Peduli

547 109 8
                                    

Happy 3k readers
Happy Reading

"Hai Ra," sapa Jhihan seraya berjalan menghampiri Aranasya.

"Hai," sapa balik Aranasya. Jhihan dan Aranasya pun berjalan beriringan menyusuri lorong-lorong kelas. Di perjalanan keduanya berbincang panjang lebar.

Hingga tiba di depan kelas 10 IPA 2 yang merupakan kelas Dima. Aranasya disuruh menunggu oleh Jhihan di luar. Karena Jhihan sedang ada urusan sebentar di dalam.

Aranasya melihat di bangku barisan pertama dimana tempat duduk Dima. Kursi itu masih kosong tidak ada orang yang duduk di sana. Mungkin Dima belum datang oleh sebab itu kursinya masih kosong.

Aranasya melirik ke sana kemari memastikan bahwa Dima ada di sekolah. Tiba-tiba Aranasya dibuat terkejut, ketika seseorang yang ia cari kini tengah berada di sampingnya. Dima kini tengah menatapnya dengan lekat. Sontak Aranasya yang melihat itu langsung mengalihkan pandangannya.

"Udah ketemu sama orang yang lo cari?" tanya Dima tiba-tiba.

"Ah sial," umpat Aranasya dalam hati. Aranasya merasa malu untuk kali ini. Bagaimana Aranasya akan mengatakannya? Bahwa orang yang Aranasya cari justru dirinya.

Dima mengangkat kedua alisnya dengan tatapan meminta jawaban. Aranasya menoleh ke samping seraya mengangguk pelan. Dima pun masuk ke dalam setelah mendengar jawaban dari Aranasya. Saat Jhihan hendak mau keluar, ia berpapasan dengan Dima.

Jhihan melihat ke arah Aranasya yang kini tengah tersenyum tersipu malu. "Ekhem," sindir Jhihan seraya menghampirinya. Aranasya menggeleng keras seraya menahan senyumnya.

Pelajaran pertama dimulai dengan diawali pelajaran kimia. Pelajaran yang banyak tidak diminati oleh siswa. Bukan hanya pada pelajarannya saja, kebanyakan semua orang tidak suka kepada gurunya. Mengapa? Karena Beliau terkenal sebagai guru killer.

Di saat semua orang fokus terhadap materi yang sedang dibahas, berbeda dengan halnya seorang lelaki yang begitu menikmati tidur paginya. Pak Awan sangat tidak menyukai murid yang tidur di dalam kelas saat pelajaran berlangsung. Dan saat ini lelaki itu menjadi sasaran empuk bagi Beliau.

Pak Awan melemparkan kapur tepat pada siswa yang tengah tertidur di meja paling belakang. Karena merasa terganggu, siswa itu terbangun dari tidurnya.

"Ah si..." Belum sempat meneruskan ucapannya. Beno dibuat terkejut dengan seseorang yang melemparkan kapur itu.

"Berdiri sekarang juga!" perintah Pak Awan.

Beno mengangguk seraya berjalan menghampirinya. Beno pun berdiri di depan dekat papan tulis.

"Bapak sekarang tanya sama kamu. Apa kesalahan kamu?" tanya Pak Awan.

Beno melirik ke sana kemari.

"Bapak tanya sama kamu, bukan orang lain!" bentak Pak Awan.

Beno menundukkan pandangannya. "Maaf pak," ucap Beno.

"Maaf-maaf, memangnya kamu pikir sekolah ini tempat tidur, hah?"

Beno tidak berani menatap Pak Awan yang kini marah besar padanya.

Pak Awan berkacak pinggang, ia pun melepaskan kacamatanya lalu di simpan di atas meja. "Anak jaman sekarang tahunya cuma tidur, makan, sama main aja," sindir Pak Awan.

Pak Awan pun mendudukkan pantatnya di kursi. "Buka halaman 30 dan kerjakan. Untuk kamu berdiri di depan sampai pelajaran selesai."

Seketika suasana kelas hening bak kuburan. Tak ada satupun dari siswa-siswi yang mengobrol, semuanya fokus pada tugasnya. Sedangkan Beno kini masih berdiri di depan papan tulis.

Nervous (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang