Keadaan kelas kini hening bak kuburan. Semua siswa-siswi tengah sibuk dengan ulangannya. Masih ada waktu setengah jam lagi untuk mengerjakan soal ujian.
Karena lama menunggu membuat Pak Agis suntuk. Dengan posisi duduk tegap dirinya terlelap dari tidurnya. Ini kesempatan yang baik bagi para siswa-siswi untuk melancarkan aksinya.
Dengan cekatan mereka semuanya mengambil buku dari kolong mejanya untuk menemukan beberapa jawaban dari soal itu. Sedangkan Aranasya dan Aldi masih berpegang teguh pada pendiriannya. Mereka akan menggunakan kemampuannya sendiri.
Sementara di sisi lain Beno bersikap hati-hati agar tidak ada yang melihatnya. Beno kini tengah sibuk dengan ponselnya. Satu-satunya yang bisa diandalkan ketika ujian, yaitu google.
"Apa yang dimaksud dengan gaya," ucap Beno pelan seraya didekatkan pada ponselnya.
Menurut KOMPAS.com. Gaya adalah tarikan atau dorongan yang terjadi pada suatu benda. Gaya ini menimbulkan perubahan posisi, gerak atau perubahan bentuk benda. Pengukuran gaya dilakukan dengan alat yang disebut dinamometer atau neraca pegas.
Beno berusaha untuk mengecilkan volume suara ponselnya. Namun, entah kenapa tombol ponsel tidak berfungsi. Suara google itu begitu nyaring terdengar. Kini semua orang dibuat terkejut ketika mendapati suara di bagian pojok. Yang tak lain suara itu berasal dari ponsel Beno. Beberapa dari siswa-siswi langsung menyimpan kembali buku-bukunya ke dalam tas.
Mendengar hal itu sontak membuat Pak Agis terbangun dari tidurnya. Pak Agis beranjak berdiri. "Ponsel siapa itu?" tanya Pak Agis.
Semua pasang mata kini tertuju pada Beno. Beno menelan salivanya karena tenggorokannya terasa kering. Kini Beno hanya bisa pasrah dengan apa yang terjadi. Bodohnya dirinya tidak menonaktifkan suara ponselnya.
Pak Agis melambaikan tangannya, menyuruh Beno untuk menghampirinya dan memberikan ponsel itu padanya. Dengan langkah ragu Beno beranjak berdiri, lalu berjalan menghampirinya.
"Sini ponselnya," pinta Pak Agis seraya mengadahkan tangannya.
Beno masih memegang erat ponselnya. Beno memasang wajah memelas seraya berkata, "Pak kasihanilah saya, ponselnya masih nyicil belum lunas."
"Bapak turut berduka," sahut Pak Agis seraya mengelus kepala Beno. "Tapi maaf bapak akan tetap sita ponsel kamu." Pak Agis pun mengambil secara paksa ponsel milik Beno.
Pak Agis memerintahkan agar siswa-siswinya kembali mengisi lembar jawaban ujiannya. Karena waktu hanya tinggal beberapa menit lagi.
Aranasya beranjak berdiri dari kursinya. Lalu ia berjalan menghampiri meja Pak Agis dengan membawa secarik kertas lembar jawaban ujian. Aranasya pun menaruh kertas itu di atas meja, lalu ia pun melangkah keluar kelas.
Berbarengan dengan dirinya, Dima pun keluar dari kelasnya. Sempat kedua pasang mata mereka bertemu, kala mereka tengah berada di ambang pintu.
"Aranasya tutup pintunya," perintah Pak Agis.
Sontak Aranasya terkejut. Ia pun langsung menutup pintu kelasnya. Melihat hal itu diam-diam Dima tersenyum. Aranasya menoleh ke samping, dirinya merasa malu diperhatikan oleh Dima.
"Hei Ra," panggil Aldi yang baru saja keluar dari dalam kelas.
"Eh hai Al," balik sapa Aranasya.
"Lo mau kan pulang bareng gue?" tawar Aldi.
Sebelum menjawab pertanyaannya sempat Aranasya menoleh ke samping, melihat pada Dima yang kini diam-diam Dima masih memperhatikannya. Aranasya berharap Dima menyuruhnya untuk tidak pergi dengan lelaki lain. Tapi nyatanya Dima bersikap cuek. Bodohnya Aranasya yang terlalu berharap lebih padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nervous (Completed)
Ficção Adolescente"Mencintai seseorang itu sama seperti daya dalam fisika, sama-sama membutuhkan waktu dan usaha." ~~~ Persamaan itu sama seperti ketika sedang menaklukan hati seseorang, dimana perlu waktu untuk mencintainya dan usaha untuk membuat hatinya luluh. Sos...