Apa yang ada di pikiran kalian menyangkut MPLS? Ketos? Bad boy? Guru killer? Ketos tampan? Cold boy? Tapi, bukan itu yang ada di pikirannya. Satu hal yang ada di pikirannya yaitu, takut.
Terik mentari kini cukup menyengat. Kini calon peserta didik baru dikumpulkan di tengah lapangan dengan keadaan berdiri tegak, seperti tengah melakukan upacara bendera.
"Untuk nama yang saya panggil harap ke depan," ujar ketua OSIS.
"Kelas 10 IPA 1, Abigya Dwitama."
"Amelia Maharani."
"Desita Fitriani."
Satu persatu nama peserta dipanggil dan maju ke depan, dengan di depan sudah ada Kakak pembimbing dari Osis untuk mengarahkan adik-adiknya.
Setelah selesai semua siswa kelas 10 IPA 1 dikumpulkan. Pembimbing pun mengarahkan siswa ke kelasnya masing-masing.
"Kelas 10 IPA 2, Adima Daenandra Zavier."
Suasana seketika riuh, kala seorang lelaki bernama Adima Daenandra Zavier berjalan gontai menuju tengah lapang. Dengan cara jalannya saja sudah membuat semua orang berteriak histeris. Apalagi kalau melihat aura mukanya yang begitu tampan. Terkadang heran dengan apa yang terjadi ini.
Sayangnya kali ini Aranasya berada di barisan paling belakang, sehingga ia tidak bisa melihat dengan jelas mukanya yang katanya tampan bak aktor Korea.
Seorang pria dengan memakai seragam rapih, menghampiri seorang lelaki yang kini menjadi pusat perhatian.
"Kalian tahu gak, dulu waktu Bapa masih muda ya seperti Adima ini," ungkap Pa Dodi seraya memegang mic. Adima hanya bisa tersenyum seraya menunduk.
Gelak tawa menggema di lapangan.
"Bisa aja Bapa ini," sahut Bobi yang berada di barisan paling depan.
"Baiklah maaf tadi ada iklan sebentar, nama yang saya panggil maju ke depan. Alissa Cara."
"Amanda Putri."
"Anasya Deovani."
"Aranasya Pascanata."
Aranasya tengah melamun entah memikirkan apa. Saat ia mendengar nama Aranasya dipanggil ia terkejut bukan main, meskipun terdengar samar-samar. Aranasya pun langsung berjalan dengan langkah cepat, melewati orang-orang yang ada di hadapannya.
Jika ia punya penyakit jantung, mungkin ia sekarang pingsan di hadapan orang banyak, ketika ia melihat seorang lelaki tampan bak aktor Korea. Sekarang ia tidak penasaran lagi sama orang yang menjadi pusat perhatian di sekolah. Pantas saja orang-orang heboh, ternyata ketampanannya membuat semua orang tak henti menatapnya.
Aranasya berdiri di sampingnya, jujur ia merasa jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Bahkan sampai ia merasakan tangan yang mulai dingin. Mungkin setelah ini ia tidak bisa tidur.
"Mari," ajak Kakak pendamping kelasnya.
Semua siswa kelas 10 IPA 2 pun mengikuti arahan kakak pendamping.
"Kelas 10 IPA 3, Adito."
"Aranasya Putri Meganyta."
Saat ia berjalan di lorong-lorong ia mendengar namanya dipanggil untuk kedua kalinya. Namanya kali ini lebih jelas dari sebelumnya. Aranasya pun langsung berlari berbalik arah menuju lapangan. Kali ini ia tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya, yang tengah menatapnya dengan tatapan heran.
"Aneh," ungkap Adima seraya tersenyum.
Malu? jelas malu rasanya ia ingin pulang saja. Aranasya ingin memeluk Ibunya, menyembunyikan wajahnya dipelukan Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nervous (Completed)
Teen Fiction"Mencintai seseorang itu sama seperti daya dalam fisika, sama-sama membutuhkan waktu dan usaha." ~~~ Persamaan itu sama seperti ketika sedang menaklukan hati seseorang, dimana perlu waktu untuk mencintainya dan usaha untuk membuat hatinya luluh. Sos...