lain kali mainnya hati-hati ya. Yaudah Bapak duluan ya," pamit Pak Bagus seraya berlalu pergi meninggalkannya dan Jhihan.
Aranasya dan Jhihan pun memutuskan untuk kembali ke dalam kelas. Di sepanjang perjalanan menyusuri lorong-lorong. Jhihan terus saja membicarakan tentangnya. Jhihan merasa kesal terhadap Natalie begitupun dengan dirinya.
"Amit-amit banget tuh cewek, udah minta maaf juga masih aja marah," gerutu Jhihan seraya berjalan beriringan.
"Ogah banget gue temenan sama orang kayak gitu," sambung Jhihan.
Aranasya tersenyum menanggapinya. "Manusia itu sama seperti kerucut, memiliki dua sisi dan satu titik. Dimana terdapat sisi negatif dan positif, sedangkan titiknya adalah kelemahan," ujar Aranasya.
"Sama seperti dia, kelemahannya itu pada emosinya. Dia tidak bisa mengendalikan emosinya," ungkap Aranasya.
Jhihan mengangguk setuju dengan apa yang Aranasya ucapkan. Satu hal itu yang sulit dikendalikan.
Tak ada angin, tak ada hujan. Jantungnya kini berpacu lebih cepat dari biasanya. Tangannya kembali merasakan dingin. Terlihat di depan kelas 10 IPA 2, Dima dan kedua sahabatnya tengah berkumpul. Dima yang kini tengah memainkan alat musik gitarnya.
Semenjak kejadian kemarin malam, Aranasya merasa canggung ketika berpapasan dengan Dima. Andai saja ada jalan pintas menuju kelasnya, mungkin sekarang ia tidak akan melewati kelasnya.
Aranasya hanya bisa menunduk kala ia berjalan melewati Dima. Ia merasakan jantungnya yang berpacu lebih cepat dari sebelumnya.
"Lain kali kalau jalan jangan nunduk," ungkap Dima seraya menghentikan bermain gitarnya.
Deg
Sepertinya kini pipinya memerah bak kepiting rebus. Ia pun mempercepat langkahnya menuju kelas.
"Ra, Dima kayaknya suka deh sama lo," ucap Jhihan tiba-tiba seraya duduk di kursinya.
Aranasya hanya bisa terdiam kala Jhihan menanyakan hal itu.
"Jangan bilang kalau emang dugaan gue bener? Apa Dima udah nembak lo?" tanya Jhihan.
"Kalau Dima nembak aku, pasti sekarang aku udah mati dong," jawab Aranasya mengalihkan pembicaraan.
Terlihat dari raut wajah Jhihan yang kini mulai kesal. Ya bagaimana tidak kesal, Jhihan menanyakan hal yang serius, tapi Aranasya malah menjawabnya dengan candaan.
"Serah lo deh Ra, gue capek ngomong sama lo."
Malam kini berlalu. Bintang bersinar terang di atas langit, yang membuat langit terlihat begitu indah. Sepertinya malam ini menjadi malam terindah.
Aranasya pun membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi tengkurap. Dengan sebuah laptop di depannya. Malam ini ia akan bermaraton menonton film layar lebar Indonesia. Bernostalgia dengan sang peramal, yaitu Dilan.
Aranasya tertawa lepas ketika Dilan sang peramal memberikan gombalannya kepada Milea. Aranasya tidak peduli suaranya yang akan tembus ke dinding setiap ruangan. Yang terpenting hari ini dirinya merasa bahagia.
Tiba-tiba terlintas di pikirannya mengenai Dima. Dengan cepat ia pun meraih ponselnya yang tak jauh dari laptop. Ia pun membuka applikasi instagram. Terlihat balasannya yang tak kunjung dibaca.
Seriously?
04.00 A.MMungkin Dima tidak memegang ponsel, oleh sebab itu ia tidak membaca pesannya. Aranasya pun menyimpan kembali ponselnya, lalu ia kembali menonton film pada layar laptopnya.
Tinggalkan jejak dengan cara vote dan komentar
Terimakasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Nervous (Completed)
Ficção Adolescente"Mencintai seseorang itu sama seperti daya dalam fisika, sama-sama membutuhkan waktu dan usaha." ~~~ Persamaan itu sama seperti ketika sedang menaklukan hati seseorang, dimana perlu waktu untuk mencintainya dan usaha untuk membuat hatinya luluh. Sos...